Terlihat wajah tak berekspresi dari dalam ruangan tersekat kaca. Nampak dingin, namun menyejukan dari kejauhan, menggambarkan kedamaian. Meskipun tak dia rasakan kedamaian itu, hatinya bergemuruh, menunggu seseorang bangkit dari tempatnya terpasung. Menunggu bukan menjadi suatu yang sia-sia untuknya.Teringat dia akan empat tahun kebelakang. Seseorang tersebut merupakan periang penuh semangat, namun entah mengapa semua itu berubah semenjak satu tahun terakhir. Semangat dan keriangannya mulai sirna, sirna seakan siang menjadi malam, gelap. Seseorang yang dia anggap sebagai putri, ya putri dalam kotak kaca yang cantik, kotak kaca yang seakan menjadi pelindung putri dari marabahaya. Putri cantik yang selalu akan terlihat cantik dimatanya, tak perduli apapun.
“Ten... sampai kapan kau akan tertidur? Aku menunggu senyummu kembali” jerit hatinya. Sebuah sebuah jeritan didalam ruang hening yang tak benar-benar hening karena suara alat-alat penyangga kehidupan bekerja.
Tiada hari tanpa dia memperhatikan Ten, sudah bulan kedua, tapi Ten tak menunjukan pertanda akan apapun.
“Jika aku bisa, aku akan menggantikanmu disana. Kau terlalu remaja untuk ada disana, kau harusnya ada diluar sana, bersama para remaja lain yang sedang giat-giatnya mengumbar senyuman” sebuah perkataan yang memang tersimpan dihati namun terungkap oleh pancaran matanya.
Disaat sedang melakukan hobinya, memandangi Ten dari luat sekat kaca. Ponselnya bergetar. Merusak kesenangannya.
“Dokter Taeyong, anda besok diminta menghadiri rapat di Samsung Medical Centre untuk membahas keadaan Ten dan tindak lanjutnya bersama para dokter senior disana.” Jelas suara diseberang sana.
“Ada lagi?” tanyanya dingin.
“Besok dokter akan diantar oleh supir rumah sakit dan bersama Dokter Irene.”
“Oke saya mengerti.” Sambungan telepon tadi pun terputus.
Matanya beralih lagi menuju wajah pucat pasi seseorang didalam ruang kaca itu. Kali ini kakinya terayun untuk benar-benar menyentuhwajah cantik Ten.“Ahh mana mungkin aku pergi? Meski ini untuknya tapi mana mungkin aku meninggalkan dia disaat seperti ini?” sekelumit pertanyaan pun muncul dari dalam benaknya. Tapi apapun yang ada dalam benaknya dia harus pergi, ini kewajibannya.
Tiba-tiba sesuatu yang sudah tidak asing lagi mengalir dari sudut mata Ten. Cairan berwarna merah. Air mata darah.
“Jangan menangis sayang, aku tidak akan lama. Setelah pertemuan itu selesai aku benar-benar akan langsung kembali.” Ucap Taeyong meyakinkan Ten yang sebenarnya masih menutup matanya.
Taeyong mengusap cairan itu menggunakan tisu yang baru saja diambilnya dari nakas samping tempat tidur Ten. Mengecup puncak kepala Ten sebelum berlalu untuk mengecek pasiennya yang lain.
Taeyong. Lee Taeyong seorang magister muda lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Heidelberg, Jerman, mengambil spesialis bedah saraf yang memutuskan untuk mengabdi di tanah kelahirannya , Daegu, Korea Selatan.
Sinar dari ufuk timur pun muncul beriringan dengan kepergiannya, meski dengan hati berat dan niat tak bulat.
“Pagi Dokter Taeyong” sapa wanita cantik yang merupakan rekan kerjanya.
“Ck. Gak perlu pake embel-embel dokter, ren. Kita gak lagi dirumah sakit.” Jelas Taeyong.
“kita lagi diperjalanan dinas Dokter Taeyong, kalau anda lupa.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Bring My Love With You
Fanfictionmencintaimu membuatku menyalahkan Tuhan atas takdir yang ku dapatkan - Ten merelakanmu berarti merelakan juga hatiku pergi - Lee Taeyong