Berani Bermimpi 1

150 2 0
                                    


Seringkali orang rela berlelah-lelah demi impiannya tercapai. Orang juga mengatakan bahwa mimpi adalah sebuah energi yang tersembunyi. Kau tau energi? Orang bilang energi tak akan bisa dimusnahkan, tapi ia bisa dioalah menjadi suatu hal yang luar biasa. Mungkin itulah mengapa orang walau lelah, tetap berlari mengejar impiannya. Walau sesak ia tetap berjalan menuju mimpinya.

Sore, tetesan air jatuh dari langit. Padahal siang tadi begitu panas membakar kulit. Aku duduk di teras menemani adik ku yang kini mengadahkan tangannya. Merasakan air hujan menyentuh telapaknya. Ia tersenyum tak henti. " Aga... Aga" aku memanggilnya dari bangku teras depan. Air hujan terbawa angin. Tempias mengenai bibir teras, menyemprot wajah ku dan adikku. Namun yang dipanggil tetap diam. Tak ada reaksi.

Aku memanggil untuk yang kedua kalinya. Namun ia tetap tertarik pada hujan yang turun. Aku membiarkannya bermain dengan hujan ditangannya, dan membiarkan tempias air menyentuh wajahnya dengan lembut. Aku lupa, bahwa adikku tak akan merespon panggilanku jika sudah terpesona pada sesuatu.

Aku mendekatinya, menyentuh kedua tangannya dan menurunkan kedua tangannya. Ia melihat ke arahku, tapi tidak melihat mataku. Ia menarik tangannya dengan kasar, mengadahkan kedua tangannya kembali merasakan air hujan. "Ayo masuk!" aku berteriak, adikku tetap diam. Aku menarik tangannya, berusaha membangunkannya. Tapi ia meronta, kembali ke tempat semula. Aku berusaha lebih keras membawanya untuk masuk ke dalam rumah sebelum kedua telapak tangan adikku berkerut. Tapi yang ada dia melawanku, ia berhasil memukul mataku hingga terasa perih. Aku menyerah dan melepaskannya. Dia senang? Tentu saja dan kembali ke tempatnya. Aku benar-benar tidak mengerti dengan adiku. Selalu begitu saat terfokus pada sesuatu. Berkali-kali aku terkena pukulannya saat mencoba mengganggu fokusannya yang menurutku aneh itu. ya, hidup 12 tahun bersamanya, tapi aku selalu tidak mengerti tentang dia.

Hujan masih sama derasnya, dan Aga masih asik dtempatnya. Aku mendekati Aga, dan duduk disebelahnya. Mengikuti posisi Aga, mengadahakan kedua tangan, merasakan air ditelapak tangan, dan jatuh ke tanah. Pecah dan menggenang. "kamu benar na, jika tetesan air tidak langsung masuk dalam pelukan bumi maka Tuhan menakdirkannya untuk menunggu" aku teringat pesan ana, saat dimana aku baru membayangkan aku akan menggunakan pakaian putih dan stetoskop menggantung dileherku.

***

next.... ga panjang cerita ini. karena Cerpen

Berani BermimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang