Sweven (Himuro Tatsuya X Shiina Kuritsu)

22 3 0
                                    

Kuroko no Basket Fanfiction Indonesia

New Year Event by All Member of  Kurobas_Is_Life

Sweven

(Himuro Tatsuya x Shiina Kuritsu)

Written by vasiadiadein

Shiina Kuritsu © vasiadiadein
Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi

******  

Sweven [swev-uh n] (noun Archaic) a vision seen in sleep; a dream.

Dia bukanlah pemain terbaik di dunia ini. Aku tahu itu. Namun setidaknya, dia memiliki hati yang teguh untuk terus berjuang demi hobi yang sangat ia sayangi itu. Aku merupakan salah satu orang yang menjadi saksi perjuangannya melalui semua lika-liku yang ada. Karena itu, aku juga akan selalu berjuang demi dirinya.

Pada pertemuan pertama kami, dia tersenyum manis padaku.

Aku bertemu dengannya pada saat hujan turun dan kami sama-sama tidak punya pilihan lain selain singgah di salah satu bangunan terdekat. Dengan bola basket yang dia pegang erat-erat di kedua tangannya seakan-akan tidak rela untuk melepasnya, dia terlihat sangat lelah dan akan pingsan saat itu juga. Maka dari itu, aku bertanya padanya,

"Apakah kau baik-baik saja?"

Dia terlihat terkejut dengan pertanyaanku. Mungkin dia berpikir bahwa hanya ada dia dan kesendiriannya di bawah guyuran hujan yang menenangkan hati itu. Meski senyum yang ia tunjukkan padaku sangat indah, aku tak percaya padanya saat dia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Aku adalah salah satu dari orang-orang yang memang jarang menyunggingkan senyuman. Karena itu, aku tidak tahu apa arti senyum tersebut. Mungkin dia tersenyum padaku hanya untuk menutupi fakta bahwa dia terlihat menyedihkan di depan orang lain, atau entah apa alasannya.

Pada pertemuan kedua kami, dia menanyakan namaku.

Bukanlah sebuah kebetulan aku melihatnya di salah satu lapangan basket di kota. Tentu saja dia adalah seorang pemain basket. Karena terakhir kali kami bertemu, aku melihatnya membawa bola itu dengan penuh kasing sayang seakan-akan dia takut benda itu akan jatuh di genangan lumpur yang mengotori sepatunya.

Aku melihatnya bermain dengan penuh kebahagiaan, seolah-olah bermain basket adalah segalanya baginya. Mungkin memang begitu. Namun, aku pada saat itu tidak pernah berpikir bahwa hobi yang dia perjuangkan adalah hal yang akan mengangkatnya dan membuatnya jatuh pada saat yang sama.

Dalam perjalanan menuju tempat tujuanku, aku hanya sekadar melihatnya dari kejauhan. Dan aku tidak mempunyai hak maupun kemauan untuk menyampuri urusannya. Maksudku, urusannya bukanlah urusanku, bukan? Aku bahkan tidak mengetahui namanya pada saat itu. Karena itu, aku yang saat itu berhenti berjalan meneruskan langkahku menuju tempat tujuanku.

"Hei, kau! Tunggu sebentar!"

Langkah kakiku pun terhenti saat aku mendengar teriakan penuh asa itu.

"Kau! Kau adalah gadis saat itu, bukan?"

Aku tidak mengerti maksudnya. Untuk apa dia menghampiriku, dan untuk apa dia tersenyum seperti itu padaku. Aku yakin apabila awan mendung menutup langit yang tak terbatas itu, senyumnya dapat mencerahkan hari ini dan membawa sang raja siang kembali menerangi pertemuan ini. Aku sampai harus mengedipkan mataku berkali-kali agar dapat melihatnya dengan jelas tanpa harus menyakiti mataku karena senyumannya yang bersinar itu.

"Huh?"

Aku pun tak dapat berkata apa-apa. Aku hanya dapat melihatnya dengan penuh keheranan seakan-akan dia adalah makhluk asing yang tiba-tiba saja muncul di hadapanku.

"Namamu! Siapa namamu?"

"...Shiina. Shiina Kuritsu."

Dan pada saat aku menyebutkan namaku, aku tidak percaya bahwa senyumnya bisa menjadi lebih lebar lagi.

"Salam kenal. Namaku Himuro Tatsuya..."

Semenjak hari dimana aku mengetahui namanya, banyak hal yang telah terjadi. Entah kenapa aku selalu bertemu dengannya di waktu-waktu yang tak terduga. Dan sayangnya, aku pun belum pernah menunjukkan senyumku padanya. Aku tidak tahu pasti mengapa, hanya saja aku berpikir bahwa dia belum menunjukkan padaku semua tentang dirinya. Seperti sebuah koin yang tergeletak begitu saja, aku hanya dapat melihat satu sisi darinya. Sedangkan sisi lainnya, tertutup oleh semua senyuman manisnya.

Pada saat orang tuanya bercerai, dia datang kepadaku dan kami menghabiskan waktu satu hari penuh bersama. Aku menuruti semua keinginannya untuk bersenang-senang, dan dia tidak menyentuh bola basket kesayangannya itu. Saat aku bertanya mengapa, dia hanya menjawab bahwa dia ingin menikmati waktu denganku semampunya. Dan aku mempercayainya, karena dia tidak akan mungkin berbohong padaku, bukan?

Dan aku tahu bahwa aku tidak seharusnya percaya padanya sepenuhnya, karena dia pergi meninggalkanku.

Mungkin aku terlalu berlebihan saat aku mengatakan itu, tapi dia telah kembali ke tanah kelahirannya tanpa sepengetahuanku. Apakah itu sebuah kecurangan padaku? Aku tidak tahu pasti, karena aku bukanlah seseorang yang peduli akan hal-hal yang terlihat sepele seperti itu. Maksudku, bukankah itu adalah hukum alam bahwa manusia akan datang dan pergi begitu saja? Itu hanyalah siklus yang sering aku temui dan bukanlah hal yang tidak biasa bagiku.

Setelah sekian lama, aku mendapatkan kabar darinya. Aku pergi menemuinya saat dia mengatakan bahwa dirinya mengalami kecelakaan kecil saat bermain basket. Kecil? Yang benar saja. Cedera Anterior Cruciate Ligament atau yang biasa disebut dengan ACL bukanlah cedera biasa. Cedera tersebut terjadi akibat sobeknya ligamen pada lututnya. Dokter mengatakan bahwa lututnya sudah lama terbebani oleh semua latihan yang ia jalani. Dan ada kemungkinan bahwa dia tidak dapat bermain basket lagi tanpa menjalani operasi.

Dan pada saat itu, aku menjadi saksi jatuhnya air mata pria paling teguh yang pernah kukenal. Aku tahu, aku menyadari seberapa penting basket untuknya. Aku pun mendekap tubuh yang terlihat sangat rapuh itu. Aku mendekapnya dengan segenap perasaanku, seolah aku berusaha menunjukkan padanya bahwa aku ada di sini. Aku ada untuknya, dan aku akan berjuang bersamanya.

"It'll be fine, I'm here."

Dengan sekuat tenagaku, aku menahan jatuhnya air mataku dan tersenyum padanya untuk yang pertama kali. Aku akan selalu ada untuknya, dan aku akan berjuang bersamanya tanpa henti. Betapa indahnya apabila aku dapat bangun dari semua mimpi buruk ini. Betapa bahagianya dia apabila semua ini hanyalah sebuah mimpi, dan bukan sebuah peristiwa yang benar-benar terjadi padanya.

Tapi apakah kau tahu bahwa dunia ini bukanlah dunia yang adil? Bagaimana bisa manusia yang berjuang dengan segala kemampuannya untuh meraih mimpinya merasakan pahit saat mimpi tersebut hancur di depan kedua matanya sendiri? Mungkin itu adalah pesan dari Sang Pencipta agar dia tak berjuang lagi, bahwa perjuangannya sudah cukup dan dia tidak perlu lagi untuk mandi dalam darahnya sendiri. Hanya Tuhan yang tahu.

Di hari itu, seluruh dunia berbahagia menyambut datangnya hari yang baru, tahun yang baru. Namun, di hari yang sama, aku menjadi saksi jatuhnya seorang pria karena kegigihannya untuk mencapai tujuan yang sangat berharga baginya. Aku menjadi saksi bertemunya dirinya dengan tembok kokoh yang menghalangi dirinya untuk mendapatkan apa yang dia perjuangkan selama ini.

Dan dinginnya hari itu seakan menjadi pengingat bahwa di tengah kebahagiaan berjuta-juta orang di dunia ini, langit lebih memilih untuk menghapuskan kesedihan dirinya dengan menurunkan salju-salju putih tak berdosa yang akan menutup kotornya bumi ini.

The End.

New Year Event (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang