Jimin bukanlah seorang pengecut;
Ia hanya seorang laki-laki yang muak bermain dengan takdir. Muak dicurangi, diludahi bahkan diinjak-injak oleh takdir yang selalu ia percayai. Hingga aakhrinya Jimin menemukan titik jenuh, dan membuat simpul mati.
Maka ketika tubuhnya tergolek di atas brankar; didorong secara mengenaskan oleh petugas kesehatan, Jimin hanya menutup mata. Menanti gelap menyambut hidupnya, sembari merapalkan harapan. Bahwa ini adalah saat terakhirnya.
Nyatanya Jimin telah berulang kali mencoba, dan berulang kali pula diejek oleh takdirnya karena gagal. Jimin merasakan tubuhnya disergap perasaan panas dingin, luka goresan di pergelangan tangannya berkedut nyeri. Toh Jimin tidak peduli;
yang ia semogakan hanya mati.
.
.
"Berhenti menjadi pengecut, Man."
Namjoon-satu-satunya wali Jimin yag tersisa setelah kebakaran maut itu kembali berceloteh. Melihat bagaimana Jimin yang hancur setiap kali diangkut di atas brankar, dengan hati yang kosong dan terluka.
"Maka berhentilah melakukan tindakan bodoh,"
"Bicarakan hal itu pada dirimu sendiri,"
Berdebat dengan Namjoon hanya akan membuat pusing; sebab Namjoon tiada paham mengenai masalah hatinya. Dan seberapa gelap pemikirannya yang meminta sang raga menyusul jiwanya yang telah mati.
Ya; mati secara harafiah.
Setelah keluarganya lenyap bersama kebakaran hebat, tunangan yang dicintai Jimin hingga kepayahan pun direnggut secara paksa oleh sebuah kecelakaan. Praktis; tiada alasan lagi untuk hidup. Sebab hati Jimin telah mati.
"Manusia tidak bisa memutuskan kapan dia akan mati, Jim-"
Sebab melihat Jimin yang sekarat setiap kali melakukan percobaan bunuh diri, membuat Namjoon terenyuh. Jimin adalah lelaki yang kuat, namun entah mengapa takdir seolah membenci Jimin hingga hidupnya selalu ditumbalkan untuk patah hati.
"-jangan berlagak seolah menjadi Tuhan atas nyawamu sendiri,"
Sebab Jimin adalah lelaki keras kepala. Bukan pertama kalinyaNamjoon menyaksikan Jimin sekarat. Dengan melukai tangannya, atau meracuni tubuhnya. Hingga pembicaraan siang itu terhenti ketika satu perawat mengetuk masuk ke bilik ruang perawatan Jimin.
.
.
"Hai,"
Satu sapaan manis menghampiri Jimin yang terfokus pada bukunya. Netra Jimin mendongak, menemukan satu figur pemuda manis yang menyapanya dengan sebentuk senyum khas kelinci. Pemuda itu mengenakan piyama bercorak cerah-secerah senyumannya.
"Oh h-hai,"
Jimin tersenyum canggung, menyambut uluran tangan pemuda yang nampak asing. Namun senyumnya nampak ramah dan hangat.
"Namaku Jeon Jungkook"
Manis.
Jimin merasakan pesonanya yang ramah dan hangat ketika pemuda itu enyebutkan aksara namanya.
"Ya, Jungkook. Aku Park Jimin"
"Aku sering melihatmu dibawa kemari," ucapnya.
Namun netranya melirik ke arah pergelangan tangan Jimin yang terbalut perban. Terlihat menyakitkan yang membuat Jungkook berjengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Moments [JiKook-Jimin x Jungkook]
Short StoryJimin adalah lelaki keparat yang berlagak Tuhan untuk memutuskan kapan nyawanya berakhir; Jungkook hanyalah pemuda yang menunggu jantung untuk melanjutkan hidup;