Chapter 18 | Kendala Pulang

7 1 0
                                    

"hufttt... akhirnya selesai..." sambil menghela nafas, Mindarwati menjatuhkan dirinya ke kursi yang ada di kereta yang menuju stasiun Pajajaran lima jam lagi. Karena merasa bosan ia kemudian membuka kembali berkas - berkas rampasannya, memilahnya satu - persatu sembari sedikit - sedikit membaca judulnya berkas - berkas yang sedang ia pilah tersebut.

Mungkin setelah tiga puluh menit memilah, Mindarwati mulai dapat menyimpulkan. Bahwa penambangan yang dilakukan di Purajaya tersebut bukan hanya satu, tetapi banyak adanya. Hal tersebut tidak membuatnya merasa aneh karena memang sudah wajar apabila terdapat sesuatu di sana, pastilah tidak hanya satu fasilitas pertambangan yang dibangun, pastilah ada banyak.

Karena sudah sedikit lelah, akhirnya Mindarwati tak sanggup menahan kantuknya dan tertidur dengan pulas,

"permisi, nyonya..." ucap salah satu penjaga kereta membangunkannya. Dengan sedikit sentuhan di lengan Mindarwati, pengaja tersebut berusaha membangunkan Mindarwati. "hahhh apaa?!" tersontak Mindarwati terbangun dari istirahatnya. "pemeriksaan tiket nyonya.." lanjut Penjaga itu dengan sedikit senyuman. "ohh ini"

'SRETT' "terima kasih nyonya, selamat menikmati perjalanan" ucap Penjaga itu sambil menyobekan tiket Mindarwati. Terlihat Penjaga itu menggunakan pakaian berwarna biru dengan topi ala masinis.

Tetapi setelah penjaga itu pergi, Mindarwati merasakan sesuatu. "hmm mengapa pemeriksaan tiket dimulai sekarang? " pikir Mindarwati sembari memerhatikan penjaga itu yang sedang ke kursi setelah Mindarwati melakukan hal yang sama. "tunggu dulu, apa itu di pinggangnya?!" lanjut pikiran Mindarwati yang merubah raut wajahnya menjadi penasaran setelah melihat sesuatu berwarna hitam di pinggang penjaga tersebut.

Setelah memerhatikan cukup lama, ternyata itu adalah "sial! Itu adalah Pistol" Mindarwati menarik kesimpulan dan langsung berpikir bagaimana caranya pulang dengan selamat. "hmmm sepertinya aku perlu ke toilet" gumamnya sembari beranjak ke toilet.

'CKLEKK' masuklah Mindarwati ke dalam toilet, bukan untuk buang air atau sekedar mencuci muka. Tetapi ia menyiapkan apa yang perlu ia siapkan untuk menghadapi hal yang akan terjadi ke depannya di kereta tersebut.

"baik, tidak mungkin seorang penjaga kereta membawa pistol dalam tugasnya. Hanya aparat lah yang boleh membawa senjata api. Pasti mereka adalah kepolisian Elang Hitam. Mungkin karena ini masih daerah perbatasan, mereka bisa memasuki wilayah Naga Emas. Hufttt..... menyulitkan saja" pikir Mindarwati sembari mengecek amunisi pistolnya. "sial! Hanya tersisa satu magazine lagi" ucap Mindarwati.

"baiklah, ini saatnya." Ucap Mindarwati dengan senyuman kecil. Langsung saja ia membuka pintu toilet itu dan pergi ke gerbong paling belakang, yaitu gerbong kargo. Dari kejauhan terlihat seorang penjaga dengan tampilan botak dan badan yang kurang lebih atletis dengan tinggi sekitar seratus delapan puluhan. Di sampingnya tersandar dengan rapih senapan laras panjang atau bisa disebut 'shotgun'.

Semakin mendekat Mindarwati kearah orang itu membuat orang itu terbangun dari duduknya sembari memegangi 'shotgun'nya.

"maaf nyonya ada perlu apa?" tanyanya.

"ahh tidak, aku melupakan sesuatu di koperku" balas Mindarwati dengan raut wajah ceria.

"maaf tidak bisa nyonya. Barang hanya dapat diambil apabila kita sudah sampai di stasiun."

"tapi ini sangat penting, tolonglah"

"tetap nyonya maaf, tidak bisa. Ini sudah menjadi prosedurnya"

"ayolahh" Mindarwati mulai menjalankan aksinya .

"maaf nyonya..."

"tubuhmu sangat bagus, aku suka"

"hmmm baiklah nyonya, tapi cepatlah"

"terima kasih" ucap Mindarwati dengan senyuman seperti anak kecil diberi permen.

'CEKLEK' pintunya pun terbuka. "silahkan, tetapi cepat" lanjut si Penjaga botak itu.

"terima kasih" Mindarwati pun masuk ke dalam gerbong tersebut. Setelah dua menit mencari - cari Mindarwati memanggil si Penjaga botak. "heii bisa bantu aku, di sini terlalu gelap". "iya iyaa" balas si Penjaga sembari menyiapkan senter dan masuk ke dalam.

"coba sorot bagian ini" perintah Mindarwati sembari menunjukkan bagian di depannya. "yang mana? Ini?"

"iyaa"

"tolong minggir sedikit"

"tidak ada apa - apa nyo-" 'KREKKK'

"Baiklah sekarang harus kusembunyikan di mana mayatnya?"

Nusan Tara ( Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang