Ara menatap jengah bu Arum selaku guru pelajaran sejarah dengan pandangan bosan, sejak tadi matanya tak pernah berpaling dari jam dinding yang terletak tepat di atas kepala bu Arum yang sedang menjelaskan materi sejarah yang-sudah pasti-membosankan, apalagi cara penerangannya yang membuat semua murid rasanya ingin memejamkan matanya saja karena penjelasannya lebih mirip sebagai dongeng pengantar tidur dari pada penjelasan materi.
'Huh, kapan sih selesainya?' Ara adalah salah satunya, ia bahkan terus terusan mendumel di hatinya tentang kapan jam pelajaran bu Arum habis.
Ia bahkan sudah mencoba mengusir rasa bosannya dengan mencoret-coret halaman belakang bukunya, dan tak cuma itu saja pikiran gadis itu pun tak pernah hilang saat pembicaraannya dengan Kay tadi di depan pintu toilet berkeliaran di pikirannya.
'Permintaan pertama, lo nggak boleh ngehindarin gue lagi'
Memangnya siapa dia? Bahkan Ara tak merasa bahwa ia sedang menghindari Kay, mungkin Kay nya saja yang terlalu peka, bahkan ia langsung melenggang pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun saat itu untuknya, biarlah, ia tak ingin terlalu ambil pusing.
Baru saja ia ingin berhenti memikirkan tentang kejadian tadi-waktu didepan toilet-bel istirahat kedua berbunyi nyaring membuat semua murid bisa bernapas lega, apalagi setelah bu Arum meninggalkan kelasnya.
Ara segera bangkit dan langsung menggandeng tangan Nadya.
"kantin yok" katanya yang dibalas anggukan oleh Nadya.
Namun baru saja ia ingin melangkah, ia seperti teringat sesuatu, ia menolehkan kepalanya kebelakang dan mendapati Giska yang sedang memasukkan peralatan belajarnya ke tas.
"Gis, kantin yok" Giska yang merasa dipanggil mendongakkan kepalanya, ia tersenyum sejenak sebelum ia menganggukkan kepalanya, ia senang ada yang menunggunya untuk mengajaknya ke kantin, walaupun ia sedang tak lapar, namun ia harus menghargainya bukan?
Ketiga gadis itu melangkahkan kakinya memasuki kantin, namun baru saja mereka akan duduk Giska menegakkan tubuhnya lagi membuat kernyitan di dahi Ara dan Nadya.
"Mau kemana?" Tanya Ara.
Giska tersenyum sejenak "mau ke toilet, tunggu bentar ya!" ia melangkahkan kakinya setelah mendapat anggukan dari Ara dan Nadya.
Bagi Giska yang memang baru tiga hari berada di sekolah ini, ia sudah sangat hafal dimana letak kantin, toilet, ruang guru, dll. Jadi tak terlalu sulit baginya untuk menemukan dimana lokasi toilet wanita berada.
Ia terus melangkahkan kakinya menuju belokan koriodor yang lumayan sepi, namun langkahnya seketika terhenti kala mendengar-samar samar- suara seseorang merintih kesakitan.
Bersyukurlah dia karna ia diberkati tingkat ke kepoan yang tinggi, ia melangkahkan kakinya mendekati gudang yang paling pojok, bahkan ia sudah melupakan tujuan awalnya untuk ketoilet, namun feeling nya menyuruh dia untuk mendekati gudang itu.
Tanpa rasa takut ia membuka pintu yang tak terkunci pelan pelan dan apa yang ia lihat membuat lututnya lemas dan tak mampu untuk tidak berteriak.
"KYAAA"
***
"Ra, Giska kok lama banget sih ke toiletnya? Jangan jangan dia nyasar lagi"
Ara yang masih mengunyah batagornya tak menyahuti perkataan Nadya, ia memang sempat berpikiran sama seperti Nadya, namun sebisa mungkin ia menepis pemikiran itu.
"Nggak mungkin lah, kan lo sendiri yang nunjukin letak toiletnya"
"Iya sih, tapikan bisa aja dia lupa, atau jangan jangan dia dikerjain lagi" Ara memutar bola matanya malas, tak habis pikir dengan jalan pikirnya Nadya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe
Teen Fiction"Sampai kapan kau akan melupakannya?" "Entahlah" "Mungkin selamanya..." ****** Kesepian yang sesungguhnya adalah ketika kau hidup ditengah orang-orang yang menyuruhmu untuk berpura-pura.