Semenjak kejadian abi Ara menjenguk Ara beberapa minggu yang lalu, hubungan Didit dengan Ara menjadi lebih baik. Walaupun kadang abi Ara menyebalkan, tetapi sejauh ini Didit masih bisa menerima, walaupun dia kadang merasa kesal sendiri dengan sikap abi Ara. Bayangkan saja, setiap berkunjung di rumah Ara, abi Ara selalu membatasi waktu kunjung Didit dalam menemui Ara. Didit kira abi Ara akan memberikan waktu yang cukup lama, namun yang terjadi adalah abi Ara hanya memberikan watu satu jam untuk Didit. Didit kesal. Tentu saja. Namun ia tetap legowo, karena baginya lebih baik bertemu dengan Ara daripada tidak sama sekali.
Seperti malam ini, dengan menggunakan jaket navy Didit sudah duduk manis di depan teras rumah Ara. Malam ini Didit tampak terlihat tampan sekali dengan jambul yang tertata rapi. Laki- laki itu tersenyum manis saat pandangannya bertemu tatap dengan seorang perempuan yang baru saja keluar dari pintu rumah.
"Udah dari tadi ya?" Tanya perempuan itu, Ara.
Sebenarnya Didit udah menunggu lama, tetapi Didit tidak berkata jujur dan hanya menjawab, "Engak. Baru aja kok!" Baru saja menurut versi Didit adalah satu jam yang lalu. Jadi Didit sudah menunggu Ara semenjak satu jam yang lalu.
"Ah bohong. Pasti dari habis magrib tadi kan?" Ara mendekati Didit lalu duduk di sebelah laki- laki itu.
Didit tersenyum cengengesan, "Iya. Habis aku males kalau dirumah. Mending langsung kesini."
"Aku kan udah bilang, abi gak ngebolehin aku keluar sebelum isya. Kamu sih kerajinan datengnya!" Ara malah cemberut. Padahal tadi Didit udah sabar buat nungguin Ara.
"Yaelah Ra. Gitu aja manyun. Kan yang nungguin lama aku. Bukan kamu."
Ara makin cemberut, "Jadi tadi kamu nungguin lama kan? Dasar pembohong!"
Mendengar itu Didit jadi ingin gigit jarinya sendiri. Tapi karena takut putus akhirnya Didit hanya bisa menghela nafas panjang dengan tangan yang terulur untuk mengacak- acak kerudung yang saat ini Ara kenakan.
"Mau lama atau engak, aku bakal setia nungguin kamu Ra!" Didit tersenyum ke arah Ara walaupun Ara masih terlihat kesal.
"Iya aku tau. Tapi kamu kan jadi nungguin lama!"
"Engak papa Ra. Terus sekarang abi dimana?" Tanya Didit sambil mencubit pipi gembul Ara.
"Di dalem. Mau ngapain?"
"Mau pamitan ngajak kamu jalan keluar lah. Kan biasanya gitu?"
"Gak usah aja lah. Kita langsung jalan aja Dit!"
Didit menggeleng cepat, menyentil hidung mancung Ara, "Engak boleh gitu. Setidaknya abi harus tahu kalau kamu lagi jalan bareng aku Ra."
"Dia udah hafal di luar kepala Dit. Gak usah lebay kenapa sih?"
Sebenarnya Didit pengen ngomong lebay gigi lo gendut tapi karena dia sayang banget sama Ara, Didit hanya bisa berkata, "Kalau aku dapet izin dari ayah kamu, aku bisa lega ngajakin kamu ketempat- tempat yang pengen kamu datengin. Aku jadi gak kepikiran lagi sama ayah kamu!"
"Gitu ya?" Ara terlihat melipat kedua tangannya, "Ya udah kamu masuk gih. Abi lagi di dalem. Nonton upin- ipin!"
"Abi masih suka nonton upin- ipin?" Tanya Didit sambil menahan tawanya agar tidak mencuat ke permukaan.
Ara mengangguk malas, "Iya. Bikin ilfil kan?"
"Abi kamu itu emang unik ya?"
Ara hanya memutar bola matanya malas, "Ya satu spesies kayak kamu Dit!"
Kali ini Didit tertawa, "Ya udah aku masuk dulu. Cuma bentar kok. Kamu duduk- duduk aja dulu. Anggap rumah sendiri!"
Mata Ara membola penuh, "Sembarangan. Dasar bebek nunging!"
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is Adipati [END]
Fiksi Remaja[BOOK TWO] Private Acak Boyfriend Goals Series "Aku sayang kamu Ara. Menjad pacar mu adalah sesuatu yang saat ini aku inginkan. Bahkan dalam mimpi sekalipun. Karena aku sangat ingin melindungi kamu sebagaimana kamu melindungi ku. Aku ingin status ya...