CHAPTER 3

119 3 14
                                    

"Kenapa begitu?" Gue bertanya sambil tersenyum.

"Kalau kekasih itu, cinta sehidup semati, dan gue mau lo dan gue hapus kata gue dan lo, oke! Sekarang aku dan kamu aja ya!" Adit tersenyum dan  memeggang hidung gue dengan telunjuknya.

Gue merasa bahagia, seakan ini tuh seperti mimpi, gue berharap kebahgian ini selamanya seumur hidup gue.

Setelah gue sampe rumah, ada ribut-ribut di depan rumah gue, gue lari dan terkejut barang-barang gue habis di buangin oleh pemilik rumah, di karenakan gue nunggak kontrakan.

"IBU,,,,, Ibu kenapa?" Gue berteriak dan manghampiri Ibu gue yang menangis dan memohon ke pemilik  kontrakan.

"DENGAR ANAK KECIL, IBU LO SUDAH 3 BULAN NUNGGAK KONTRAKAN INI!!!" GUE MAU LO DAN IBU LO ANGKAT KAKI DARI RUMAH INI! CEPAT PERGI!!!!" pemilik kontrakan sambil tolak pinggang dan mempermalukan gue dan Ibu.

"Tunggu! Begini ya cara orang kampung memperlakukan orang yang tak berdaya? Dasar kampungan." Adit memaki pemilik kontrakan dengan senyuman.

"Eh kurang ngajar sekali bocah ingusan ini, gak usah lo bela manusia 2 ini! Lo bisa apa anak ingusan?" Sambil menjitak kepala Adit.

"Dengar ya om, masih mending saya bocah ingusan masih punya hati, gak kaya om gak punya hati." Sambil menunjuk ke pemilik kontrakan.

"AHHH,,, BANYAK OMONG LO BOCAH INGUSAN, BRAK, BRAK," pemilik kontrakan menendang barang-barang keluar.

"BERAPA YANG HARUS GUE BAYAR?" Adit berteriak.

"1.800.000 apa lo mampu haa?" Sampai tolak pinggang dengan sombongnya.

"Om yang terkaya sekaligus tersombong, gue mampu beli kontrakan lo, dengar ya saking gue baiknya sama lo gue bayar 2 juta lebih sisanya buat lo makan es campur! Sayangnya, gue kasian sama lo kalau gue gak kasian gue bawa Yuli dan Ibunya tinggal di tempat yang bagus, gak rombeng begini."

"Wah rupanya anak orang kaya, eh Bu hari ini lo beruntung ada anak baik orang kaya lagi yang bisa lo manfaatin, hahaha..."

"Jaga mulut anda ya! Kalau sampai anda menghina Ibu ini dan kekasih saya, saya gak segan-segan bawa Yuli dan Ibunya pergi dari rumah ini! Sekarang gue minta lo minta maaf pada Yuli dan Ibu nya!" Adit melotot dan ingin menghajarnya.

"Adit cukup! Cukup yah!" Gue menghentikan Adit agar tidak berkelahi.

"Enggak sayang dia sudah menghina kamu dan Ibu kamu, aku gak suka." Adit menatap wajah gue.

"Nak Adit sudah lah, malu sama orang-orang, Ibu dan Yuli tidak apa-apa ko." Ibu ikut membela gue dan menghentikannya.

"Kalau bukan karana Ibu, gue hajar lo! Awas aja kalau sampai lo apa-apain Yuli dan Ibunya berhadapan dengan gue." Adit melotot sambil menggenggamkan  tangan ke si pemilik rumah.

"Hahaha,,, ok, gue bangga sama lo ternyata lo punya keberanian dan berjiwa besar sekali." Pemilik rumah pergi sambil tertawa tanpa minta maaf.

"Tuh kamu liat gak ada sopannya, gak ada maaf nya sedikit pun." Adit masih terlihat kesal.

"Nak Adit sudah lah ya! Ibu sangat malu padamu, Ibu berhutang budi sama kamu, nanti kalau Ibu ada rezeki Ibu ganti ya nak! Hiks,, hiks,, hiks,, Ibu gak bisa berkata apa-apa lagi cuma malu yang ibu rasain."

Cinta & Detik TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang