Episode 22

22.1K 968 42
                                    

Setelah kejadian keributan di meja makan malam itu, Anggi selalu menghindari ku.

Dia tidak pernah menampakan batang hidungnya di hadapanku. Padahal sekarang sudah 2 Minggu setelah kejadian itu. Aku sama sekali belum pernah melihatnya lagi. Padahal kita tinggal di rumah yang sama.

Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah kepadanya. Tapi aku gengsi meminta maaf. Lagian juga dia selalu menghindari ku.

"Bos nanti hari Sabtu Lo berangkat ke Jepang?" Tanya Dean yang tiba-tiba masuk keruangan ku.

"Iya, tuan Aihara pengen ngebahas tentang proyek baru secara langsung ama gw. Dia ga bisa ke sini, jadi gw yang kesana." Ucapku menjelaskan. Dean cuman angguk angguk kepala mendengarkan ucapan ku.

"Nanti seperti biasa_"

"Kerjaan gw yang handel." Ucap Dean meneruskan ucapan ku yang dia potongnya.

"Good. Nanti kalo ada apa apa Lo hubungin gw aja ya. Gw juga ga akan lama di Jepang." Ucapku kepada Dean yang kini sedang duduk di kursi depan meja kerjaku.

"Ya udah kalo gitu. Gw balik kerja dulu." Ucapnya keluar dari ruangan ku.

Hhmmm... Tiba-tiba aku membayangkan bubur kacang hijau. Kayanya enak juga kalau makan bubur kacang ijo.

___________________

Sesampainya di rumah aku langsung melangkahkan kakiku menuju dapur. Aku sangat kehausan.

Aku membuka pintu kulkas dan mengambil botol mineral. Saat aku sedang meneguk air putihku, pandangan mataku menatap sesuatu yang menyilaukan mataku. Aku langsung menghentikan minumku dan langsung menyembulkan kepalaku ke dalam kulkas untuk memastikan penglihatan ku. OMG. Ini bubur kacang ijo.

Aku langsung mengeluarkan mangkuk bubur kacang ijo itu dan membawanya ke meja makan.

Untuk siapapun yang sudah mengadakan bubur kacang ijo ini, aku harus berterima kasih banyak kepadanya. Hahaha.... Kebetulan sekali aku sedang menginginkannya dan dia sudah tersedia di dalam kulkas.

"Bi, ini bubur kacang ijo siapa bi?" Tanyaku ketika melihat bi umi yang baru memasuki dapur. Aku masih asik dengan kegiatanku menyantap bubur kacang ijo ini.

"Punya siapa aja yang mau mas. Tadi pagi neng Anggi ngidam buat bubur kacang ijo sendiri, jadi sekalian buat banyak." Jelas Bi umi. Aku langsung keselek mendengar penjelasan bi umi barusan.

"Aduh mas, hati hati makan nya." Ucap bi umi khawatir dan menyodorkan segelas air putih kepadaku.

"Bibi seriusan?" Tanyaku dengan nafas yang masih tersengal-sengal. Bi umi kebingungan dengan pertanyaan ku. Aku tidak menghiraukannya dan menyudahi pembahasan tentang  bubur lagi.

Aku langsung melanjutkan menyantap bubur kacang hijau ini lagi. Meresapi rasa yang masuk ke indra perasa di lidahku. Bubur ini rasanya benar-benar sangat enak.

Setelah menghabiskan dua mangkuk bubur kacang hijau, aku langsung melangkahkan kakiku menaiki tangga menuju kamarku. Saat aku hendak menaiki anak tangga pertama, langkahku Langsung terhenti. Menatap pintu kamar di samping tangga. Kamar Anggi, tertutup sangat rapat.

Aku benar-benar tidak pernah menemuinya selama 2 Minggu ini, ada rasa sedikit kangen.

Apa? Kangen?

Aku melongo dengan pemikiran ku. Apa tadi aku baru saja bilang kangen? Apa aku sudah mulai gila sekarang? Aku menggelengkan kepalaku keras. Mengusir pikiran anehku. Aku langsung menuju kamarku dengan terburu buru. Aku harus mandi air dingin, supaya otaku bisa berfikir normal lagi.

__________________

Setelah selesai mandi, aku langsung turun menuju meja makan. Ini waktunya makan malam, aku sedikit berharap bisa melihat Anggi. Seperti info yang ku dengar dari bi umi dan bunda, Anggi selalu membantu memasak di dapur saat pagi maupun malam. Tapi aku tidak pernah melihatnya. Dia seperti jin saja, setelah tugasnya selesai dia langsung menghilang.

"Kita cuman bertiga aja?" Tanyaku kepada ayah dan bunda, saat aku hanya melihat mereka berdua di meja makan.

"Emang kamu lagi nyari siapa?" Tanya ayahku balik dengan nada dingin. Ayah memang masih marah padaku soal kejadian 2 Minggu lalu.

"Nyari istri kamu? Tadi dia baru aja masuk kamarnya. Kalau kangen kenapa ga langsung aja temuin dia dan minta maaf ke dia. Kamu tau kan letak kamarnya?" Ucap bundaku sinis. Semenjak kejadian 2 Minggu lalu, sikap orang tuaku jadi berubah. Mereka selalu dingin dan sinis saat berbicara padaku.

Aku tidak menanggapi ucapan ayah dan bunda. Aku langsung memulai memakan makan malamku. Hhmmm.... Gara gara satu perempuan, semua orang jadi memusuhiku. Ini benar-benar gara gara Anggi.

_________________

Tidak terasa hari Sabtu tiba. Nanti jam 10 aku akan berangkat ke bandara. Hari ini aku tidak kekantor, jadi sebelum berangkat ke bandara aku habiskan untuk bersantai di kamarku.

Setelah sarapan pagi aku langsung mengurung diri di dalam kamarku, barang barangku semua sudah tersusun rapih di dalam koperku. Aku sedang mengecek beberapa berkas yang harus aku tanda tangani sebelum berangkat ke Jepang nanti. Nanti Dean akan mengambilnya ke sini. Setelah semuanya selesai aku langsung bersiap siap untuk berangkat ke bandara.

Hari ini aku memakai kemeja putih dan celana jens di balut dengan mantel berwarna coklat tua. Kebetulan Jepang saat ini sedang musim dingin.

Aku menuruni tangga dengan mengangkat koperku. Saat aku sudah sampai di ruang tamu, aku melihat Anggi yang baru masuk dari pintu taman belakang. Aku terpaku di tempatku. Jantungku tiba tiba berdetak tida normal saat melihat Anggi.

Di mataku saat ini Anggi sedang berjalan slow motion dari pintu taman. Sangat cantik. Dia memakai dress berwarna pink yang panjangnya sampai betis. Sepertinya dia tidak menyadari keberadaan ku.

Anggi terus berjalan ke arahku. Apa dia tidak melihatku? Atau dia sedang pura pura tidak melihatku? Sepertinya opsi kedua lebih tepat.

Benar saja. Dia melewatiku begitu saja tanpa melirikku sedikitpun. Dia pikir aku ini setan' apa. Aku sedikit kesal akan ulah nya itu.

"Anggi." Tanpa aku sadari mulutku sudah menyuarakan namanya. Aku melihat Anggi menghentikan langkahnya tapi tidak menoleh sedikitpun kepadaku.

"Aku mau ke Jepang selama 4 hari." Ucapku menunggu reaksinya. Cukup lama aku terdiam menunggu reaksinya. Nihil. Dia tidak perduli. Aku langsung membalikan badanku dan mulai menggeret koperku menuju pintu utama rumah ini.

"Hati hati."

Aku terpaku mendengar suara itu. Aku langsung membalikan lagi badanku menghadap Anggi. Tapi wanita itu sudah membuka pintu kamarnya saat ini.

Apa aku sedang berhalusinasi?

Atau pendengaran ku mulai terganggu?

Tadi yang mengucapkan kata 'hati hati' itu Anggi kan?

Walaupun sangat pelan, tapi aku bisa mendengarnya dengan jelas. Itu suara Anggi.

Tidak tahu kenapa hatiku merasa sangat senang mendengarnya. Dan membuat bibirku tidak bisa berhenti menampilkan senyum.

"Semoga ini pertanda baik. Dan awal yang baik." Lirih bunda Indri tersenyum haru dari ambang pintu taman.

Sedari tadi bunda Indri melihat semua interaksi yang di lakukan anak dan menantunya.







Maaf kalau ceritanya mulai ngaco.

Jangan lupa vote and coment 😁🤗🤗😘😍😘😚

Incidents Of HAPPINESS (END)✓✓ [TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang