"Vino enggak romantis."Melati mengucapkan itu sambil memakan mangga yang di kupaskan dan di iris kecil-kecil menjadi potongan dadu oleh Kania.
Sahabatnya itu menjenguk dia yang sudah satu minggu ini pindah sepenuhnya ke rumah Vino. Dengan tegas Vino memang melarang dia untuk kembali ke kontrakannya Kania itu. Dan kakak Igo itu menyesalkan. Karena dia menjadi tidak setiap hari bertemu dengan Melati.
"Eh tapi keren loh Mel
Vino itu kelihatan gagah kalau pakai baju seragam. Wuah macho. Ganteng lagi."Ucapan Kania membuat Melati terbahak
Mereka kini tengah duduk di teras depan rumah Vino. Hari sudah sore dan kesibukan di depannya. Dimana warung angkringan yang ada persis di depan rumah Vino mulai terlihat aktivitasnya."Ganteng tapi gak romantis sama aja. Masa kemarin aku tuh beri kode dia biar aku di peluk pas ujan gede itu loh. Aku kan bilang kedinginan. Eh tahunya aku malah dikasih selimut 5 lapis."
Kali ini yang tertawa terbahak adalah Kania.
"Wah itu udah over tuh. Tapi lucu ya Vino kayak gitu. Tadinya pas awal aku lihat dia, serem ih. Gak pernah senyum. Eh tahunya senyum pas liatin kamu. Hadewh."
Melati membelalak mendengar ucapan Kania dan langsung menghentikan kunyahannya. Sejak hamil muda, Melati memang tidak merasa mual muntah. Tapi harus makan mangga setidaknya satu hari dua kali. Vino yang sudah mengantisipasinya membelikannya satu kulkas penuh mangga muda.
"Serius? Senyum waktu liatin aku? Ah kamu ngarang deh. Dia itu memang orangnya gak mau senyum. Yang ada senyum kalau mau ngajakin nana nina."
Tentu saja kali ini Kania melotot kepada Melati. Tapi kemudian tertawa lagi.
"Alah kamunya juga pasti mau diajakin nana nina. Buktinya tuh. Ada Vino junior udah bernafas di perut kamu. Langsung cuss penthing.."
Kali ini Melati tertawa lagi mendengar ucapan Kania. Jawanya mulai keluar kalau Kania udah kayak gitu.
"Apanya yang cus plenthing?"
Melati mendengar suara Vino dan melihat wajah Kania yang tiba-tiba memucat. Melati memang duduk berhadapan dengan Kania yang membelakangi pintu pagar masuk ke dalam rumahnya Vino itu.
"Eheeheehheeh.. Halo Pak Polisi."
Kania langsung berdiri dari duduknya. Tampak salah tingkah. Dan kini menatap Melati. dengan terburu-buru mengambil tas cangklongnya yang ada di sebelah Melati. Lalu langsung membungkuk untuk mengecup pipinya.
"Udah ya Mel aku pulang dulu. Mau maghrib ini. Besok ke sini lagi. Tak bawain mangga satu kilo."
Tanpa menunggu jawaban Melati. Kania sudah beranjak dan saat Melati membalikkan badannya melihatnya tersenyum dan berpamitan kepada Vino.
Hanya saja Vino itu wajahnya juga datar saja. Hanya mengangguk sekilas. Lalu beralih menatap Melati.
"Dadah Kania. Hati-hati ya."
Melati melambaikan tangan kepada Kania yang sudah membuka pintu pagar keluar dari rumah Vino.
"Vino. Kenapa galak gitu?"
Melati langsung beralih menatap Vino yang kini menyipitkan matanya. Masih berdiri dan bersedekap di depannya.
"Kenapa mau maghrib masih ada di teras? Apalagi dingin Mel."
Melati langsung memberengut mendengar celotehan Vino. Pria itu memang kadang menyebalkan. Apalagi saat pulang-pulang langsung memarahinya.
"Iiss tadi kan ada Kania. Dia kangen sama aku."
Melati menatap Vino yang sudah membuka pintu rumah dan menunggunya untuk segera masuk.
"Sekarang masuk Mel. Udah maghrib juga."
Melati akhirnya menghela nafasnya dan mengalah. Dia langsung beranjak dan masuk melewati Vino di ambang pintu.
"Udah minum susu hamilnya? Makan kamu.."
Melati langsung memotong pertanyaan Vino dengan membalikkan tubuhnya dan menatap Vino yang kini mulai menutup pintu dan tirai di jendela. Lalu menyalakan lampu.
"Udah semuanya. Bahkan udah tidur siang. Udah bosen. Kamu sih ijin ke sekolahku bilang aku harus bedrest selama hamil mudaku ini. Dan aku bosen.."
Melati mulai merajuk. Soalnya Vino itu memang telah mencegahnya melakukan apapun yang berat untuknya. Bahkan dia meminta cuti untuk pekerjaannya. Sungguh, Vino mulai berlebihan.
"Kan semuanya demi kebaikan si kecil. " Vino melangkah ke arahnya dan mengacak rambutnya. Tapi kemudian melewatinya begitu saja. Tentu saja Melati mengikutinya.
"Mau minum kopi apa teh? Aku buatin ya."
Melati kini melangkah ke arah dapur yang ada di sebelah kamar mereka berdua. Tapi Vino menarik tangannya dan menghentikan langkahnya.
"Aku bisa buat sendiri Mel. Kamu lebih baik makan dulu, lalu minum susu hamil
Aku mau mandi dulu."Melati mengerucutkan bibirnya. Tidak suka dengan perintah Vino. Dia ingin menjadi istri Vino sepenuhnya. Tapi pria itu mencegahnya melakukan ini itu. Bahkan membuat teh saja dia tidak di ijinkan.
"Eh sayang. Itu cucian sama setrika menumpuk. Besok aku bawa ke laundry ya?"
Vino tiba-tiba melirik mesin cuci yang ada di depan kamar mandi. Dan menatap Melati saat pria itu akan masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar. Karena mereka sudah masuk ke sana. Melati juga tidak bisa membantah perintah Vino.
"Besok aku setrika. Itu udah aku cuci kok."
Tentu saja ucapannya membuat Vino menghentikan langkahnya. Lalu kembali berbalik.
"Kamu apa? Astaga Mel
Siapa yang suruh kamu nyuci? Kan aku udah bilang..""Aku yang nyuruh. Udah deh Vin. Aku bisa kalau cuma masukin baju ke mesin cuci. Di nyalakan mesinnya dan udah beres."
Tapi Vino menatapnya masam. Dia tidak jadi masuk ke dalam kamar mandi. Tapi malah mendekatinya.
"Bandel. Kamu ini.."
Vino menggelengkan kepalanya. Tapi saat sampai di depannya. Melati tersenyum dan kini melingkarkan tangan di pinggang Vino. Hal itu membuat Vino membelalak.
"Apa sih Mas Vino yang ganteng. Kenapa marah-marah. Nanti wajahnya jadi jelek loh."
Kali ini gurauan Melati malah di jawab Vino dengan kernyitan di dahinya.
"Gak usah merayuku. Pokoknya kamu gak boleh mencuci, menyetrika, memasak. Mengepel."
Melati kini menghela nafasnya.
"Terus apa yang aku boleh lakuin?"
Vino tampak berpikir tapi kemudian menyeringai lebar
"Bolehnya cuma ada di atas kasur..dan aku akan berada di..."
"Iihhh stoppp. Mesum Vinoooooo."
Tawa berderai Vino membuat Melati ikut tersenyum. Benar kan Vino tersenyum kalau mau ngajakin itu...
Bersambung
Niat hati pengen up tiap hari tp ternyata sinyal masih ngajak tawuran. Ya udahlah ya..
Uuuuu kangen votement kalian yang panjang kali lebar nih
KAMU SEDANG MEMBACA
seputih Melati
Roman d'amourMelati. Dia menepi ketika seluruh dunia sepertinya hancur di depannya. Kematian kakak kandungnya yang sangat di sayanginya sangat memukulnya. karena semua itu terjadi karena dirinya. Mengasingkan diri dari keluarganya adalah satu-satunya jalan yang...