6. good bye

2.3K 74 0
                                    

its a paradise and it a war zone

Dalam perjalanan pulang di dalam taksi Vale melamunkan banyak hal. Dia senang karena Vano telah meyatakan perasaannya, namun juga takut karena pasti orang tuanya sudah tau apapun yang dilakukannya yang imbasnya mungkin akan sangat menyakitkan bagi Vale dan Vano.

Sesampainya di rumah, Vale bergegas membersihkan diri dan beristirahat. Dia melamun memikirkan masalah yang akan dihadapi. Menghiraukan telfon yang terus menerus berdering.

"Vale, keluarlah dan makan!" suara mama Vale memecah lamunannya.

Vale bergegas turun dan bergabung dengan orang tuanya untuk makan. Dia tidak bisa menyembunyikan wajah lesunya. Wajah yang terlihat banyak pikiran.

"besok kau akan pindah ke Singapore!" ucap papa Vale dengan tegas.

Vale hanya melotot kaget kearah piring di depannya. Tanpa berusaha membantah. Dia tidak bicara apapun dan hanya menyelesaikan makannya. Setelah itu bergegas ke kamar.

Di dalam kamar Vale menumpahkan air mata yang sedari tadi dia tahan. Dia kesal dan kecewa tapi tak tahu kepada siapa. Dia tidak bisa kesal karena yang dilakukan ayahnya memang benar bahwa Vale tidak seharusnya membuang waktu dengan pacaran. Dia juga tidak bisa kesal dengan Vano karena cinta tidak bisa disalahkan. Vale paham dengan jalan pikiran orang tuanya dan selama ini dia berusaha menjalankan sesuai perintah. Namun kali ini pertahanannya jebol. Gejolak cinta itu menghanyutkannya.

Vale beranjak mengambil handpone dan membuat voice note untuk Vano.

"Vano, aku juga mencintaimu. Orang tua ku melarangku pacaran untuk kebaikan ku. Mereka takut itu akan mengganggu pikiranku. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Maafkan aku karena tidak jujur dari awal. Aku akan ke Singapore besok. Jika memang kita ditakdirkan bersama, suatu saat kita akan dipertemukan lagi, good bye baby" begitulah isi pesan Vale untuk Vano.

Selanjutnya Vale menangis hingga dia kelelahan dan tertidur. Hingga pagi buta ia telah dibangunkan dan beranjak ke bandara.

Dari semalam setelah Vano mendengar pesan dari Vale dia tak bisa tenang dan terus saja gelisah. Vano pikir orang tua Vale melarang karena perbedaan kasta keluarga antara mereka. Orang tua Vale seorang pemilik perusahaan dan orang tua Vano manager.

Jam 7 pagi Vano sudah berada di depan rumah Vale. papa Vale memberi ijin untuk Vano masuk.

"om saya Vano. Maafkan saya karena telah lancang. Saya mencintai putri om dan saya berjanji tidak akan merusaknya atau menyakitinya. Saya akan bersikap baik." Vano, dan juga orang tua Vale sudah berada di ruang tamu.

"tapi Vale sudah terbang ke Singapore sekarang" ucap papa Vale dengan santai

"om tolong kembalikan Vale. saya akan berusaha keras agar kedudukan keluarga saya sederajat dengan anda nantinya. Tolong untuk saat ini jangan nilai dulu kasta saya" ucap Vano dengan bergetar dan degupan jantung yang memicu keras

"sudahlah, kau masih kecil belum tahu apa apa, pulanglah" Papa Vale pergi ke arah mobil yang sudah siap mengantarnya ke kantor.

....

Flashback

"apa yang dilakukan putriku kali ini?" tanya papa Vale kepada anak buahnya

"mereka berciuman di danau Tuan" sembari menyerahkan beberapa foto kejadian Vale berciuman dengan Vano.

"tugasmu selesai disini saja, jangan awasi Vale lagi" perintah Papa Vale kepada anak buahnya. Memang sudah sejak Vale menginjak remaja, papanya diam-diam mengirim orang untuk mengawasinya disamping tugas menjaganya dari jarak jauh.

Papa Vale bergegas menemui istrinya hendak membicarakan keputusan yang akan ia ambil untuk putrinya. Mengambil mobil dan mengemudikannya sendiri. Dinginnya suhu AC tidak mengurangi panas yang dirasakan di otaknya karena memikirkan hal buruk yang akan dialami putrinya. Ditambah ini putrinya telah kehilangan ciuman pertamanya sebelum menikah. Memang semua terkesan over namun ini karena ia tak mau putrinya menyesal di masa depan.

"duduklah aku mau kita bicara!" dengan sigap istrinya langsung mengambil posisi duduk. Mereka tengah berada di ruang makan.

"aku akan mengirimnya ke Singapore besok!" ungkap papa Vale dengan mata yang menyalang menahan geraman.

"jika mereka terus seperti itu mereka tidak bisa fokus dengan pendidikan, itu hanya akan membuang waktu. Memangnya apa yang mereka dapat jika menghabiskan waktu bersama terus menerus? Mereka hanya akan kehilangan masa mudanya dengan sia-sia"

"tenanglah dulu, mungkin jika kita bicara baik-baik dengan mereka, mereka akan paham" ucap mama Vale dengan mengusap tangan suaminya.

"keputusanku sudah pasti tidak bisa diubah. Masa muda itu tidak lebih dari hubungan teman, memangnya apa yang akan mereka dapatkan dari pacaran. Kalau mereka sudah dewasa baru aku akan membiarkan itu." ucap papa Vale penuh penekanan.

Lalu papa Vale menghubungi sekretarisnya dan memerintahkan untuk menyiapkan penerbangan Vale ke Singapore dan juga keperluan Vale di sana termasuk sekolahnya.

Flashback end

"malam ini aku harus menemui papa Vale lagi" ucap Vano dalam hati.

Ketika Vano telah berada di depan pintu gerbang rumah Vale dia tidak diijinkan masuk oleh orang tua Vale. meskipun Vano telah memohon berulang kali. Akhirnya Vano pulang dan memikirkan cara lain.

Keesokan paginya Vano telah berada di parkiran kantor perusahaan keluarga Vale menunggu papa Vale datang.

Beberapa saat selanjutnya mobil papa Vale sudah sampai dan Vano bergegas mendekatinya. Dengan sigap pengawal telah menahan Vano untuk menjauh. Vano terus meronta melepaskan diri dari kungkungan pengawal. Hampir saja terjadi perkelahian karena Vano terus melawan.

"lepaskan dia, biarkan ikut ke ruangan ku" perintah papa Vale.

Kini mereka berdua telah berada di satu ruangan duduk berhadapan. Mereka berada di ruang yang biasa digunakan meeting oleh papa Vale.

"om memangnya apa salah saya sehingga anda memisahkan kami ? Anda tahu kalau cinta itu anugrah dari Tuhan dan tidak bisa disalahkan" ucap Vano dengan tegas.

"cukup fokuslah pada sekolahmu nak" ucap papa Vale menahan emosi. menghadapi anak muda harus hati-hati agar dia bisa paham sendiri.

"saya berprestasi di sekolah, dan Vale tidak membuat prestasi saya turun, justru jauh darinya kini membuat prestasi saya sedikit turun"

"kau harus fokus dengan cita-citamu dulu, kau hanya akan membuang waktu jika terus berpacaran, om tidak masalah dari keluarga mana kau berasal apa kaya atau miskin, asalkan di waktu yang tepat kau meminta Vale dariku bukan sekarang"

Vano hanya diam mencerna perkataan papa Vale barusan.

"pikirkanlah, apa manfaatnya jika kalian berpacaran sekarang? Pikirkan juga apa yang terjadi jika kalian fokus dan bersungguh-sungguh pada sekolah! Aku sudah tahu kau itu seperti apa, makanya, sangat di sayangkan jika kau membuang waktu dengan hal tidak berguna" ungkap papa Vale dengan nada penuh kasih sayang.

"asalkan anakku bahagia dengan siapa pilihan pasangannya nanti aku akan ijinkan, tapi nanti bukan sekarang kau paham?"

"maafkan saya om" ucap Vano yang sudah mulai memahami nasihat

"aku tidak menemukan obat selain menikah dari orang yang tengah jatuh cinta, dan aku belum ingin mengobati kalian"

"saya mengerti om" jawab Vano

"aku akan lebih bangga lagi jika menyerahkan putriku kepada orang yang tepat" ungkap papa Vale dengan senyum ringan

"saya berjanji akan fokus dan sukses secepat mungkin" ucap Vano penuh semangat.

"ya dan biarkan putriku meraih kesuksesannya sendiri"

Kemudian papa Vano pergi meninggalkan ruangan menuju ke ruangan pribadinya.

We Will be OkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang