TIRI-DUA PULUH TIGA

2.1K 177 29
                                    


Cintaku akan kuperjuangkan semampuku.
Jika kamu memintaku berhenti, maka Aku akan berhenti.

Dwi duduk dengan tegap. Walaupun hatinya menjerit tak terima ia direndahkan, tapi demi Ricka. Ia tak akan menyerah begitu saja. Pak Agus yang melihat Dwi direndahkan, merasa iba. Terbesit kasihan, simpati itu terpancar di matanya. Kemudian ia mencoba membantu, “Pak Rochim…”

Pak Rochim menoleh kepada Pak Agus yang memanggilnya. Ia tak berucap apa pun. Tapi dari sorot matanya dan salah satu alis yang dinaikkan sudah menunjukkan bahwa ia bertanya. “Benar adanya jika Nak Dwi ini berkekurangan. Tapi untuk masalah lain. Tidak perlu anda ragukan lagi.” Pak Agus berucap tegas. Ia paham betul siapa Dwi. Bukan karena ia adalah ketua RT tempat tinggal Dwi. Tapi karena secara individu ia memang cukup dekat dengan Dwi. Apalagi Dwi orang yang berjiwa sosial tinggi.

Kening Pak Rochim berkerut bingung. Ia tak mengerti arah bicara Pak Agus. Begitu pun dengan Bu Siti.

“Pak… Mas Dwi ini seorang sistem analis di Amart Design. Dia juga lulusan UGM, Pak.” Ricka ikut menimpali. Ia tidak ingin jika ayahnya memaksanya untuk menikah dengan Yusuf. Ia tak suka pada Yusuf. Ia juga tak bisa membiarkan Dwi berjuang sendirian hanya untuk dirinya.

“Lalu apa dengan itu hidupmu akan terjamin, nduk? Semuanya harus dipikirkan masak-masak.” Ibu pun ikut bersuara dengan menatap Ricka. Ia tak ingin salah langkah dalam jodoh putrinya.

“Saya mampu menjamin jika mas Dwi adalah laki-laki yang baik.” kata Mbok Djum tiba-tiba. Membuat semua orang menatapnya yang sedari tadi menyimak pembicaraan.

“Modal apa yang kamu punya untuk melamar Ricka, selain baik sifatmu, pekerjaan dan pendidikanmu bagus?” tanya Pak Rochim.

“Maaf, Pak. Saya tak bermaksud untuk sombong. Tapi sejak saya kuliah, saya sudah ngekos dan nyambi kerja. Setelah lulus. Saya mulai hidup mandiri.” Dwi menjeda penjelasan akan dirinya. Ia tak ingin terburu-buru tapi ia juga tak ingin semuanya berakhir sia-sia. “Saya memang tidak mampu memberikan hidup mewah pada Ricka. Tapi insyaallah kebutuhan Ricka terpenuhi.”

“Bagaimana dengan rumah? Apa akan numpang di rumah mertua atau ngontrak?” tanya Bu Siti.

“Alhamdulillah saya sudah memilki sepetak tanah dengan rumah kecil, Bu. Walaupun tidak luas, tapi saya berharap itu mampu melindungi kami dari panas dan hujan.” Dwi tersenyum lembut, ia mulai percaya diri. Setidaknya ada hal-hal yang patut dibanggakan dari dirinya.

“Apa yang mas maksud dengan rumah kecil? Rumah mas cukup besar kok. Lantai dua pula, Pak.” Ricka ikut membantu berbicara.

“Kamu sudah pernah ke sana?” tanya Pak Rochim tajam. Tatapannya begitu menusuk.

“Sekali, Pak. Waktu itu Mas Dwi sakit. Ricka hanya menjenguknya. Waktu itu Ricka diantar Mas Yusuf. Tapi Mas Yusuf ninggalin Ricka gitu aja. Jadi Mas Dwi anterin Ricka pulang malem-malem.”

Baik Pak Rochim maupun Bu Siti menghela napasnya lega. Tatapan yang semula begitu tajam perlahan mulai melunak. Mengalihkan pandangannya, Pak Rochim bertanya lagi, kali ini ditujukan untuk Dwi.

“Bagaimana dengan kedua orang tuamu? Keluargamu?” tanya Pak Rochim.

“Orang tua saya…” Dwi terdiam. Bibirnya kelu hanya untuk membicarakan tentang keluarganya. Memang keluarganya bukanlah keluarga tak jelas. Tapi sungguh ia hanya tak ingin, begitu orang tua Ricka tahu mengenai siapa keluarganya. Mereka jadi segan padanya.

“Kenapa diam? Apa kamu berasal dari keluarga amburadul?” tanya Pak Rochim sinis.

“Pak Rochim, tolong dijaga ucapannya. Mas Dwi berasal dari keluarga baik-baik.” Mbok Djum ikut menimpali, ia geram dengan ucapan Pak Rochim. Di dalam hati Mbok Djum, ia sungguh merasa kecewa dengan sikap orang tua Ricka. Namun ia tak memyalahkan juga. Wajar saja mereka bersikap seperti itu. Mereka hanya memikirkan masa depan anaknya.

Till I Reach It [Complete] - RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang