Via yang tengah sibuk mencoret-coret buku sketsanya terhenti kala mendengar seseorang mengetuk pintu ruang kerjanya. Ia meminum kopinya sebentar lalu menyuruh masuk orang yang berada di depan pintu. Membuat seorang karyawannya masuk dengan senyum ramahnya.
"Ada apa?" tanya Via.
"Ada tamu yang mencari, Mbak," jawab si karyawan masih dengan senyumnya berusaha sopan.
"Klien?"
"Bukan, Mbak. Seorang laki-laki dan beberapa anak SMA."
Jawaban dari karyawannya membuat Via mengernyit bingung. Seingatnya ia tidak ada kenalan anak-anak SMA. "Siapa?" tanyanya lagi.
Kali ini si karyawan menggeleng pelan. "Dia nggak nyebut nama, Mbak. Cuma minta saya manggilin Mbak Via," ujarnya lalu kembali keluar. Meninggalkan Via yang makin berkerut bingung. Namun wanita itu tetap bangkit meskipun diiringi helaan napas panjangnya. Sebenarnya hari ini ia sedang tidak mood untuk menemui seseorang, tapi karena penasaran, ia pun bergegas ke ruang depan.
"Jadi, sejak itu Dokter dan Runaways nggak pernah komunikasi sekalipun?"
Ajun mengangguk. "Iya, alamat ini pun baru saya ketahui beberapa hari lalu dari majalah," katanya pelan lalu menunduk. Kembali teringat hari yang menyedihkan itu lagi.
"Maaf, siapa ya?" suara Via yang datang dari belakang Ajun menghentikan percakapan mereka.
Ajun yang mendengar itu menoleh lalu bangkit dari duduknya menghampiri wanita itu. "Hei, Vi!"
Via melepas kacamatanya sebentar, mengelap lensanya, lalu memasangnya lagi. Memastikan bahwa ia tidak salah lihat. "Ajun?!"
Mendapat anggukan dari Ajun, Via langsung memeluk sahabat lamanya itu erat, Ajun sendiri tersenyum tipis dan membalas pelukan singkatnya. "Lo nggak banyak berubah," ujar Ajun.
"Lo banyak berubah," balas Via melepas pelukannya. "Jun, demi apa gue kangen banget. Bisa-bisanya lo datang kesini?" ia masih tidak percaya.
Ajun tersenyum. Tentu ia juga rindu dengan sahabat lamanya. Ia lantas menoleh ke belakang, menatap segorombolan anak SMA yang sedari tadi memandang mereka dengan senyuman. Ikut senang melihat reuni kecil-kecilan kedua kawan lama tersebut.
Via ikut memandang Sphinx. "Hai adik-adik," sapanya. "Mereka siapa, Jun?"
Ajun lantas menghela napasnya, kembali memandang Via. "Vi, denger gue. Kita harus cari yang lain."
"Apa maksud lo dengan yang lain?"
Naya maju beberapa langkah, "Tante, maaf–"
"Kok Tante? Gue nggak setua itu buat dipanggil Tante, tau! Panggil gue Kakak!" Via menyela lebih dulu ucapan Naya, cukup kesal karena mendapat panggilan itu dari Sphinx yang baru pertama kali ditemuinya. Namun untuk pertama kali, Ajun bisa kembali tertawa.
Setelah menghilangkan kekehannya, Ajun kembali menatap Via serius. "Vi, mereka anak-anak dari SMA Bina Harapan," ucapan Ajun menggantung saat Via menatapnya dengan alis terangkat bingung. "Atau Pelita Harapan." Jelasnya.
Via mundur selangkah mendengar nama SMA lamanya itu disebut.
"Beberapa waktu lalu, mereka datangin gue dan nyeritain semua yang terjadi di sekolah mereka. Lady in white. Inget?" Ajun kembali menyadarkan Via yang dibalas wanita itu dengan gelengan cepat.
"Nggak!"
Laras ikut maju kini. "Kalian harus menyelesaikan apa yang kalian mulai atau dia akan terus mencari korban dan meneror sekolah kami."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady In White - Treasure aespa
TerrorSemuanya dimulai dari sebuah pesan berdarah yang ditemukan di langit-langit kelas 12 IPS 3 yang berbunyi, "Selesaikan Permainan, atau Mati!" Pesan yang menarik perhatian enam remaja yang menamakan diri mereka Sphinx. Saat mereka mencoba memahami mak...