Jika masuk Surga adalah kenginan terakhir orang-orang di dunia sebelum mati, dan menebus dosa serta beramal jariyah mereka lakukan sebagai bekalnya. Maka, keinginanku untuk terakhir sebelum nyawaku berangkat menemui sang pencipta, hanya satu. Mengulang waktu dan rencana agar tidak datang ke negara penuh orang palsu ini.
Kata andai mengelilingi otak ku saat ini.
Andai dulu aku mendengarkan perintah bos untuk ke Eropa saja. Andai aku tidak mencoba-coba jatuh cinta. Andai aku tidak mendatangi danau itu, dan andai saja aku tidak menangkap sosok pria itu. Dijamin sekarang aku sedang memotret segala hal yang indah sambil memakan es krim dengan cone berbentuk gagang payung di Eropa sana...
... Bukannya menatapi hal mengerikan seperti apa yang sedang ku lihat kini. Aku mengencangkan cengkraman pada tangan kursi yang pria itu gunakan untuk mengikat tubuh ku.
Potongan jari tangan yang berserakan dekat kaki ku, lidah dan telinga yang terlepas dari tempatnya, dan jeritan putus asa pria yang disiksa. Dan semua itu perbuatan pria yang tak sengaja ku tangkap sosoknya menggunakan kamera.
"Ini semua setara dengan perilaku kotor mu," bisiknya dengan seringai dan tangan lincah mengolah setiap bagian tubuh yang ia pisahkan dari tempatnya.
Dari pojok ruangan, aku bisa mendengar kalimat menyeramkan itu yang terlontar dari wajah kelamnya.
Dia gila!
Tidak, dia psiko!Tubuh pria yang tergeletak terlentang di atas meja itu bergelinjang kesakitan. Sekujur tubuh ku bergetar, merinding dan meringis setiap ekspresi bahagia yang terpancar di wajah pria gila itu saat dia menyakiti mangsanya.
Setelah semua jari, telinga, mata, dan alat kelaminnya terlepas dari tubuh. Dengan gerakan cepat sebagai akhiran, di bawah lampu kuning yang berpendar hangat. Pria itu menancapkan gunting besarnya tepat ke jantung si korban.
Aku tersentak saat darah melompat keluar dengan derasnya mengenai tangan dan baju pria itu, lolongan jerit sekarat pria malang itu bagai background keadaan yang mencekam. Sekarang bukan gemetar takut lagi yang aku rasakan, isakan kecil berhasil lolos disusul air mata yang berjatuhan.
Sungguh, tadi itu sangat menyeramkan. Wajah puas itu dan segala gerakannya. Aku menutup mata tak sanggup melihat sisanya, daging bibir yang hanya bisa kuandalkan untuk digigit agar isakan ku tak membesar, dan berakibat didengarnya.
-•-•-
Cahaya terang dan bisik-bisik seseorang membangunkanku dari alam gelap yang entah kapan aku memasukinya. Aku mengerjap melihat keadaan sekitar yang terlihat berbeda dari tempat sebelumnya.
Tanganku bergerak untuk mengusap mata yang belum bisa menyesuaikan penerangan, tapi seketika aku tercekat. Mengingat tadi tubuh ku yang diikat di kursi dengan kuat, kini terlepas bebas.
Tempat dudukku sekarang bukan lagi kursi keras yang membuat tangan ku sakit saat terikat, namun sebuah sofa empuk berwarna kuning menyala kontras dengan warna ruangan yang gelap.
"Setidaknya aku bebas dari ikatannya," gumamku sambil mengusap pergelangan tangan yang memerah.
Tidak ada rasa senang teramat besar menyadari kebebasanku, apa lagi bahagia karena mungkin ini adalah kesempatanku untuk kabur, lagi. Karena, kemungkinan kabur itu sudah pasti teramat kecil setelah percobaan kabur pertama yang aku lakukan sebelumnya.
Jadi, aku hanya bisa memikirkan plan b apa yang mungkin bisa menyelamatkan tubuhku dari kematian sebelum pria itu memotongnya sedikit demi sedikit.
Ayo berpikir otak!
"Hah! Jangan-jangan dia lepasin aku supaya aku bisa jadi korban selanjutnya!" cicitku kaget saat pemikiran itu baru saja terlintas.
Aa... Mama tolong Gean, Gean nggak mau mati perawan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Calamity [H I A T U S]
RomansaCover by @Snowman-kun TERBIT SETIAP SELASA DAN JUMAT. Bila gelap malam tak cukup menggambarkan betapa suram dan pekatnya mata itu, wajah tegap dengan bibir tipis kemerahan yang membuat seorang Gean Larasati di mabuk kup...