Ketika seorang idol memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri maka banyak orang berbondong-bondong datang untuk membela pilihan idolanya --pilihan yang saya sendiri tidak menganggap itu sebagai hal salah, justru saya sangat amat menghormati pilihan almarhum-- berkata bahwa ia pasti merasa sepi, tak punya tempat untuk berbagi, dan ribuan aksi bunga mawar pun ditunjukan sebagai bukti mereka yang "mengaku" peduli.
Lalu apa jika pilihan ini terjadi pada orang biasa seperti kamu? Iya, tetap banyak orang yang akan datang berbondong menghampirimu. Tapi kali ini, 7 dari 10 orang yang hadir disana ada untuk menjudge tindakanmu dengan penilaian buruk. Berkata bahwa pilihanmu pengecut, neraka menunggumu, mengolok-olok pilihanmu, bahkan sumpah-serapah berisi kebun binatang pun turut mengisi cuitan mereka tentangmu.Hei, kawan.
Tahukah kamu bahwa memilih untuk mengakhiri hidup tak pernah sebercanda itu? Kebanyakan dari pelaku bunuh diri tidak mengeksekusi pilihannya dengan tiba-tiba --"Oh hey! Aku mau bunuh diri" lalu mati. Tidak!-- Semua tindakannya datang dari rencana yang sudah dipikirkan begitu matang. Butuh berhari-hari, bulan, atau bahkan tahun bagi seseorang hingga akhirnya memilih untuk mencabut nyawanya sendiri. Setelah penuh debat dengan kepala dan hatinya, mulai dari hal terkecil seperti dampak tindakannya, hingga pada tahap sekala luas yang mencakup keimanan akan surga dan neraka.Kawan, percayalah, eksekusi bunuh diri bukan hal pertama yang kami pilih untuk menghadapi depressi. Kami sudah berjuang. Mulai dari bercerita pada orang terdekat, mengunjungi psikiater, pun berserah diri pada Tuhan yang tentunya masih kami percaya keberadaannya; kami lakukan. Kami sudah mencoba bertahan, bertahan dengan segala yang kami hadapi tanpa mendapat perhatian karna kalian berfikir bahwa kami baik-baik saja, atau bahkan menganggap bahwa cerita kami soal depressi hanya sebuah lelucon belaka.
Mungkin, kalian yang tidak pernah mengalaminya tidak akan pernah pula mengerti apa itu depressi. Tapi biar saya beritahu, saat depressi mengisi kepala kami, kami merasa tak menemukan ketenangan di dalam diri kami. Hal negatif berhamburan disana seakan dunia tidak lagi peduli pada keberadaan kami. Banyak dari kami yang tidak tahan dengan hal ini dan berusaha mengalirkan rasa sakit yang kami derita, hingga kemudian hadirlah beberapa dari kami yang menyayat-nyayat tubuhnya hanya untuk mengurangi sakit di kepala.
Mungkin kalian akan berkata "Semua orang pernah mengalami masa sulit, tapi mereka bisa bertehan. Tidak sebodoh kamu yang justru ingin bunuh diri." Kawan, tidak semua orang sekuat mereka. Ada kami yang terlahir dengan genetik yang berbeda, kami tak pernah berencana apalagi ingin untuk memiliki penyakit ini.
Depresi adalah musuh yang nyata, karna kita tidak tahu apa yang ada di balik kepala orang lain. Kadang terdapat banyak luka dibalik senyum mereka, ada banyak trauma dibalik setiap tawa. Mereka memilih untuk tidak memperlihatkannya karna takut pada penilaian buruk yang akan kalian beri atas pemikiran mereka mengenai keinginan bunuh diri.
Tujuan tulisan ini, saya ingin mengajak kalian untuk sedikit lebih paham pada pilihan kami. Sedikit lebih dekat mengenal apa itu depresi. Agar kalian tidak serta merta memberikan penilaian terhadap kami; yang kalian sendiri tidak pernah tau apa yang sudah kami lewati.
Saya tidak berniat mencari perhatian dengan menulis ini, saya hanya ingin mengingatkan kalian untuk merangkul setiap orang yang merasa memilik depresi. Bukan malah mengejek mereka lemah apalagi mencaci-maki.
.
Saat kanker membunuh seseorang, kita menyalahkan kanker. Bukan orangnya. Begitu pula depresi, depresi pun merupakan penyakit. Jangan salahkan mereka yang memilih bunuh diri, salahkan diri kalian karna membiarkannya terjadi.
-Panda Lokal-
KAMU SEDANG MEMBACA
Keinginan Bunuh Diri: Klise Yang Sering Dianggap Sebagai Lelucon Belaka
LosoweSaat kangker membunuh seseorang, kita menyalahkan kangker. Bukan orangnya. Begitu pula depressi, depressi pun merupakan penyakit. Jangan salahkan mereka yang memilih bunuh diri, salahkan diri kalian karna membiarkannya terjadi.