Tangan mungil seorang pemuda yang juga berperawakan mungil sepertinya terlihat kesusahan ketika membawa setumpuk buku tugas milik teman - temannya.
Kadang ia merasa, menjadi ketua kelas hanya akan menyiksa kondisi fisiknya yang memang sudah lemah dari dulu.
Dan sepertinya teman - temannya memang sengaja memilihnya menjadi ketua kelas, yeah, bahasa kasarnya memanfaatkannya saja.
Menjadi anak dari presdir perusahaan besar tidak menjamin seorang Lee Taeyong menjadi anak populer.
Lain halnya dengan sang adik, Lee Haechan. Pemuda yang lebih tinggi beberapa centi darinya itu sangat disegani bahkan di idolakan oleh seluruh sekolah.
Well, walaupun seperti itu Taeyong tidak pernah merasa iri, karena baginya, adik dan seorang sahabatnya, Dong Winwin, sudah lebih dari cukup untuk mendukungnya bertahan di sekolah yang memuakkan ini.
Langkahnya terhenti saat sepasang sepatu menghalangi jalannya. Ia sedikit memiringkan kepalanya supaya dapat melihat siapakah yang tengah 'bercanda' dengannya ini.
Matanya langsung membulat saat seorang pemuda berperawakan, dengan senyuman yang menawan baginya, Mark Lee, menghalangi jalannya.
"Lee Taeyong?" sapa pemuda itu. Taeyong terdiam. Tak menyangka juga akan bertemu sang pujaan hati disaat ia tengah merenungi hidupnya.
Ia bahkan tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya ketika berhadapan dengan seorang Mark Lee. Yeah, walau sebenarnya ia sering bertemu dengannya. Tapi hey, semua orang pasti akan mati - matian menahan degupan jantungnya yang menggila saat bertemu dengan orang yang disukainya selama ini, dan itu cukup membuat suaramu seperti tercekat di tenggorokan dan tak mau keluar walau hanya huruf A saja.
"Hey, Taeyong-sshi?" Mark melambai di depan wajahnya.
"Ya?" Mark terkekeh kecil.
"Mau kubantu? Kau terlihat kesusahan membawanya." Taeyong tersenyum layaknya orang bodoh. Ia hanya menggeleng pelan.
Jujur, suaranya benar - benar menghilang saat ini. "Ayolah, kau itu kan mungil, kau pasti keberatan membawa itu semua." Taeyong menunduk dengan wajah yang sudah merona, yah walaupun sebenarnya Mark lebih pendek darinya, namun Mark sudah jelas lebih kuat darinya. Hell, lihatlah otot dan sixpacknya itu. Tinggi tak menjamin seseorang akan kuat secara fisik.
"Tak usah Mark-sshi, kelas kita kan cuma tinggal menaiki tangga itu." Taeyong menunjuk anak tangga ke lantai dua dengan dagunya dan tersenyum kecil.
"Heum, okay. Tapi jika kau butuh bantuan katakan saja." Taeyong mengangguk dan pemuda asal Canada itu pun berpamitan pergi.
Well, mungkin Mark akan menjadi nama baru dalam daftar orang terbaik di hidup Taeyong. Eh tunggu, Mark pergi disaat jam pelajaran?
Oh, bisa ditebak, mungkin pemuda itu akan membolos dengan Jung Jaehyun. Jung Jaehyun? uh, memikirkannya saja Taeyong tak sudi. Entah kesialan apa sehingga membuatnya harus sekelas lagi dengan Jung Jaehyun di kelas dua.
Yeah, walau pun dia sangat senang saat tahun kedua ini bisa sekelas dengan Mark, tapi-oh, Jung Jaehyun? dialah masalah paling berat di kehidupan remaja Taeyong.
Bruukk.
"Ups, jeosonghamnida Taeyong agasshi, aku tak sengaja." Hell?! 'agasshi'? Siapa lagi yang memanggil Taeyong seperti itu kalau bukan manusia salju, Jung Jaehyun. Malaikat pencabut nyawa bagi Lee Taeyong. Hanya orang gila yang memanggilnya dengan sebutan 'agasshi', heum seperti itulah pemikiran Taeyong.
Hey Jung Jaehyun, Lee Taeyong bukan seorang wanita, kay. Taeyong menghela nafas, ia memilih diam dan berjongkok untuk memunguti buku - bukunya yang terjatuh karena ulah Jung Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confession (JAEYONG)✔
FanfictionJAEYONG // MARKHYUCK Ada alasan tertentu yang membuat Jaehyun membenci Taeyong. Dan alasan itu pula yang membuat keduanya merasakan hal aneh pada diri mereka. "Lawan dari cinta bukanlah benci, melainkan rasa ketidakpedulian." -Robert Fulghum. Publi...