Chapter 11

1.6K 114 16
                                    

ASSALAMUALAIKUM SEMUANYA!

MUNGKIN INI GAK SEPANJANG JEMBATAN ATAU SEPANJANG KISAH KEHIDUPAN KITA DI DUNIA *CIELAH*. TAPI INI DI BUAT DENGAN HATI YANG IKHLAS DAN GEMBIRA.

SELAMAT MENIKMATI! I HOPE YOU LIKE IT!;******

***

Clara

Gue melepaskan headphone dan menghela nafas, semoga gak ada yang marah atau protes atas saran yang kami berikan. Gue berdiri dan keluar bersama kak Ditya. Ketika di luar semuanya melihat gue dan kak Ditya. Apalagi Mona dan kak David, mereka menatap gue dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

Gue menarik kursi di sebelah Mona dan mengambil beberapa cemilan yang tersedia di meja ini. Mona melihat ke arah gue.“Nyolong kalimat darimana?”

Gue mendelik kesal ke Mona, enak aja dia bilang gue nyolong.”Bikin sendiri ye! Kata-kata lo bikin gue sakit! Sakitnya disini loh, Mon!” ujar gue sambil menunjuk hati gue.

“Bukannya Ditya cuman kasih saran sedikit doang, Ra? Kok bisa panjang gitu?” tanya kak Nika dengan tatapan menyelidik.

“Gak tau, kata-kata itu keluar langsung dari mulut gue. Gue ahli cinta ya?”

“Ngarep,” sindir kak David. Iri bilang aja!

Tapi bener, kata-kata itu keluar dari mulut gue. Ketika gue masuk ke ruang siaran, gue udah pikirin kata-kata kak Ditya tadi, tapi ketika ngomong, otak gue blank dan yang muncul kata-kata dari pikiran gue. Gue merasa, gue bisa merasakan perasaan pengirim.

Tapi gue masih penasaran siapa yang ngirim, kenapa dia malu jika pacarnya bad boy? Jujur, gue paling suka cowok bad boy, yang keren banget di gambarkan dalam cerita. Tapi kalau di dunia nyata, kadang ada yang gimana gitu.

“CLARA!” teriak seseorang dari luar ruang klub.

Kak Ditya membuka pintu dan Reido berdiri dengan gaya terengah-engah. Ini yang membuat gue kesal sama Reido, dia berteriak dan menampilkan wajah bloonnya, memalukan martabat keluarga saja!

Reido langsung masuk dan menghampiri gue. Kenapa lagi ni anak? Gue melihat di depan pintu, ada bang Cucian. Cinta banget si bang Cucian sama Reido, sampai ngikuttin Reido. Padahal, dulu Reido yang ikuttin teman-temannya kemana aja.

“AKU MINTA MAAF CLARA! AKU NGAKU AKU SALAH! JANGAN MARAH SAMA AKU!” ujar Reido sambil nangis.

Lah? Lah? Ini kenapa? Jangan bilang ini gara-gara tadi pagi? Gue merasa sedang di tatap ganas oleh manusia-manusia yang ada di ruang ini. INI BUKAN SALAH GUE!

“Maafin aku ya, Ra,” kata Reido dengan tatapan puppy eyes andalannya.

Kalau gue geleng, Reido bakal nangis guling-guling. Yaudah deh, gue ngangguk aja.

Gue mengangguk dan Reido tersenyum lebar, melompat-lompat, memeluk siapa saja, dan sebagainya—gak itu gak di lakuinnya, gue bohong kok. Semuanya menatap Reido senang, karena sudah di maafin, tapi menatap gue seperti ‘lo-jahat-bener-jadi-sepupu’. Kadang korban di anggap jahat oleh orang yang tidak tau ceritanya.

“Lo ngapain di sini, Cucian?” tanya gue ke bang Cucian.

Bang Cucian menatap gue tajam.”Gue kejar sepupu lo yang bego ini supaya balik ke kelas!”

Wow wow wow, kayaknya dia jawab dengan nada marah. Aduh bang, santai aja kali.”Gak usah gitu nadanya”

“Nada gue biasa aja,” ucapnya,”Rei, balik ke kelas!”

Single? WolesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang