2

86 11 8
                                    

Kring kring

Bunyi alarm memekik keras memenuhi kamar Gabby, ketika jam menunjukkan pukul 05.40 WIB. Gabby yang masih dalam keadaan setengah sadar mulai bergegas mengambil handuk dan beranjak untuk mandi. Entahlah Gabby hanya ingin merubah dirinya seperti dulu lagi. Batinnya terus menangis ketika mengingat percakapannya dengan Dandi tadi malam.

Ia sadar bahwa ia hanya memiliki papa untuk saat ini. Bagaimana pun ia harus bisa membuat papanya bahagia. Ia tak mau kehilangan satu-satunya orang yang paling berharga bagi hidupnya, lagi. Gabby coba menepis amarahnya ketika mengingat perseteruannya dengan Dandi kala itu. Yah, meskipun sedikit tidak bisa, namun sejak tadi malam ia berniat mengurangi sedikit rasa kebenciannya terhadap Dandi. Walau begitu tetap saja ia masih belum bisa memaafkan Dandi.

Flashback on

"Sweetie, kamu sibuk ga? Ada yang mau papa omongin, nih. Papa masuk yah?" Dandi mengetuk pintu kamar Gabby pelan. Ia ingin mencoba untuk berinteraksi kembali dengan Gabby. Sudah lama sekali ia tak pernah melihat mata gadis itu berbinar ketika berbicara dengannya.

"Hmm, masuk aja pa, Manda lagi santai kok."

Dandi yang mendengar jawaban Gabby hanya tersenyum kecut, bagaimana pun ia harus bisa memperbaiki hubungannya dengan Gabby, meskipun ia masih belum yakin Gabby akan memaafkannya.

"Ada apa, pa?"

"Eh? Engga. Jadi papa cuman mau ngobrol-ngobrol aja nih. Manda ngantuk ga?"

Dandi mencoba memasang wajah seramah mungkin. Kalau boleh jujur saat ini ia sedang sangat gugup. Ia sangat khawatir jika nanti perkatannya ada yang menyinggung gadis ini. Ia sangat tau jika akhir-akhir ini Gabby sangat sensitif terhadap dirinya. Ia takut jika gadis itu tersinggung dan malah semakin membencinya.

"Belum, ada apa emang pa?" Nada bicaranya ia buat seketus mungkin. Jujur dalam hatinya ia sangat ingin bermanja-manja dengan Dandi, hatinya selalu menangis mengingat perlakuan Dandi yang sangat lembut padanya meski tak jarang Gabby mengacuhkannya.

"Manda tau ga? Kenapa nama depan manda sama kayak almarhumah mama?"

Dandi menghela nafas kasar, sorot matanya lurus ke depan. Menerawang. Raut mukanya mulai berubah serius Gabby bisa melihat itu semua dengan jelas.

Gadis itu bungkam dan mengangkat bahunya tanda tak tau. Tenggorokannya tercekat, ia tak menyangka jika papa nya akan membahas sejarah kelam baginya dan Dandi.

"Nama Manda itu keinginan mama sama papa. Manda tau ga? Betapa sedihnya mama dulu waktu dokter bilang mama gak bisa punya anak?"

Seketika tubuhnya menegang. Keningnya berkerut. Ia tak tau sama sekali perihal masalah ini. 'Oke ini menarik' Gabby yang semula acuh lalu mencoba sedikit peduli.

"Saat itu juga mama mulai stress dan kehilangan semangat hidupnya. Bukan hanya mama. Tapi sebenernya, papa juga ngerasain hal yang sama dengan mama. Kami sangat terpukul kala itu. Tapi papa sadar kami harus saling menguatkan dan bersabar. Kami juga ga henti-hentinya berdo'a sama Tuhan. Kamu ga tau kan gimana mama kamu di bully sama teman-temannya, keluarganya? Saat mereka tau kalau mama kamu ga bisa punya anak. Cuman grandma sama grandpa kamu yang selalu nyemangatin mama."

Dandi berhenti sejenak, mengambil nafas. Raut mukanya seketika berubah bahagia. 'Oke ini aneh' perubahan raut wajah Dandi sontak membuat kening gadis itu berkerut.

"And See? 4 tahun kami di uji oleh Tuhan dan akhirnya kamu lahir sweetie. Betapa bahagianya kami kala itu. Terlebih mama kamu. Dia sangat menginginkan anak perempuan agar bisa ia dandani kelak." Dandi terkekeh sejenak.

"Karena itu mama bersikeras memberi nama depan yang sama dengannya. Tapi--"

.
.
.
.
.
.
.

Tapi kenapa hayo? Wkwkw cie penasaraan 😂

Btw makasih buat readers yang udh baca 😂 yah meskipun vote sama readers nya gasesuai tapi gapapa laah malahan pertamanya aku nyangkanya gabakal ada yang baca loh 😊😊

Makasih udh mampir ke cerita ini 😂 😍

Jangan lupa vote + comment nya yaa 😍😍😍😍😍😍

Kiss and hug
Sinta Wahyuni

Rabu, 3 Januari 2018

Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang