TIRI-ENAM BELAS

2.1K 171 36
                                    


Hadapi semuanya dengan senyum.
Walau itu luka sekali pun.
Kuatlah walaupun rapuh di dalam.
...

Dwi menoleh saat merasakan seseorang menepuk pundaknya, keningnya berkerut. Ia mendongak, netranya menangkap pergerakan Ricka. Senyum terbit di bibir tebalnya. Namun sayang, Ricka tak membalasnya. Ricka mengambil duduk di samping Dwi.

“Aku…,” ucap Ricka menggantung.

“Kenapa, Dek?”

“Kita cari tempat lain mas buat bicara. Di sini rame.”

“Ya udah, ayo.”

Mereka beranjak ke tempat yang lebih privat. Dwi membawa Ricka ke taman kota. Di sana suasananya lebih sepi. Mereka duduk di salah satu kursi batu. Dwi masih menatap Ricka, menunggunya untuk bicara.

“Apa mas yakin dengan perasaan mas?” tanya Ricka.

“Yakin.”

“Apa alasan mas menyukai saya?”

“Seseorang nggak akan punya alasan untuk mencintai, Dek. Tapi Aku suka dengan sifatmu yang tidak memandang rendah diriku. Walaupun yang kusayangkan. Kenapa harus selalu pergi tanpa kejelasan.”

“Pergi tanpa kejelasan?” tanya Ricka bingung.

“Ya… seperti saat kita di hutan pinus, terus di rumah makan. Sifat kamu yang itu bikin Aku bingung. Tapi sedikit demi sedikit Aku mulai paham.”

“Mas… Kemarin. Aku bertemu Yusuf. Laki-laki yang menjemputku,” ucap Ricka memperhatikan raut wajah Dwi dengan seksama.

Dwi mengerutkan kening tidak suka. Ia mendengkus kesal. Tapi ia mencoba menyembunyikannya. Lalu ia berucap, “Kenapa ma Yusuf?”

Ricka tidak menjawab tapi benaknya berputar ke kejadian yang kemarin ia alami.

Ricka sedang duduk di teras depan. Ia duduk ditemani secangkir cokelat panas dan sepiring pisang goreng. Sembari melihat anak-anak bermain sepeda di jalan, ia mengalihkan tatapannya ke langit. Waktu sudah memasuki senja tapi anak-anak masih betah bermain. Ia berteriak, “Dek, pulang. Sudah mau maghrib.”

Anak-anak menjawab dengan serempak, “Iya, kak.”

Kerumunan anak-anak itu bubar. Saat Ricka membalikkan badan ingin mengambil cangkir dan piringnya. Ia mendengar suara mesin motor dihentikan. Ia menengok ke arah sumber suara. Ia hampir saja melonjak kaget melihat siapa yang datang. Ia ingin masuk, tapi Yusuf, si tamu tak diundang sudah melihatnya. Akhirnya ia memutuskan untuk menemui Yusuf dan berbicara dengannya.

“Assalamu'alaikum, Dek Ricka cantik,” salam Yusuf.

“Wa’alaikumsalam, Mas Yusuf.”

“To the point saja deh ya, Dek. Apa jawaban kamu untuk pernyataan saya.”

“Maaf, Mas. Saya tidak bisa menerima perasaan mas.”

“Kenapa?”

“Karena saya sudah menyukai orang lain, Mas.”

“Laki-laki cacat itu?” tanya Yusuf dengan nada sedikit tak percaya.

“Mas tidak perlu tahu siapa dia.” Ricka menjawab dengan sedikit ketus.

“Baiklah. Aku pamit pulang. Tapi asal kamu tahu, Aku belum nyerah.”

Tanpa menunggu jawaban Ricka. Yusuf segera berlalu dengan motornya meninggalkan Ricka yang menatap Yusuf dengan sebal. Ia tidak suka dengan sikap Yusuf yang sedikit merendahkan orang lain. Ia mendengkus sebal lalu memasuki rumahnya.

Tanpa sadar Ricka ikut mendengkus. Membuat Dwi makin mengerutkan kening heran melihatnya. Dwi mengambil inisiatif menepuk punggung tangan Ricka. Ricka tersentak kaget merasakannya. Ricka menatap Dwi dengan pandangan bertanya.

“Kamu kenapa?”

“Memang Aku kenapa, Mas?”

“Kamu mendengkus kenapa? Apa ada masalah?”

“Ah itu… Aku inget kejadian kemarin ma Yusuf.”

“Oh… jadi?”

“Jadi?” tanya Ricka mengulangi ucapan Dwi.

“Jadi kamu mau apa ngajak bicara?”

“Saya malu, Mas.”

“Ya udah. Biar mas yang tanya kalau kamu malu. Apa ini ada hubungannya dengan pernyataan cintaku waktu itu?”

“Hmm… iya. Soal pernyataan mas di rumah makan itu….” Ricka menggantung ucapannya. Dwi menatapnya dengan wajah bingung. Sungguh ia bingung dengan Ricka.

“Iya kenapa?”

“Mas berharap apa dari saya?”

“Aku berharap, kamu nerima perasaan Aku. Dan kita menjalin hubungan lebih dekat lagi.”

“Aku terima, Mas.” Ricka mengucapkannya dengan menundukkan wajah tersipu malu. Dwi yang mendengarnya melongo tidak percaya. Ia sampai tidak dapat berkata apa-apa.

***

Dwi memasuki rumah dengan hati bahagia, bibirnya mengukir senyuman. Ia berjalan mencari Mbok Djum di dapur dan halaman belakang. Ia memeluk Mbok Djum dari belakang, ia merasakan tubuh Mbok Djum menjengit kaget.

Dwi melepaskan pelukannya setelah beberapa saat. Ia kemudian berkata, “Mbok… Dwi lagi seneng banget Mbok.”

“Ada apa tho, Mas?”

“Ricka, Mbok.”

“Iya kenapa sama neng Ricka?”

“Ricka mau jadi kekasihku, Mbok.”

“Alhamdulillah ya Allah… simbok juga seneng mas dengernya.”

“Makan di luar, yuk, Mbok. Aku yang traktir.”

“Simbok yang masak aja gimana, Mas? Simbok masakin kesukaan mas besok. Terus temen-temen mas diundang makan.”

“Hmm… boleh tuh Mbok.” Dwi merogoh kantung celana belakangnya. Ia mengambil dompet, mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan. Ia serahkan pada Mbok Djum, sambil bilang, “Ini uang buat belanja masak besok.” Dwi kembali mengambil uang dan mengeluarkan lima lembar uang ratusan ribu lagi. “Yang ini buat mbok belanja bulanan. Sisanya ambil aja ya, Mbok.”

Mbok Djum menerimanya. Ia segera menyimpan uang itu di dompet yang terselip diantara stagen yang melilit di perut hingga pinggangnya. Mbok Djum menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring. Sedangkan Dwi duduk di kursi meja dapur dengan memainkan ponselnya. Sesekali Dwi tersenyum. Mbok Djum yang melihatnya, menggelengkan kepala.

***

Semakin hari hubungan Dwi dan Ricka semakin dekat. Bahkan mereka sudah tak canggung lagi untuk bergandengan tangan. Bukan hanya itu. Mereka juga sudah semakin mengenal pribadi masing-masing. Mulai dari tanggal lahir, kesukaan, dll.

Hari ini, Ricka diantar pulang oleh Dwi. Dwi sudah tidak canggung lagi berdekatan dengan orang tua Ricka. Tapi sayang, Ricka sama sekali belum kenal dengan keluarga Dwi kecuali Mbok Djum. Itu menjadi beban pikiran untuk Ricka. Ia memang berharap ini menjadi hubungan terakhirnya. Bukan untuk main-main. Esok dia akan bicara dengan Dwi masalah hubungan mereka.

Saat mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba pintu rumah Ricka diketuk seseorang.

Tok tok tok...


To be continued


893 Words
Selasa, 02 Januari 2018
00.30 AM

Revisi Typo : Thursday, 04 January 2018

Till I Reach It [Complete] - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang