Alarm hp tersebut membangunkanku dari pelarian duniaku. Dengan malas aku membuka mataku dan beranjak menuju lemari pakaian untuk mengambil baju bersih. Walaupun pagi ini masih terbilang subuh, namun aku rasa aku harus mandi dan berangkat lebih pagi dari biasanya. Selesai mandi aku langsung melangsungkan sholat subuh dan bersiap untuk berangkat kerja. Selesai memasang make up dan hijab, aku berjalan menuruni tangga dan menemukan keluargaku sedang sarapan di meja makan.
"Rin?? Kok pagi banget berangkatnya??" tanya ayah
"Iya nih yah... masih ada beberapa hal yang mesti dilakuin di kosan.. jadi mesti berangkat lebih pagi deh.." jawabku sambil lalu dan memasang sepatu favoritku. Sebelum pergi aku menyempatkan mencium tangan kedua orangtua ku dan menyalam tangan Mas Ki.
Akhirnya aku bisa pergi juga dari rumah itu. Dengan mengendarai motor Vario-ku, aku melajur menuju kontrakan. Kenapa tadi aku bilang pada ayah kalau aku ada urusan di kosan bukannya di kontrakan? Karena hanya aku dan Mas Ki yang tahu kalau aku tinggalnya di kontrakan bukannya di kosan. Soalnya malas saja kalau harus mendapatkan kunjungan dari bunda dan ayah kalau aku bilang aku tinggal di kontrakan. Dan kenapa Mas Ki tahu aku tinggal di kontrakan? Karena biaya hidupku dulu masih ditanggung Mas Ki sampai aku mampu menghidupi diriku dan kontrakan tersebut. Yahh jadi bisa dibilang aku mempunyai hutang budi yang sangat banyak pada Mas Ki, karena hal itulah aku sama sekali tidak bisa menolak permintaannya. Sejak kecil aku selalu dimanja oleh Mas Ki, karena aku adalah adik perempuan satu-satunya dan juga bukannya mau sombong ya.. tapi sejak kecil banyak yang bilang aku ini adalah cewek yang cantik dan menggemaskan. Jadi sejak dulu Mas Ki selalu menjagaku sehingga tak banyak laki-laki yang mendekatiku.
Sesampainya di kontrakan aku memasukkan motorku kedalam halaman rumah dan mengetuk pintunya, berhubung aku tidak membawa kunci rumah dan sekarang masih terbilang pagi. Tak lama kemudian, teman satu rumahku membukakan pintunya dan membiarkanku masuk. Setelah melepas sepatu aku mengucapkan salam dan memasuki ruang tamu. Sebentar aku menduduki sofa yang ada dan menyandarkan punggungku. Seakan-akan aku baru menerima berita buruk. Ketika aku memejamkan mata untuk sejenak melupakan semua hal, sebuah aroma manis tercium dan aku langsung membuka mataku untuk melihat secangkir teh hangat sudah berada di atas meja.
"Capek banget ya Rin??" tanya Arini teman satu rumahku
"Biasa aja lah.." jawabku santai sambil menyeruput teh tersebut. Rasa hangat yang kuterima sedikit membuatku rileks
"Terus gimana kemaren?? Ada sesuatu terjadi kan dirumah?" tanyanya dengan lembut.
"Biasalah bunda sama Mas Ki.. selalu sesukanya..." jawabku enggan
"Okelah.. kalau lu gak mau cerita.. kalau ada apa-apa gw siap dengerin kok.." ucap Arini sambil menepuk pundakku.
Ya.. dia Arini anak manajement di kantorku. Selain kami satu kantor, kami juga menyewa satu rumah bersama. Sebenarnya dia dan aku sudah berteman sejak kami kuliah di luar kota dulu. Dan untuk tinggal bersama ini sudah menjadi bahan pembicaraan kami dulu. Walaupun dia anaknya tomboy dan urakan, namun terkadang dia bisa juga bersikap manis dan tahu segala hal yang terjadi padaku.
"Berangkat bareng gak??" tanyanya dari depan pintu
"Ah.." seruku dan dengan segera menyusulnya untuk pergi bersama kekantor.
Sesampainya kami dikantor, kami langsung menuju bagian kami masing-masing, aku di bagian K3 dan dia dibagian manajemen. Kami berpisah di lift karena kantornya berada 1 lantai diatasku. Sesampainya aku dimeja kantorku, aku kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan yang ada dan hal itu dapat membuatku melupakan semua urusan tidak penting yang akhir-akhir ini terjadi.
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...