Hanna sedang menunggu pengumuman kelulusannya dengan perasaan gugup sambil meremas remas baju Ayu, temannya yang sedang duduk dengan tenang di sebelahnya. Wajahnya penuh dengan keringat dan nafasnya sudah bertempo cepat.
"Sudahlah hul, kamu pasti lulus dan dapat peringkat pertama sekaligus murid teladan untuk lulusan tahun ini. Kamu sudah belajar keras dan berdoa dengan sungguh sungguh kan ? Semua usahamu itu pasti akan dapat balasan yang sesuai." Ayu mencoba menenangkan Hanna yang dari tadi tidak henti hentinya meremas bajunya.
"Aku tidak punya pilihan. Kalau aku tidak mendapatkan keduanya sekaligus, maka aku pasti akan langsung dinikahkan ayah. Aku tidak tau apa usahaku sudah cukup untuk hasil seperti yang kuinginkan. Aku sudah pusing sekali memikirkan resiko kegagalanku, aku... Tidak ingin gagal." Hanna mulai menangis dan menenggelamkan wajahnya ke pundak Ayu.
"Ayolah... Semangat. Berfikir hal yang positif saja. Allah sesuai dengan prasangka hambanya kan ? Husnudzon saja dulu." Ayu mengelus lembut punggung Hanna menenangkan.
"Terima kasih, Miyl. Kamu sahabat dunia akhiratku yang paling baik dan mengerti aku. Aku tidak akan pernah bisa melalui masa masa beratku belajar di pesantren ini tanpamu. Aku akan sangat merindukanmu Miyl... Sangat." Hanna memeluk Ayu erat. Ia sangat menyayangi sahabatnya itu. Sulit baginya untuk melakukan perpisahan ini.
"Jangan berlebihan. Kita bukannya tidak akan bertemu lagi kan, kamu dan aku masih akan tinggal di bumi yang sama." Ayu mencubit pipi Hanna gemas sambil tersenyum. Ia sebenarnya juga sedih, tapi ia tidak mau menampakkannya karena ia fikir itu mungkin akan memperburuk suasana hati Hanna.
Hanna tambah mengeratkan pelukannya kepada Ayu. Ia sekarang sudah bisa tertawa.
*
Orang orang sudah rapi duduk di deretan kursi yang telah disediakan. Sebagian dari mereka sibuk berbincang bincang dengan orang di sebelah mereka yang dikenal atau tidak. Sebagian lagi sibuk dengan handphone mereka masing masing.
Hanna dan Ayu mengintip dari sisi panggung, mereka mencari keberadaan orang tua mereka.
"Itu di sana orang tuaku. Alhamdulillah semuanya lengkap, semua keluargaku hadir." Ayu tersenyum senang sambil menunjukan kepada Hanna keberadaan keluarganya.
"Keluargaku belum datang juga. Ini sudah hampir pengumumannya. Kenapa mereka terlambat sekali ?" Hanna mulai panik.
"Mungkin macet atau sedang ada urusan. Sabar dulu..." Ayu mencoba menenangkan Hanna kembali.
Setelah mendengar pidato panjang dari pimpinan pesantren, tibalah akhirnya pengumuman siswa berprestasi di hampir akhir acara.
Juara ketiga, bukan nama Hanna yang dipanggil. Ia menjadi sangat gugup dan bertambah panik. Juara kedua, bukan namanya lagi yang dipanggil. Hatinya sudah mulai pasrah. Ia sebenarnya tidak terlalu yakin dengan kemungkinannya menjadi juara pertama. Ia sebelumnya tidak pernah mendapatkan posisi itu.
"Miyl, kalau aku menikah setelah ini, kamu harus datang ya. Kamu harus berjanji." Hanna sudah meneteskan air matanya. Ia melihat dengan tatapan putus asa ke lantai.
"Ya Allah Hul... Belum diumumkan kan juara pertamanya. Jangan putus asa dulu. Memangnya ayahmu tidak bisa dibujuk lagi ya ?" tanya Ayu yang sedikit penasaran dengan ayah Hanna.
"Ayahku itu orangnya keras. Sejak kecil aku sudah terbiasa dididik untuk selalu patuh pada ayahku. Akan fatal akibatnya kalau aku melawan.
Memang, semua keputusannya untuk kebaikanku, tapi kadang aku tertekan karena merasa terpaksa dengan semua perintahnya yang harus selalu aku lakukan." Hanna mengusap butiran air matanya yang mengalir di pipinya."Sejak kecil aku bersekolah di sekolah khusus anak perempuan. Pergi sekolah diantar, pulang sekolah dijemput. Aku tidak pernah bermain bersama teman temanku di luar rumah. Aku selalu berada di rumah, hanya diam saja di rumah, bukan dikurung, tapi... Kadang rasanya seperti itu. Aku tidak pernah tau rasanya berteman dengan anak laki laki. Jadi aku takut memulai pertemanan itu dengan sebuah pernikahan." Hanna masih menatap lantai dengan putus asa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjalanan Menuju Tarim
RomanceAssalaamualaikum warahmatullaahi wabarokaatuh Catatan: "Konflik terjadi di tengah cerita. Please, sabar ya..." Bismillaahirrohmaanirrohiim Dengan izin Allah saya mencoba menulis cerita ini dengan pengetahuan dan kemampuan yang dipinjamkan Allah ke...