Nabila masih tak percaya dengan apa yang diungkapkan lelaki disampingnya barusan. Ia menarik nafas dalam, lidahnya kelu tak mampu menjawab apa-apa. Tentu saja bukan karena tak memiliki jawaban, melainkan begitu banyaknya pertanyaan dan kebingungan yang tiba-tiba menyerang.
"Terlalu munafik jika aku mengatakan tidak". Ungkap lelaki yang duduk disampingnya. Lirih namun meyakinkan.Suasana yang hening. Mereka memilih duduk ditepian benteng Malborough dengan menghadap kearah pantai. Hanya ada mereka berempat. Beberapa kali pengunjung benteng yang hanya lewat atau hanya pengamen yang menghampiri. Mereka berempat berpasang-pasangan tapi bukan berarti double date. Nabila dan David hanya bersahabat - meski saat ini persahabatannya mulai terancam.
Mereka masih memandangi pantai yang tak sama sekali mereka nikmati. Kata-kata yang diucapkan David benar-benar membuat keduanya yang tak pernah berhenti bercanda ketika bertemu, seketika berubah menjadi beku.
Sementara teman David yang memang sepasang kekasih, sangat sibuk mengambil foto. Sesekali mereka memaksa David mengambil fotonya. Pinggiran benteng Malborough yang menjulang seperti tebing membuat Nabila menghawatirkan David. "Hati-hati!" Ucap Nabila saat melihatnya hampir terpeleset. Kekhawatirannya bukan tanpa sebab, tebing ini sudah pernah memakan korban disebabkan hal yang sama - karena sibuk mengambil foto, hingga tak sengaja terpeleset dan terjatuh.
"Kalian ingin berfoto juga?" tawar teman David. Nabila hanya tersenyum kecil. Sementara David menolak. "Tidak, terimakasih". Entahlah mungkin David memang tipe lelaki yang tidak suka berfoto.
Beberapa menit, teman David telah menjauh beberapa meter dari tempat mereka duduk -mencari spot lain untuk berfoto. Kembali. David dan Nabila merasakan kebekuan yang luar biasa. Banyak hal berubah dalam beberapa menit saja. Banyak hal berubah hanya karena satu rasa. Entahlah, itu rasa apa dan harus menanggapinya dengan cara apa.
"Kau mungkin tak pernah memikirkan ini sebelumnya. Tapi kau tahu? aku telah merasakannya sejak lama sekali".
Nabila masih terdiam. Tak mengerti yang dikatakan David - seniornya dikampus sekaligus senior organisasinya. Berbagai dugaan bermunculan dikepala gadis berkerudung dan berhidung mungil itu. Tadi sore hampir menjelang maghrib David mengirim pesan BBM dan meminta Nabila mengantarnya membeli baju. Nabila tak berfikir panjang karena sahabat yang sekaligus dianggapnya kakak itu memang agak aneh. Akhir-akhir ini lelaki itu sering meminta Nabila untuk mengantarnya kesuatu tempat atau hanya sekedar pergi makan.
Tapi kali ini dugaan Nabila salah, David bukannya membawa Nabila ketoko baju. Lihatlah, David justru membawanya ke pantai yang membentang dari ujung pinggiran kota hinggu ke ujungnya lagi. "Kita akan melihat sunset" Ucap David saat sudah ditengah perjalanan. Nabila hendak membantah dan tak terima karena merasa dibohongi. Tapi urung. Ia memilih menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Menyaksikan betapa indahnya pantai yang sedang mereka lewati. Siapapun tidak akan menyesal dibawa ketempat ini, bahkan meski kau telah mendatanginya untuk kesekian kali. Tempat ini akan tetap indah. Iya, pantai itu dinamakan Pantai Panjang.
"Kau marah, Nabila?"
Lelaki disampingnya memecah keheningan. Ia mengarahkan pandangan ke wajah gadis talkactive yang tetiba menjelma menjadi sosok yang beku. Nabila tak membalas pandangan David, Ia menundukkan kepala dan menarik nafas lebih dalam lagi."Allah."
"Apa maksudnya? Bukankah ia telah bahagia bersama kekasihnya? Bukankah hubungan mereka sudah lama sekali? Bukankah dia lelaki baik? Sungguh tidak mungkin ia menghianati hati yang telah ia pilih selama ini?". Soal perasaan memang selalu menjadi misteri. Selalu rumit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Hitam di Langit Marlborough
ДуховныеNabila, perempuan cantik dan cerdas yang sedang memulai hijrahnya. Ditengah perjalanan, Tuhan mempertemukannya dengan David, lelaki mengagumkan sekaligus penuh teka-teki. Nabila mengenal David sebagai senior yang kemudian menjadi sahabat dekat. ...