part 19.

25 8 4
                                    

"Terima kasih karna udah berhasil ngelupain gue"

Ara mematung ditempatnya,ia menutup matanya sejenak sebab merutuki kalimat asal ceplosnya barusan,ia kembali membuka matanya yang sekarang berkaca kaca dan langsung bertemu pandang dengan mata tajam milik Diaz.

Entah dorongan dari mana ia langsung memeluk tubuh tegap Diaz,membuat Diaz yang mendapat pelukan tiba tiba dari Ara hampir saja terjerembab kebelakang,namun tak urung ia membalas pelukan itu.

Sesaat hanya keheningn yang ada,dan dilanjutkan dengan suara isakan yang keluar dari bibir Ara.

"Hiks,maaf! Ara bener bener nggak bermaksud buat ngelupain kak Diaz,Ara bener bener nggak mau kak Diaz marah,jadi Ara mohon,jangan marah sama Ara" pinta Ara disertai isakan yang semakin menjadi jadi.

Sesaat Diaz heran dengan sikap sentimental Ara,ia bahkan berfikir bahwa saat ini Ara sedang PMS,jadilah ia menghela napas maklum sebelum melerai pelukannya.

Ia menatap Ara tajam."Hapus air matanya" Ara mengerutkan dahinya membuat sekarang ekspresi wajahnya sangat menggemaskan menurut Diaz.

"Kenapa nggak kak Diaz aja sih yang ngehapusin? Biasanya kalo ada cewek yang nangis pasti air matanya dihapusin sama yang cowok" nada merajuk bagai anak kecil tak bisa disembunyikan Ara,yang membuat Diaz menghela napas panjang.

"karna lo punya tangan buat ngehapus sendiri" dan setelah mengatakan kalimat itu Diaz langsung berdiri dari jongkoknya,ia menatap Ara sejenak sebelum menarik Ara untuk berdiri ikut dengannya menuju daun pintu,bedanya genggaman Diaz kali ini lebih lembut tanpa paksaan seperti sebelumnya.

"Kak Diaz" panggil Ara setelah mereka berdua sampai di ambang pintu membuatDiaz mengurungkan niatnya yang akan membuka ganggang pintu karna mendengar panggilan dari Ara,ia tak berniat untuk membalikkan badannya sehingga ia tak bisa melihat wajah Ara.

"Kapan kak Diaz ngerasain capek?" Tanya Ara lirih dengan nada bergetar yang tentu dapat langsung dimengerti Diaz bahwa gadis yang ada di belakangnya sedang berusaha menahan tangisnya.

Diaz baru saja akan membalikkan tubuhnya sebelum sebuah tangan melingkar di pinggngnya,ia menahan napas sejenak karna Ara memeluknya secara tiba tiba lagi,badanya kali ini Ara memeluknya dari belakang.

"Kapan sih kak Diaz lelahnya? Ara aja yang disuruh pura pura nggak kenal sama kak Diaz udah ngerasain capek kak. Kapan kak Diaz istirahatnya?" Diaz merasa bagian belakang kaosnya basah,mungkin karna air mata.

Sedangkan Ara,gadis itu butuh pelampiasan,ia sangat butuh,ia ingin menangis sekeras kerasnya tanpa alasan yang tak dimengertinya.

Kalut,mungkin itu adalah kata yang tepat untuk keadaan Ara saat ini,Diaz bahkan tak menolak punggungnya dijadikan samsak amukan oleh Ara.

Sudah lebih sepuluh menit Ara menangis dan sekarang tangisan itu berubah menjadi sesegukan,dirasa Ara sudah cukup tenang Diaz membalikkan tubuhnya hingga ia dapat melihat dengan jelas wajah Ara,hidung memerah,rambut berantakan,mata sembab,dan ada beberapa bekas ingus di pipi dan hidungnya,sungguh pemandangan yang memprihatinkan.

Diaz terkekeh sejenak sebelum tanpa komando tangannya terulur untuk mengelus rambut berantakan Ara,kemudian ia menundukkan wajahnya hingga kini wajahnya setara dengan telinga Ara.

"Mungkin gue nggak akan ngerasain lelah ra" bisik Diaz yang seketika membuat Ara membeku ditempat.

Entahlah ia tak tahu akan seperti apa selanjutnya,yang jelas ia akan selalu menunggu lelahnya Diaz datang.

***

"Ayo dong ra kekantin,gue laper nih" Nadya terus saja membujuk Ara agar mau pergi ke kantin dengannya,bukan apa apa, biasanya memang ia harus membujuk Ara terlebih dulu agar gadis keras kepala seperti Ara mau di seret paksa kekantin dengannya.

MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang