Delapan

4.1K 216 0
                                    

"Rashif, aku harus bagaimana?"

"Aku hamil"

Rashif terdiam memandangi perempuan di depannya. Entah perasaan apa yang kini tengah menggelayutinya.

"Bisakah kau mengatakan sesuatu?"

"Kau mau aku seperti apa?"

"Tenangkan aku Rashif. Seperti yang biasa kau lakukan."

Rashif menghela napas lalu dia melangkah dan duduk di samping perempuan itu. Rashif memeluknya erat sambil menepuk pelan punggung perempuan itu.

"Semua akan baik-baik saja Lisa. Aku akan melindungimu."bisik Rashif. Perempuan itu lalu menyandarkan kepalanya di pelukan Rashif.

Writer's pov end
---

Mas Rashif membuka pintu ketika aku sedang menyapu ruang tamu. Mas Rashif terlihat sangat lesu, tapi dia melemparkan senyumnya saat mataku dan matanya bertemu. Sekarang ini kami mulai dekat, mengikis jarak yang selama ini sedikit tercipta. Aku mendekati Mas Rashif dan mencium punggung tangannya.

"Nggak biasanya mas, jam segini sudah pulang?" Mas Rashif berdeham dan mengangguk. "Tidak enak badan?" tanyaku sambil menuntun Mas Rashif duduk.

"Aku baik Han. Tidak ada apa-apa."

"Aku ambilkan minum dulu ya Mas." Aku berjalan ke dapur dan mengambilkan teh hangat. Mas Rashif sangat menyukai teh hangat, dan dia biasa minum teh tawar.

"Kapan kita bisa ke dokter?

Aku melihat Mas Rashif sedang menelpon seseorang saat sedang menuju ke ruang tamu. Raut mukanya sedikit kacau dan terlihat sekali kekhawatiran. Apa? Kedokter? Siapa yang sakit?

"Apa? Bukan untuk menggugurkan. Tapi memeriksa kebenarannya."

Aku menghentikan sejenak langkahku. Menggugurkan? Siapa yang hamil? Jantungku berdebar-debar, dan pikiran-pikiran buruk menyeruak. Tanganku mengelus-elus perut, beberapa kali kita sudah mencoba tapi sepertinya belum. Lalu siapa orang itu, yang dengan jahat berpikiran akan menggugurkan kandungannya.

"Kau percaya padaku kan?"

Mas Rashif terlihat sangat khawatir dengan yang ditelpon nya. Siapakah? Apa setelah ini Mas Rashif akan menceritakan nya padaku. Kemudian aku melanjutkan langkahku menuju ruang tamu ketika Mas Rashif menutup telponnya.

"Ini teh nya Mas, maaf Mas agak lama, soalnya pake teh celup. Teh seduh nya habis."

"Iya nggak papa Han." Mas Rashif menyeruput teh hangat yang kubuat.

"Bagaimana pekerjaan Mas?"

"Tak bisa dijelaskan."

"Kenapa?"

Mas Rashif terdiam sejenak, dia terpaku seolah tak bisa menjelaskan jawaban dari pertanyaan ku.

"Han, apakah ada tanda-tanda kau hamil?" Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaan Mas Rashif. Setelah pembicaraan malam itu, kami memang sudah memutuskan untuk mengusahakannya. Berikhtiyar, mungkin saja Allah membenarkan hubunganku dengan Mas Rashif bersamaan dengan usaha kami mendapatkan keturunan.

Menikah dengan separuh bayangmu✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang