«15» Masih Sama

26 3 0
                                    

Gemerlapan bintang,
Dimalam yang indah dipandang,
Do'a yang bersenandung riang,
Terpanjatkan tanpa halang rintang.
»••«

Yasna POV

Hari ini gue lagi ada di toko buku.
Yang pastinya buat beli novel yang berjudul Hurt (cinta itu datang untuk pergi) karya Heri Putra. Novel yang berhasil membuat para pembaca menjadi terbawa perasaan. Kebetulan gue belum punya itu, jadi gue mau beli sekarang. Tadinya sih malas pergi sendiri, tapi gue udah coba menghubungi sahabat gue dan hasilnya nihil. Mereka tak bisa karena ada kepentingan.

Gue berjalan mengitari setiap rak untuk mendapatkan novel yang dicari. Sambil melihat - lihat novel yang lainnya. Tak lama yang dituju pun di depan mata. Dengan cepat gue mengambilnya.

Drrtttt.. Drrtttt.. Drrtttt..
Handphone gue bergetar. Segera gue angkat.

"Yas, kamu dimana?" terdengar suara Bunda di seberang sana.

Gue mendelik. "Wa'alaikumsalam, Bun" Bunda tak pernah lupa dengan kebiasaan melupakan salamnya.

"Iya, iya. Assalamu'alaikum, Yasna anak Bunda yang cantik tapi juteknya gak ketulungan" Bunda mengulangi perkataannya dengan di lebih - lebihkan.

"Wa'alaikum salam. Ada apa, Bun?"

"Kamu lagi dimana?"

"Yasna lagi di toko buku, Bun"

"Ngapain?"

"Beli rok mini" jawab gue asal.

"Lho? Bukannya kamu anti rok mini, ya? Kamu kan biasanya juga gamis" terdengar Bunda yang menjawab diiringi dengan cengengesan.

Gue mulai geram. "Bunda! Udah, ya. Yasna mau bayar dulu bukunya"

"Rok mininya gak jadi? Padahal Bunda pengen nitip sama kamu buat nanti malam, biar Ayah kamu nempel Bunda terus"

Beberapa kali gue menghela napas agar tak meluapkan emosi ini. "Bun, udah ya. Terserah Bunda aja, Yasna pusing sama Bunda" akhirnya gue pasrah.

Dan tanpa dikendalikan, Bunda mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Hal yang membuat gue cukup kaget karena setelahnya ada suara Tutu tutt.

Berhubung hari sudah semakin sore, dengan cepat gue melangkahkan kaki menuju kasir. Dan tak butuh waktu lama sekarang gue udah di depan toko buku. Ketika gue akan melangkah lebih jauh, ada seseorang yang menabrak gue hingga terjatuh.

"Aaww" pekik gue seraya refleks memegangi lutut yang menjadi sasaran empuk nya.

"Sorry, gue gak sengaja" ucap seseorang itu yang kemudian membatu gue berdiri.

Saat gue akan protes, tapi tertahankan. "Gampang bilang sorry, nih lut-" gue sengaja berhenti berbicara saat menyadari siapa yang ada di hadapan gue saat ini.

Gue gak tau pasti ini apa. Tapi rasanya ada yang sedang melompat kegirangan sebagian organ tubuh gue. Padahal lutut masih terasa dengan jelas berdenyut kencang. Awalnya gue sangat marah sama pelaku yang buat lutut ini luka. Tapi lain halnya saat gue melihat pelakunya. Tak tau kenapa bibir ini membentuk lengkungan khusus menjadi sebuah senyuman.

"Lo gak papa, Yas?" tanya Eshall kembali memastikan.

Gue hanya mampu menggeleng pelan. "Gak papa, cuma lecet dikit" jawab gue.

"Lecet? Pasti sakit tuh. Ke rumah sakit aja, ya. Gue antar lo" ucap dia lagi yang memberi perhatian.

'Gue rela lecet kayak gini, kalo lo yang nolong gue' gue hanya bisa berkata itu dalam hati. "Gak usah lebay gitu, gue gak papa bentar lagi sembuh kok"

"Serius?" gue hanya mengangguk. "Ya udah, sekali lagi gue minta maaf ya, udah bikin lo kayak gini" tambah Eshall menyesali perbuatannya.

"Lo kan gak sengaja, Shal. Tenang aja kali"

"Ya udah, lo harus maafin gue. Jangan sampai rasa cinta lo berkurang buat gue" ucapnya lagi seraya mengedipkan sebelah matanya.

'Ampun dah. Gue kagak kuat!'

»••«

Adeeva POV

Jangankan keluar rumah sendiri, kalo ada yang menemani juga kadang - kadang mager. Apalagi di suruh belanja mana sendiri pasti juga bukan dikit belanjaannya. Tapi apa boleh buat gue gak boleh tolak maunya Bunda. Gue juga gak mau kayak maling kundang ntar gue dikutuk jadi kandang, eh maksudnya jadi batu.

Setelah sampai ditempat tujuan, gue segera memilih dan membawa barang yang sudah Bunda tulis di kertas. Ternyata tak butuh waktu lama berhubung barang yang dibeli Bunda hanya sedikit. Ketika gue rasa sudah semua, lantas gue segera kembali ke rumah menggunakan taksi.

Sesampainya di halaman rumah, gue terheran saat sebuah mobil avanza mewah terparkir manis di sebelah mobil milik Bunda. 'Gue rasa tadi gak ada deh' batin gue. Tanpa berpikir panjang gue masuk ke dalam rumah, tak lupa memberikan salam.

"Nah itu Deeva udah pulang. Sini" ucap Bunda menyambut kedatangan gue. "Deeva, kenalkan ini teman Bunda namanya tante Qiky, dan ini anaknya"

Gue tersenyum kearah Tante Qiky. "Adeeva, Tan" ucap gue seraya mencium punggung tangan Tante Qiky.

Pandangan gue pun teralih pada sosok yang tengah duduk tertunduk di samping Tante Qiky. Gue mengulurkan tangan. Terlihat perlahan dia mulai mengangkat wajahnya dan... Gue menatapnya dengan tatapan bingung sekaligus seneng juga. "Uqi?" panggil gue secara refleks.

Syauqi pun tersenyum. "Hai Deev" sapanya.

"Lho kalian udah pada kenal?" tanya Tante Qiky.

Gue mengangguk sekilas. "Satu sekolah" jawab gue.

"Satu kelas pula" tambah Syauqi.

Tante Qiky tertawa renyah. "Bisa kebetulan gini, ya" timpalnya. "Deev, kamu tambah cantik aja udah beranjak dewasa" puji nya yang membuat gue tersipu malu.

"Tante juga gak kalah cantik kok. Meskipun setelah aku" Tante Qiky terkekeh.

"Ya udah, gue tinggal dulu masak ya, Ky. Lo ngobrol dulu aja sama anak gue" maklumlah Bunda gue gaul orangnya, saking gaulnya sampai gak tau malu usia segini masih aja pake lo-gue.

Tak lama setelah Bunda pergi ke dapur untuk menyediakan sianida, lha nggak deng maksud gue membuat makanan, akhirnya gue diinterogasi habis - habisan oleh Tante Qiky. Dia terus menanyakan hal ini itu. Gak tau apa gue mau ngobrol sama anaknya? Ampun dah untung udah uzur makanya gue ladenin juga ini emak - emak. Kalo nggak udah gue tinggal. Ya jelas mending ngobrol sama anaknya lah mana gantengnya gak nahan gitu. Gula aja kalah sama senyuman manisnya. Gila! Gue tersepona. Iya.. Iya terpesona maksudnya. I like it.







TBC..
Jangan Lupa Voment..

All About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang