CHAPTER 5

96 3 5
                                    


"Ukuran sepatu kamu berapa?" Adit sambil tersenyum dan melihat kaki gue.

"Mau ngapain?" Gue bertanya heran.

"Aku mau beliin kamu sepatu, biar kaki kamu gak kesakitan lagi dengan sepatu kamu yang bolong itu!" Adit berbicara sambil melihat-lihat kaki gue dan membuka sepatu gue.

"Sayang gak usah, ini aja udah cukup." Gue menahan tangan Adit.

"Sayang please! Tolong yah kamu ngerti aku! Aku gak mau kamu di hina, aku juga gak mau kamu berjalan dengan sepatu kamu yang bolong dan harus ngelukain kaki kamu."

"36 ya? Kecil banget ya kaki kamu. Sekarang kamu tunggu di mobil ini yah! Aku kedalam dulu!" Adit sambil membuka pintu mobil.

"Sayang tunggu! Aku ikut!" Gue menarik tangan Adit.

" kamu kan lagi sakit kakinya masa ikut sih, gak mungkin juga aku gendong kamu lagi, di mall kan banyak orang juga."

"Aku bisa! Aku gak apa-apa! Please aku ikut yah! Please!" Gue sambil memohon pada Adit agar ikut.

"Ya udah, ya sudah. Sebentar!" Adit berdiri sambil mengambil sendal yang ada di jok belakang.

"Apa ini?" Gue bertanya.

"Ya sendal lah, sudah pakai aja! Sini sepatu kamu biar aku buang di tong sampah."

Sejujurnya gue minder buat masuk ke mall, karana emang Adit keras kepala dan sangat konyol. Tapi gue bersyukur pada tuhan sudah kirimin pria yang sangat baik.

"Kok kaku gitu mukanya? Kenapa?" Adit tersenyum ke gue.

"Jujur aku baru kali ini masuk mall, jadi agak malu dan kaku." Gue balik tersenyum.

"Sayang kamu gak usah malu, biasa saja sih, pd aja." Adit sambil mengelus rambut gue.

Gue pun selesai berbelanja, dan mencoba gaun, rasanya gue gak pantes dan gak terbiasa memakainya. Tapi apalah daya, gue mau Adit senang. Setelah jam 7 malam gue berangkat ke rumah Munir, dari ujung gerbang sampai masuk ke dalam terlihat orang- orang memandang gue aneh.

"Sayang kok pada ngelihatin aku begitu sih? Emangnya aku aneh ya?" Gue menunduk malu.

"Enggak sayang, mereka hanya iri." Adit sambil menggandeng gue.

"Hay broo...! apa kabar man?" Munir menyambut Adit.

"Baik. Oh iya, kenalin nih cewek gue!" Adit dan Munur sambil tersenyum ke gue.

"Wow cantik juga cewek lo." Munir tersenyum ke gue.

"Awas lo macem-macem!" Adit menunjuk Munir.

Tiba-tiba Dita mantanya Adit datang, dan dia mengusir gue dan memaki-maki gue.

"Adit sayang,,,, kamu datang juga? Ini siapa sayang? Saudara kamu?" Dita merangkul Adit.

"DITA LEPASIN! Lo dengar baik-baik, ini kekasih gue calon istri gue. Jadi tolong lo jangan ganggu gue! Karana gue sudah menemukan cewek idaman gue." Adit mencium tangan gue.

"Gak mungkin Adit, gak mungkin. Tante Shinta sudah menjodohkan kita. Eh cewek jauh-jauh lo dari tunangan gue! Adit kamu itu pasti di pelet sama ini cewek."

PRAK,,, mbak kalau ngomong jangan sembarangan ya! Emang mbak orang kaya, tapi mbak itu gak punya hati, dan mulut mbak itu busuk." Gue menampar Dita sambil menagis.

"Yuli, Yuli,,,, tunggu kamu mau kemana? Kamu gak usah dengerin itu cewek!" Adit menarik gue.

"LEPASIN Adit! LEPASIN! Hiks,, hiks,, katanya kamu itu sudah di jodohin, kamu sudah tunangan sama dia. Jadi tolong lepasin aku!" Gue sambil menangis.

Cinta & Detik TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang