"Dengarkan aku, kau harus selamat. Jangan sia-siakan pengorbananku. Pergilah ke Castleton, kau akan menemukan rumah dengan warna biru kusam. Cepat Abriella, La...ri."
Lirihan Elena menggema bersamaan dengan suara peluru yang tertembak di punggungnya. "Elena!" Lirihku sambil berlari. "Mereka akan merasakannya Elena, berkali-kali lipat lebih sakit," suaraku terhenti. Besarnya dendamku tidak akan bisa diukur dengan kata-kata.
Janji ini telah terikat, dan keluarga Agatha tidak pernah melanggar janjinya.
××
Perjalanan ke Castleton memakan waktu kurang lebih 3 jam. Sambil menghadap ke arah jendela, aku mengingat orang-orang itu. Orang-orang yang membunuh Ayah, Ibu, dan Elena. Aku berjanji akan membunuh mereka. Tidak langsung membunuh, tetapi menyiksa sedikit. Cukup adil, bukan?
Akhirnya aku sampai di Castleton, di rumah yang diberitahu Elena. Aku masuk, dan terkejut dengan keadaan di dalam rumah ini yang sangat rapi, bertolak belakang dengan halaman depan yang lebih tampak seperti rumah berhantu.
Seorang wanita yang kutaksir umurnya sekitar 20-an terlihat menyender di pintu utama sambil tersenyum ramah "Selamat datang, Abriana. Kuharap kau nyaman berada disini."
"Kau siapa?" Suaraku tercekat, apa mungkin dia salah satu dari pembunuh itu?
"Aku penghuni rumah ini. Jangan berburuk sangka, aku ini sepupu jauh keluarga William." Lalu ia melanjutkan perkataannya. "Ah, perkenalkan namaku Ashley. Ibuku belum pulang, mungkin nanti sore. Apa kau lapar? Aku bisa memberikanmu beberapa croissant kalau kau mau."
"Terima kasih, Ashley." Jawabku sopan karena memang aku bukan orang yang terlalu kaku. Seandainya aku tidak diajarkan tatakrama seorang putri oleh si tua ban-- ah! Aku tidak boleh menghina pelayan tua itu, yang telah mengorbankan hidupnya untukku. Meskipun pengorbanannya tidak terlalu diperlukan, toh tetap saja Elena harus mengorbankan nyawanya juga.
Setelah percakapan itu, aku berjalan-jalan sambil melihat beberapa lukisan yang tergantung di dinding kuno rumah itu.
Ashley memasukkan Beberapa croissant tersebut kedalam microwave lalu menoleh kearahku. "Ibuku suka hal-hal yang berbau kuno. Jangan heran kalau semua barang disini tergolong kuno. Mungkin kau akan mendapatkan kasur kuno dengan banyak tungau didalamnya." Ucap Ashley sambil berjalan kearahku.
Saat aku meliriknya dengan wajah jijik, Ashley memutar bola matanya. "Aku bercanda, jangan menatapku seperti itu."
Walaupun Ella bingung kenapa omongan tak lucu itu disebut candaan. Ia tak terlalu memusingkannya, mungkin dia dulu ingin jadi komedian, tapi tak bisa karena lawakannya tidak lucu.
Suara pintu yang didobrak paksa mengagetkanku.
"Ella! cepat lari ke kamar belakang. Jangan buka pintu jika bukan aku yang menyuruhnya. Mengerti?"
Lantas aku menganggukkan kepalaku dan berlari terbirit-birit ke kamar yang diberitahu Ashley.
Lalu ia mengambil pistol di selipan saku celananya, membidik orang-orang tersebut tepat pada pelipisnya.
Tanpa diketahui, seseorang beranjak dari samping pintu rumahnya. "Kita pergi sekarang, aku telah melihatnya." Bentley keluaran terbaru itu kemudian keluar dari pekarangan rumah menyeramkan tersebut.
Ashley tidak sengaja melihat orang tersebut. Ia langsung menekan nomor dan menelepon ibunya. "Dia sudah tahu. Cepat pulang, Bu. Aku tidak akan sanggup melawannya jika ia kembali lagi ke sini."
"Siapa dia?"
"Orang yang sangat terobsesi padamu. Dia sangat jahat. Kau tidak boleh bertemu dengannya, dia bisa melukaimu," ujar Ashley geram. "Kita harus pergi, sebelum dia melakukan sesuatu yang lebih.. mengerikan."
"Ap--" Baru saja aku ingin bertanya lagi. Ashley sudah mendorongku ke arah kamar.
"Cepat ambil segala keperluanmu." Ucapnya datar.
"Tapi aku tidak membawa apa-apa, lalu apa yang harus kuambil?"
"Semuanya ada di kamar ini. Jangan banyak omong dan cepat kemasi keperluanmu! Kopernya ada di atas lemari.." Cerocos Ashley lalu mendorongku pelan ke kamar.
°°
"Kita harus membawanya ke Green House. Itu adalah tempat teraman." Cetus Jesse.
Kening Ashley yang duduk di sebelahku mengkerut dan wajahnya tampak pias. "Tidak mungkin kita mengorbankan lebih banyak orang lagi. Dia bisa melakukan apapun. Bahkan anak presiden itu dibunuhnya dengan gampang tanpa jejak. Apa kau yakin, Mom? Apa kita akan baik-baik s--"
"Ibumu ini belum pernah salah langkah."
"Adrian, kita pergi ke GreenHouse. Putar balik sekarang." Perintah Ashley dengan menekan suatu benda yang menempel di dinding helikopter pribadi miliknya.
°°
"Alpha, kami akan sampai sekitar 10 menit lagi, kontrol lapangan. Beta, periksa landasan. Charlie, hidupkan sensor panas, arahkan ke seluruh penjuru. Aku tidak akan memaafkan kalian jika paket kita tidak selamat."Ella membelalakkan matanya. Apa yang Ashley bilang? Apa ia tak salah dengar? Paket? Yang benar saja! Abriella terlihat ingin melayangkan protes tetapi Ashley sudah terlebih dahulu memotongnya. "Tidak ada yang boleh tahu namamu, Princess."
"Kenapa?"
"Lebih baik kau menurutiku daripada kukeluarkan dari sini," Ashley mengintip lewat jendela. "Cukup tinggi untuk meremukkan tulang-tulangmu."
Jesse yang merasa terusik dari tidur tenangnya mengeluarkan suaranya. "Maafkan Ashley. Sifatnya tidak pernah berubah sejak kecil. Pantas saja di umurnya yang sudah memasuki 30-an ini dia belum punya pacar."
"Ibu!" Wajah Ashley terlihat merona. Ternyata dia bisa malu juga.
"Alpha disini. Tahan pergerakan kalian. Aku melihat ada yang mencurigakan."
Ashley menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa, Alpha?"
"Sebentar, aku akan memeriksanya, Cher, aktifkan sensor panas ke arah Selatan."
"Aku masih mengharapkanmu.. meskipun kau tak pernah mengetahui bahwa aku pernah ada." Lelaki itu tersenyum lirih lalu ia bergegas pergi sebelum timah panas menancap di kepalanya.
°°
Abriella membelalakkan matanya, melihat seberapa besarnya GreenHouse dibandingkan dirinya.
Ella dapat melihat para penjaga di depan pintu, di sebelah kanan, kiri, depan, belakang, ah! Sungguh, ia tidak suka dipelototi seperti ini, apalagi wajah mereka yag terlihat sangar dan lebih terlihat seperti mayat hidup.
"Apa kau yakin tempat ini aman, Ashley? Apa kau jamin para manekin berotot ini tak akan macam-macam? Lihatlah wajah mereka, mengeri--" ucapan Abri terpotong ketika para penjaga itu melihat kearahnya. "--kan."
"Kami tidak akan macam-macam, nona. Lagipula kami tidak tertarik dengan bentuk tubuhmu." Ucap salah satu dari mereka yang berwajah paling sangar.
"Ethan, jaga ucapanmu.." Ashley menggeram dan mata elangnya menatap tajam ke arah Ethan.
"Ayo masuk." Ucap salah satu pelayan wanita yang menundukkan kepalanya.
"Aku harus mengecek sesuatu. Seluruh keperluan kalian sudah kusiapkan, Ashley."
"Ethan, aku perlu bicara..." Suara Ashley yang terdengar bergetar.
"Bicaralah--"
"Berdua saja." Ashley menarik tangan kekar Ethan ke arah taman, taman yang menjadi saksi buta perjalanan cinta mereka.
Written in 12 January 2018.
"Seluruh isi cerita murni pikiran saya, imajinasi saya, dan dikarang oleh saya sendiri. Mohon maaf jika ada kesalahan atau kesamaan nama, tempat, dan alur cerita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Mr. Flat
RomanceEthan Watsons believe that he'll never fall in love. Let's just sit, read, and wait until it melted because of Ella. Written by Sae-rine with her hot chocolate and dark room.