Gue, Ibu dan Adit akhirnya makan bersama. Hati gue terasa nyaman melihat Ibu tersenyum lepas. Gue berterima kasih allah udah kasih orang yang sangat baik yang bisa bantu gue.
Gak lama kemudian, Joe teman kecil gue datang untuk membalikan buku yang dia pinjem."Assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam." Gue, Adit dan Ibu menjawab salam.
"Eh Joe, masuk sini! Makan bareng-bareng kita." Ibu mengajak Joe.
"Enggak bu, makasih. Joe cuma mau balikin buku Yuli aja."
"Emangnya udah selesai Joe?" Jawab gue.
"Udah Yul, makasih ya!" Jawab Joe.
"Joe kenalin teman gue!" Gue memperkenalkan Joe dan Adit.
"Adit, dikit lagi mau jadi calon suaminya Yuli." jawab Adit.
"Joe, Yul gue balik ya!" Dengan wajah kesal dan cemberut.
"Adit, kok lo gitu sih?" Gue cemberut.
"Gak makan dulu bareng kita Joe!"
"Makasih Yul, Bu Joe pamit ya!" Joe sambil mencium tangan Ibu gue.
Akhirnya Joe pun pulang, dengan raut wajah yang kesal dan cemburut. Saat itu gue heran kenapa dia seperti itu, gak biasanya Joe seperti itu.
"Emangnya dia siapa lo Yul? Kok mukanya gak enak gitu." Adit bertanya ke gue.
"Joe teman gue dari keci, kita sahabatan, gak tau tuh tumbenan muka nya asem." Gue tersenyum.
"Suka kali sama lo?" Adit mengedipkan mata.
"Sembarangan gak mungkin lah, dia sahabatan dari kecil jadi gak mungkin, mungkin gara-gara lo bilang tadi mau jadi suami gue, karana dia jomblo di sangka lo ngeledek dia, lagian lo ngapain bilang gitu?" Gue bertanya pada Adit.
"Gue kan bercanda." Adit sambil senyum.
Sadar Yuli, dia itu gak level sama lo. Ngapain sih berharap, orang dia bercanda. (Dalam hati gue.)
"Kenapa kok lo bengong?" Adit Sambil menatap gue.
"Gak apa-apa." Gue senyum tipis.
"Oh iya, mana no telepon lo?" Adit meminta nomor telepon gue.
"Kasih gak ya? Hahaha." Gue meledek Adit.
"Wah mulai bercanda ya, tapi gue senang liat lo senyum lepas seperti itu." Adit menatap gue sambil senyum.
"Yul, gue pulang ya! Rasanya gue berat mau pulang." Dengan wajah sedih.
"Kenapa berat? Dan muka lo sedih gitu?" Gue bertanya.
"Di sini gue seperti punya keluarga, sedangkan di rumah orang tua sibuk masing-masing gak ada yang perduli sama gue." Adit mulai bercerita.
"Yang sabar ya! Mungkin semuanya itu buat lo." Gue menepak pundak Adit.
"Makasih ya!" Adit senyum ke gue.
Akhirnya, Adit pulang dan gue merasa kasian lihat dia, meskipun bergelimbangan harta, fasilitas kalau tanpa kasih sayang orang tua hidup terasa hampa.
"Yul, ada telepon tuh!" Ibu memberi tahu ada dering telepon berbunyi.
"Iya bu, sebentar." Gue menjawab Ibu.
Sms dari Joe,( Yul siapa sih tadi di rumah lo, sok banget ). Apaan sih Joe hal sepele masih aja di bahas.
"Siapa nak?" Jawab Ibu.
"Joe Bu, gak apa-apa kok."
"Kamu mau kemana?" Tanya Ibu.
"Mau ke rumah Bu Andi bu." Jawab gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta & Detik Terakhir
Dla nastolatkówKehilangan orang kita cintai itu, memang menyedihkan bahkan orang itu sangat berarti dalam hidup kita. Jika orang itu pergi bukan untuk memberi luka,tapi karna pergi yang sudah ditakdirkannya ? Apakah aku sanggup hidup tanpa bayang - bayang sosok ya...