Tag: crossdressing..
[i]
"Hai, aku Kim Taehyung. Dan aku laki-laki tulen."
"Hah?"
.
.
[ii]
Mereka bertemu dengan cara yang sedikit unik (setidaknya begitulah kata Mrs. Claire, seorang wanita kolot yang sukanya bergosip, bergunjing, tapi pai daging buatannya sangat enak; Jungkook akui), agak melenceng dari batas norma yang ada, namun romantis—ew. Perpaduan yang tidak semestinya.
Sialnya, rumah yang disewakan Mrs. Claire amat sangat sulit untuk ditolak. Terletak di kawasan strategis Lake District, minimalis tetapi hangat dan tentu saja, biaya sewanya terjangkau. Perlu waktu sekiranya lima belas menit menggunakan sepeda untuk sampai di kantor pengiriman paket tempat Jungkook bekerja. Ia selalu membayangkan bagaimana tenangnya hidup sendiri, jauh dari kepenatan metropolitan seperti negara kelahirannya sendiri (bukan, dia bukan pengkhianat negara. Namun apa gunanya tinggal kalau pada akhirnya pun kau tetap merasa kesepian? Kasihan), dan memilih menjadi pengantar paket demi balasan senyum-senyum lebar penuh rasa tunggu ketika ia tiba di depan rumah si penerima. Itu menyenangkan.
Akan tetapi, yah, Mrs. Claire memang wanita yang eksentrik dan sensitif soal nominal pada lembaran uang. Wanita itu sengaja menyewakan rumah minimalis di samping rumahnya untuk kapasitas dua orang. Keputusan yang sepihak, satu minggu setelah Jungkook sepenuhnya pindah, dan bum! Seorang gadis muncul di muka pintu rumah, membawa tiga koper besar (sisanya masih dalam jasa pengantaran, ujarnya waktu itu) lalu mengenalkan diri dengan nama yang tidak Jungkook sangka dan membuat alisnya bekerut tidak mengerti.
Rambut cokelat sebahu, dress sifon toska muda berbalut flat shoes senada, riasan natural yang manis, dan manis, manis—
"Hai, namaku Kim Taehyung."
(... vibrasi suaranya cukup berat.)
"Dan aku laki-laki tulen."
... hah?
.
[iii]
Di pagi hari, dia menjelma sebagai Kim Taehee. Seorang gadis pendongeng prosa-prosa Shakespeare di persimpangan jalan terbuka sepuluh meter dari kantor Jungkook berada. Ada piano tua yang sudah lama tidak terpakai, tetapi dimanfaatkan Taehyung dengan sangat baik. Yang bahkan siapa sangka kalau pemuda absurd sepertinya ternyata seorang pianis handal. Dan, baiklah, gaya berpakaian ala wanitanya memang tak perlu diragukan lagi. Taehyung senang menggunakan wig panjang lurus sebahu dan dress sifon berbagai macam warna pastel.
Jungkook enggan mengakui kalau ia jatuh hati pada cara bagaimana Taehyung bercerita, bereskpresi, menekan monolog-monolog tertentu yang memikat, atau jemari-jemari lentik melatunkan denting nada penuh emosi itu. Atau pada larik favoritnya berupa; we know what we are, but not what we may be—yang diucapkan dengan begitu tenang, begitu kosong, dari Taehyung, dan Jungkook bertanya-tanya apa gerangan dalam benak pemuda itu ketika ia bersandiwara. Memesona sekaligus penuh teka-teki.
Menjelang sore, Taehyung menyematkan sebutan mon anne sebagai pembaca narasi untuk sebuah teater kecil pusat kota, tanpa ada yang tahu siapa dia, bagaimana rupanya, tetapi mudah dikenang meski sosoknya tersembunyi di balik tirai panggung. Tak ada yang tahu bahwa mon anne adalah sosok serupa yang seringkali bermonolog di persimpangan jalan, si pendongeng berwajah lugu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody's Home [kookv]
FanfictionSuatu hari, suatu waktu, ketika Jungkook pulang, ia tidak sendiri. [kookv] . . Happy Birthday, Taehyung! ❤