“Sayang, aku tunggu di luar ya, sekalian manasin mobil,” ujar Adit sambil berjalan keluar rumah, memainkan kunci mobil di tangannya. Vera hanya menoleh sejenak, “Iya, Mas,” jawabnya singkat, sambil tetap sibuk merapikan alis dan mengoleskan lipstik di bibirnya.
Sementara itu, kepala Adnan muncul dari balik pintu kamar. Ia menghampiri Vera, lalu mengecup lembut ubun-ubun istrinya. Pandangannya tertuju pada wajah cantik Vera yang terlihat semakin anggun dengan riasan tipis yang dipakainya. Pantulan wajah Vera di cermin rias memancarkan aura keanggunan yang membuat Adnan tersenyum.
Vera membalas senyum suami keduanya itu melalui cermin. “Jadi, kamu tetep pergi?” tanya Adnan, tangannya perlahan mengelus pundak Vera dengan lembut.
“Iya dong, Mas. Masa nggak datang? Lagipula, aku nggak akan lama. Paling-paling jam sembilan malam aku udah pulang,” jawab Vera sambil mengoleskan lipstik berwarna peach di bibirnya. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul delapan pagi, lalu buru-buru berdiri dan memberi Adnan ciuman singkat di bibir.
Ketika Vera sudah hampir di ambang pintu kamar, ia kembali berbalik dan mendekati Adnan. Dengan penuh hormat, ia mencium tangan suami keduanya.
“Aku berangkat dulu, Mas,” pamit Vera dengan sopan.
“Iya, hati-hati di jalan,” jawab Adnan lembut, sambil menatap Vera yang perlahan menghilang dari pandangannya.
Begitu Vera pergi, Adnan segera keluar dari kamar adiknya dan menghampiri pengasuh Daffa yang sedang bermain dengan anak mereka. “Shana, biar saya saja yang ngajak Daffa main,” ujar Adnan, mengambil alih Daffa dari gendongan Shana, sang pengasuh.
Shana menyerahkan Daffa kepada Adnan, memperhatikan bagaimana Papanya mencoba memberikan perhatian yang selama ini sering terabaikan karena kesibukan mereka. Shana hanya bisa diam, menyaksikan momen yang langka tersebut. Di dalam hatinya, ia tak bisa menahan sebuah pemikiran yang terus mengganggu pikirannya.
"Ah... andai saja Pak Adit tidak mandul, pasti mereka sudah menjadi keluarga yang bahagia," gumam Shana pelan, sambil menundukkan kepala. Jemarinya dengan gugup meremas kain gendongan Daffa, seakan mencari pelarian dari perasaan yang bergemuruh di dadanya.
Tak disangka, suara Kendra tiba-tiba terdengar dari belakang, membuat Shana tersentak kaget. “Menurutmu, kehidupan Vera dan Adit sekarang tidak bahagia karena kehadiran saya dan Adnan?” Kendra menyela dengan nada tenang, namun penuh arti.
Shana segera berbalik, wajahnya pucat dan pandangan matanya menunduk. "Maaf, Pak... bukan itu maksud saya," jawabnya gugup, berusaha membela diri.
Kendra menatapnya dengan tatapan tajam, namun suaranya tetap tenang. “Saya paham maksudmu. Sudahlah, kembalilah ke dapur,” ujarnya, memberi perintah tegas.
Tanpa banyak bicara, Shana mengangguk cepat dan segera berjalan menjauh, menuju ke dapur seperti yang diperintahkan.
Kendra memandangi punggung Shana yang perlahan menghilang dari pandangannya, sebelum menghela napas panjang. Dalam hati, ia berbicara pada dirinya sendiri, “Seolah aku ingin merusak kebahagiaan adikku sendiri. Tapi kalau ini memang sudah takdir, apa yang bisa aku lakukan?” Pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawaban, bergulat dengan perasaan bersalah dan ketidakberdayaan terhadap keadaan yang sudah terlanjur terjadi.
"Mas! Jangan ngelamun, ya. Bahaya kalau nyetir sambil ngelamun," tegur Vera lembut, sambil menyentuh bahu Adit.
“Hah? Eh, iya... Enggak kok! Memang bahaya kalau menyetir sambil melamun," jawab Adit sedikit gugup, berusaha mengalihkan perhatian dari pikirannya yang melayang entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
POLIANDRI (3 suami)
Romansa-SUDAH TERBIT DI PLAYSTORE VERSI EBOOK LENGKAP- terserah orang mau liat gue gimana, yang jelas gue punya suami tiga dan mereka bersaudara. awalnya gue cuman punya satu suami, tapi karena suami gue gak bisa kasih gue keturunan, Ya, dia mandul. akhirn...