I - Occurrens

60 9 6
                                    

7 tahun lalu, kita bertemu. Di sebuah sekolah menengah pertama yang biasa biasa saja, namun penuh dengan kenangan.

.♥.

“Perkenalkan, nama saya Ilham Bagaskara, biasa dipanggil Ilham. Saya dari SMP N 15 Jakarta. Saya pindah ke sini karena mengikuti ayah yang dipindah-tugaskan ke kota Semarang. Sekian, terimakasih.” Anak baru di kelasku itu memperkenalkan diri setelah dipersilakan oleh ibu wali kelas.
Ilham kembali ke tempat duduknya.
Bu Dewi, wali kelasku memandang seisi kelas, menghitung anak anak yang berada di kelas saat itu.

“Kurang 3. Yang tidak masuk siapa saja ya?” Bu Dewi bertanya, membuat seluruh perhatian tertuju kepadanya.

“Dita dan Raina sakit, Bu. Kalau Hanif sepertinya terlambat.” Ketua kelasku dengan sigap menjawab pertanyaan tersebut.

“Baik. Kursi depan diisi terlebih dahulu.” Perintah Bu Dewi.

“Disini kosong?” sebuah suara mengagetkanku. Ilham.

“Iya, kosong. Silakan.” Aku menjawab sekenanya. Kursi di bagian 2 dari depan ini milikku dan sahabatku, Raina. Dia memang tidak masuk. Kata ibunya, dia demam tinggi. Aku bukan tipe yang banyak bicara pada orang yang baru saja kutemui. Jadi, aku hanya berbincang dengannya sedikit.

“Fasya ya?” Tanyanya memecah keheningan di antara kami. Terlihat dia melirik sekilas kartu ujian semester lalu yang sedikit menyembul dari kotak pensilku.

“Iya.” Aku menjawab pertanyaannya.

“Kata temen – temen tadi, kamu pinter bahasa Jawa?” Dia mencari topik pembicaraan. Ku rasa dia mencari banyak teman. Atau mungkin memang supel.

“Iya. Kenapa?” Aku sedikit melunak. Kasihan rasanya jika hari pertama sekolahnya sudah terisi dengan sikap dinginku.

“Saya nggak bisa. Kalau pelajaran bahasa Jawa, ajari saya ya?” Pintanya sambil memamerkan gigi depannya.

“Boleh.” Lagi lagi aku menjawab sekedarnya. Aku bukannya membencinya. Hanya saja aku memang seperti ini. Ku tambahkan sedikit senyum simpul agar tidak terkesan terlaku kaku.

Pelajaran Bu Dewi sudah berakhir. Setelah ini adalah pelajaran olahraga. Para siswa putri, termasuk aku, buru buru ke kamar mandi dan berganti pakaian. Anak laki laki sudah mengusir. Mereka berganti pakaian di kelas. Malas antri, katanya. Setelah para siswa putra selesai berganti pakaian dan menuju lapangan untuk bermain bola, kami masuk kelas untuk menaruh baju OSIS yang sebelumnya kami pakai dan menyusul anak laki laki menuju lapangan dan melanjutkan pelajaran hari ini.

EXPECTANDUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang