Feeling

61 1 2
                                    

Hai!! Ini cerita pertama saya, jadi mohon maklum jika terdapat typo bertebaran dan mohon maaf jika kurang berkenan. Singkat kata terimakasih untuk para pembaca.  (^_^)/






Cane dan Alex sedang asyik mengobrol di sebuah taman kota. Alex memang tipe orang yang humble sehingga tak jarang sebuah tawa keluar dari bibir Cane. 15 menit berlalu lama bagi mereka. Cane begitu menikmati setiap detik yang terlewat. Hingga Thue datang.

"Hallo Cane. Hai Alexy," Thue datang memberi high five pada Cane. Kemudian ia beralih mendekati Alex dan memeluknya. Mereka bahkan sempat menautkan bibir masing-masing sekilas.

Cane mengalihkan pandangannya. Hati Cane terasa ngilu. Jujur saja, sebenarnya Cane memang memiliki rasa kepada Alex sejak lama. Namun ia sendiri belum bisa memastikan perasaan macam apa itu. Jenis tempat apa yang ia sediakan untuk Alex di hatinya.

'Cheer up Cane. Jangan menunjukan wajah payahmu ini pada mereka,' Cane tersenyum miris sesaat. Ia kemudian dengan segera mengganti mimik wajahnya.

"Udah makan Thue?"

"Oh belum," Thue membalas pertanyaan Cane dengan antusias. Mungkin memang karena sifatnya yang selalu semangat. "Tenang-tenang aku bawa makanan buat kita," Alex kemudian mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. Sushi.

"Ya ampun aku udah lama nggak makan sushi," celetuk Thue sembari mengambil paksa kotak milik Alex. "Nggak sopan! Jangan asal ambil dong!" ucap Alex sambil merebut kotaknta dari Thue. "Keliatanya enak nih. Kamu bikin sendiri Lex?" Alex sedikit menggebrak meja di hadapan mereka. "Ya iyalah Cane. Secara aku ini kan cowok tulen yang baik, bertanggung jawab, ganteng, pengertian, cerdas, mandiri, dan pandai memasak. Apasih yang nggak bisa dilakuin sama Alex."

"Berenang!!" jawab Cane dan Thue bersamaan. Mereka berdua kemudian tertawa terbahak-bahak. Obrolan berlanjut dan topik yang mereka pilih yaitu Alex. Orang yang jelas-jelas ada di depannya. Mereka menertawakan bagaimana payahnya Alex, ekspresi Alex ketika menangis, saat-saat Alex tenggelam dan lain-lain.

"Duh! Gimana sih sumpitnya. Rusak deh kayaknya. Masa nggak bisa dipake gini," Alex mendecih. "Bukan salah sumpitnya dudul! Lo aja yang nggak bisa make sumpit. Pake nyalah-nyalahin yang lain."

Alex berhenti makan. Ia membantu Thue dengan sumpitnya. Membenarkan tangan Thue saat memegang sumpit.

"Ini tanganmu Thue. Bukan gitu dudul, pegang ininya."

"Sabar bodoh. Ini susah. Sumpitnya ini nggak sama panjangnya."

Cane tertawa melihat mereka. Walaupun hanya setengah hati. Ia tetap berusaha menegaskan posisinya saat itu.

"Oh itu Marini!! Telat banget."

Cane menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Alex. Dan benar, ia bisa melihat Luca dengan kaus hitam lengan panjangnya berjalan ke arah mereka. Cane tersenyum.

"Maroo!!!" teriak Cane sambil merentangkan tangannya ke arah Luca. Ia sendiri sebenarnya ragu untuk bersikap childish seperti itu. Toh ia merentangkan tangannya juga hanya main-main belaka. Ia tidak mengharapkan sesuatu yang lebih.

Luca tersenyum lebar dari kejauhan. Ia masih berjalan dengan santainya. 'Bisakah? Bisakah?' tanya Cane pada dirinya sendiri. Hingga saat jarak terpangkas 3 meter panjangnya, Luca sedikit membuka tangannya. Cane sedikit terkejut melihatnya.

Luca mendatangi Cane. Mendekatkan tubuhnya pada Cane. Cane sendiri langsung memeluk pinggang Luca. Melingkarkan tangannya pada tubuh Luca. Seolah-olah melampiaskan rasa kesalnya pada dirinya sendiri mengapa ia harus kecewa ketika melihat kedekatan Alex dan Thue. Ia membenamkan wajahnya pada perut Luca. Luca membalas pelukan Cane dan mengusap kepalanya perlahan. Entah kenapa Cane sedikit bersyukur dan senang melihat kedatangan Luca.

"Wow love bird! Jangan lovely dovely di tempat umum woy."

Mendengar komentar Alex atau lebih tepat candaannya, Cane melepaskan tautan tangannya perlahan. Mereka saling bertukar pandang dan Luca berlahan menempatkan diri duduk di samping Cane. Obrolan berlanjut semakin lama apalagi karena Luca datang dengan membawa makanan.

"Luc, kok datengnya telat sih."

"Biasa, pahlawan kan selalu dateng telat," Luca menyombongkan dirinya. Mendengarnya, Cane dan Thue mengernyitkan alisnya. Mereka kemudian bertukar pandang. "Cuh...cuh... dasar nggak waras," gelak tawa kemudian mengudara. Baik dari Cane, Thue, Alex, dan Luca sendiri.

Hari ini Cane, Alex, dan Thue selesai bermain di hamparan sawah dan sungai. Untuk refreshing pikir mereka. Cane sendiri merasa tadi adalah saat-saat yang sangat seru. Dimana udara yang sedang mereka hirup itu belum terkontaminasi dengan polusi, kemudian bagaimana mereka tadi harus melompat untuk menyebrangi aliran irigrasi selebar 1 meter, atau sensasi ketegangan yang mereka alami ketika mereka tau di sekeliling mereka terdapat puluhan ular mengintai yang siap menyemburkan bisanya. Thue bahkan berteriak histeris ketika melihat kepala ular menyembul dari dedaunan yang gugur. Mereka bertiga berlari kencang saat itu dan walaw! Disinilah mereka berahkir. Di perbatasan hutan dengan pemukiman warga.

Mereka berhenti sejenak untuk bernafas dan ketika hendak melanjutkan perjalanan pulang, mereka melihat sosok Luca yang sedang menghampiri.

"Oh itu Marini!!"

"Hai Lucaa!"

Alex dan Thue melambai ke arah Luca. Luca membalasnya. Cane sendiri hanya terdiam. Mengarahkan pandangannya ke arah Luca yang entah asumsinya benar atau tidak, jika Luca juga sedang memandangnya. Dada Cane berdesir kencang. Sebuah senyum lebar tanpa disadari telah terpasang apik di wajah Cane.

Cane berlari kencang menuju Luca dan menubruknya dengan pelukan erat. Luca tersenyum dan membalas pelukan Cane dengan tidak kalah eratnya. Mengangkat tubuh Cane dan berputar mengikuti alur hantaman tubuh mereka.

Hatinya merasa hangat. Baik Cane maupun Luca tersenyum. Satu hal pasti yang baru saja Cane sadari. Adalah Luca yang selalu ada untuknya. Membuka lengannya lebar-lebar untuk menyambut Cane. Memeluknya erat ketika Cane butuh kehangatan. Dan yang hal terpentingnya adalah Cane suka pelukan hangat.

Alex dan Thue berjalan beriringan menyusul Cane dan Luca. "Duh, baru nggak ketemu sehari aja udah kaya gini," goda Alex. Cane tertawa. Ia kemudian melepaskan tangannya dari tubuh Luca. "Apasih Lex. Kalo kamu cemburu sini biar aku peluk juga," Cane melangkah mendekati Alex dan mengulurkan tangannya. Alex sendiri balik tertawa dan siap menyambut Cane.

"Ayo pulang!" Luca menarik lengan Cane dengan paksa, kemudian merangkulnya berjalan menjauhi Alex.

"Woy Luca!!" Alex hendak protes namun Thue menggeleng. Memberi tanda Alex untuk tidak membuka suara lagi. Alex mendengus, mereka kemudian menyusul Cane dan Luca untuk pulang.

feelingWhere stories live. Discover now