Bag. 2

7.5K 252 1
                                    

Tak lama kemudian aku sampai di halte tujuanku dan segera turun lalu keluar dari halte dan memanggil abang ojek untuk membawaku ke kontrakan. Sesampainya di kontrakan aku langsung menaruh ranselku dan mengeluarkan isinya agar tidak terlalu berat. Setelah itu aku segera keluar dan mengunci pintu rumah dan langsung melaju menuju halte kembali dengan abang ojek yang sama. Sesampainya di halte aku langsung masuk dan menunggu bus, untung saja tidak lama setelah aku masuk ada bus yang datang menuju halte yang lain. Sesampainya di halte aku langsung menuju koridor yang menuju rumahku. Lagi-lagi aku beruntung, tak lama aku menunggu bus yang kutunggu datang. Walaupun masih agak padat dan tidak ada tempat duduk yang tersisa, aku tetap memaksakan untuk masuk dan bus langsung melaju.

Sebenarnya selama aku di bus, aku merasakan hp-ku bergetar beberapa kali, namun aku malas untuk mengangkatnya, selain karena bus ini lumayan penuh, aku malas untuk mendengar ceramahan dari Mas Kiki. Akhirnya sampai juga di halte tujuan. Aku langsung turun dan berjalan cepat untuk keluar dari halte tersebut. Sesampainya di pinggir jalan aku memanggil abang ojek untuk mengantarkanku ke rumah. Hp-ku terus berdering seakan-akan mengatakan 'cepat-angkat-telponnya-atau-kau-mati' yang sudah sering kudengar. Dengan tetap mengabaikan telpon tersebut, akhirnya aku sampai juga didepan rumahku. Setelah membayar abang ojek tadi, aku menyiapkan mental untuk diceramahi panjang lebar bukan hanya oleh Mas Kiki tetapi mungkin, masih kemungkinan sih, oleh satu keluarga.

"Assalamualaikum.." ucapku tepat didepan pintu sambil membuka sepatuku

"Walaikumsalam.. akhirnya datang juga bintang hari ini.." balas beberapa suara dari dalam rumah. Aku dengan sedikit kebingungan memasuki rumah tersebut dan terkaget-kaget dengan jumlah orang yang ada diruang tamuku sore menjelang malam ini.

"Kamu cepat kesini Rin.." perintah Mas Ki dengan ekspresi marahnya yang sudah bisa kuduga sebelumnya

"Ya.." sahutku dengan pasrah. Mungkin kali ini aku sudah tidak bisa menolak apapun yang akan diminta oleh keluarga tercintaku ini.

"Dari mana aja?? Kenapa mas telponin daritadi gak diangkat-angkat?" tanyanya saat kami sudah terpisah oleh rombongan di ruang tamu

"Kan udah Rin bilang tadi, busnya lama.. jadi Rin nunggunya juga lama.." jawabku sedikit berbohong

"Udah kamu gak usah bohong lagi sama mas.. tadi Julian udah nyusulin kamu ke halte busway, tapi kamunya gak ada.. ayo jujur kamu kemana dulu?" tanyanya menyudutkanku yang dengan sangat menyesal aku menjawabnya dengan jujur

"Rin ke kontrakan dulu tadi.. naro barang yang Rin bawa pagi ini.. soalnya berat.." jawabku dengan sedikit menyesal

"Kenapa gak bareng Julian aja.. kan mas udah bilang jangan pulang sendirian.." kali ini suaranya agak meninggi dan itu sedikit menakutiku. Untuk sekadar informasi, aku tidak pernah suka dengan nada suara yang meninggi

"Iya maaf.." jawabku dengan suara yang semakin mengecil. Aku selalu ketakutan dengan suara-suara tinggi bernada marah.

"Udahlah Ki.. gak perlu dipermasalahin.. gue fine-fine aja kok.. mungkin memang kitanya yang terlalu cepat kali.." ucap seseorang tak jauh dari posisi kami. Dengan perlahan aku melihat siapa yang berbicara itu dan menemukan kak Julian sudah bersender di kusen pintu dapur

"Gak Yan.. dia emang selalu kayak gini.. selalu melarikan diri... gak pernah menatap masalahnya sendiri.." ucapan Mas Ki itu sedikit menyinggung perasaanku.

"Oke fine.. Rin emang salah.. tapi apa harus Mas Ki ngomong seperti itu? Bagaimanapun juga Rin ini adik Mas.. gak usah ngomong kayak gitu kalau Mas masih anggap Rin adik mas.." ucapku dengan nada suara yang sedikit meninggi

"Ah.. maaf udah berteriak.." ucapku kemudian ketika aku sadar sudah meninggikan suaraku didepan orang yang lebih tua dariku

"Udah Ki.. ngomelin Arinnya bisa ntaran aja.. didepan lagi ada tamu loh.. gak sopan kalau Arinnya gak ada didepan.." ucap Bunda dari sebelah Kak Julian

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now