"Rin... ngantor gak hari ini??" tanya Rini seraya mengetuk pintu kamarku
"Ngantor kok.. ini lagi siap-siap..." jawabku dari dalam
"Gwenchana??" tanyanya tiba-tiba dari arah pintu yang terbuka
"Nde.. gwenchana.." jawabku sambil melapisi bibirku dengan lipstik dan akhirnya menarik kerudung yang tergantung di sebelah meja riasku.
"Apanya yang baik-baik aja?? Tadi malam tiba-tiba pulang dengan wajah mau nangis dan langsung ngurung diri dikamar.. lu pikir gue gak tahu kalau lu nangis tadi malam??" cerca Rini sambil duduk disebelahku
"Yang telah terjadi yaa terjadilah..." jawabku santai sambil menusukkan pentul ke lipatan kerudungku.
"Yuk ah.. jalan.. sarapannya nanti aja di kantor.." ucapku sambil menarik tangan Rini dan menaiki mobilnya.
Kami berkendara dalam diam yang hanya ditemani siaran radio pagi. Sesampainya di kantor kami berjalan bersama dari parkiran menuju lobi kantor. Sesampainya di dalam kantor kami mengantri didepan lift. Ada saja bahan obrolan yang kami obrolkan hingga lupa kalau kami sudah tiba dilantaiku. Setelah berpisah sesaat aku berjalan menuju mejaku dan mengerjakan tugasku.
"Rin.. cowok yang kemaren nyeret lu siapa lu???" tanya Sani
"Oh.. temen abang gue.." jawabku simpel
"Temen apa temen... Riko nyebar gosip kalau dia itu pacar lu loh.." ledek Rika
"Dasar mulut ember tuh Riko... yang temenan kan abang gue ama dia.." jawabku sedikit ambigu
"Jadi.. dia siapanya lu? Pacar?? Selingkuhan?? Atau calon suami?? Atau jangan-jangan suami lu lagi.." cerocos Dina
"Jawabannya pilihan ke-3.." jawabku santai sambil mengetik beberapa berkas yang perlu dimasukkan datanya.
"Calon suami?? Seriuss?? Kapan??" teriak Ani yang membuat hampir seluruh kepala di ruangan itu melihat kearahku.
"Siapa calon suami siapa??" tanya Fiko yang jarak mejanya paling dekat denganku
"Akhirnya Arin gak jomblo lagi..." kembali Ani berteriak sehingga seluruh kantor mengetahui hal tersebut.
"Serius??? Waahhhhh..." ruangan dipenuhi dengan sorakan yang tidak bisa kudetailkan perasaan yang terhubung dengan sorakan itu.
"Sudah kembali kerja lagi sana.. Arin masuk keruangan saya.." tiba-tiba Pak Yusuf keluar dari ruangan dan memanggilku
"Ada apa Pak??" tanyaku ketika sudah berada di dalam ruangannya
"Kamu beneran calon istrinya Mas Julian?" tanya Pak Yusuf sembari mempersilahkanku duduk
"Iya pak.. terjadi begitu saja.." jawabku sekenanya
"Kamu tahu siapa Mas Julian itu??" tanya Pak Yusuf lagi
"Teman abang saya pak.. emangnya ada apa ya pak??" tanyaku balik mulai penasaran
"Kamu tahu dia kerja dimana?"
"Tidak pak.. belum sempat bertanya lebih jauh soal itu.."
"Saya kasih tahu deh.. dia itu pemilik perusahaan Oil and Gas yang pernah kita ajukan tender kedalamnya..." ucapan Pak Yusuf langsung membuatku terdiam seribu bahasa. Bagaimana mungkin seorang pemilik perusahaan terbesar dan terkaya sepertinya mau memperistri seorang wanita super biasa sepertiku. Sepertinya ini juga salah satu masalah yang dibuat oleh Mas Kiki tercinta.
"Oh... gitu ya pak... holang kaya berarti dong.." ucapku setengah bercanda
"Nahh iya tuh.. apalagi dia itu sebenarnya sepupu saya loh.." ucap Pak Yusuf yang tak kumengerti apakah bercanda atau tidak
"Tua dong pak.. bapak kan udah 40-an.." jawabku setengah bercanda
"Gak tua juga sih.. Enak aja kamu ngatain saya tua.. saya aja baru 38 tahun kok.." ucapnya sambil tertawa pelan
"Lah tetep aja dong pak.. kalau gitu Kak Julian udah tua dongg... bapak aja 38 tahun.. dia pasti beda 1 atau 2 tahun dong.. soalnya kan bapak aja manggil dia pake Mas.." kataku santai
"Dia itu anak dari kakaknya ibu saya.. makanya saya panggil mas.. walaupun sebenarnya dia lebih muda 5 tahun dari saya..." ucap Pak Yusuf dengan santainya
"Owh.. berarti baru 33 tahun dong... tetep aja ah pak.. tua..." balasku sambil tertawa pelan.
"Yaa.. beda 7 tahun aja sama kamu gak jauh lahh.." balasnya sambil membuka hpnya
"Yaudah deh pak.. saya kembali ke meja saya dulu ya..masih ada kerjaan.." jawabku sambil berdiri dari kursi
"Oke deh... btw selamat ya Rin.. saya gak nyangka loh ternyata sepupu super dingin saya itu bisa juga nikahin anak orang..." ucapnya yang hanya kubalas senyuman.
Sekeluarnya aku dari ruangan bos divisiku itu, aku langsung kembali ke meja untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Ketika melihat jadwal sepertinya aku tak akan ada di kantor untuk 5 hari kedepan dimulai dari besok. Jadwal site visit untuk proyek terbaru baru saja keluar dan itu membuatku tidak akan berada di kantor untuk waktu 5 hari kedepan. Melihat jarak proyek dengan kontrakanku sepertinya aku membutuhkan waktu lebih pagi untuk pergi karena melewati daerah rawan macet.
Akhirnya waktu makan siang tiba juga. Seperti kebiasaanku aku menunggu Arini di lobi untuk mengajaknya makan siang bersama di depan kantor. Sepertinya Kak Julian pun menepati janjinya untuk memberiku ruang seharian ini. Dia tidak memberiku kabar maupun menanyaiku kabar. Hal tersebut ku hargai dan aku pun melakukan hal yang sama. Selama makan siang bersama dengan keempat sahabat merepotkan itu, Riko, Fino, dan Qori ngotot ingin makan siang bersamaku dan Arini, aku sedikit membagi keluh kesahku dan mendapatkan banyak masukan dari mereka. Selesai makan siang yang diakhiri dengan janji pulang bareng dengan Arini, kami berempat (Aku, Riko, Fino, dan Qori) berjalan bersama menuju ruangan sambil sesekali berdiskusi tentang proyek mendatang.
Selama sisa jam kerja ku lalui tanpa hambatan. Semua terasa sama dengan hari-hari sebelumnya. Pikiran tentang masa depan yang berada tak jauh lagi tak dapat mengalihkan perhatianku dari kecintaanku terhadap pekerjaanku. Yang terasa berbeda dari semua itu hanyalah beberapa tugas penting yang harus kubawa dan kusediakan esok hari.
"Rin.. jangan lupa besok jam 6.30 WIB udah harus dilokasi ya.. kalau lu gak sanggup bawa motor bilang aja biar kami jemput.." ucap Riko saat kami berkumpul di lobi menuggu Arini
"Kayaknya kalian jemput aja deh.. gak kuat gue bawa motor jauh subuh-subuh.."balasku sambil mengecek hp yang sejak tadi kuabaikan
"Oke deh.. jam 6 kami jemput ya di kontrakan.." ucap Fino
"Pake mobil siapa??" tanyaku berbarengan dengan munculnya Arini di depan lift
"Mobil gue kok.. jadi aman aja.. lu gak harus berduaan sama Fino dikursi tengah.. lu bisa ambil kursi belakang seperti biasanya.." ucap Qori dengan lugasnya
"Wah.. thanks for your consideration bro.." balasku dengan senyuman.
"Yuk ah pulang.. bentar lagi mau ujan kayaknya.." ucap Arini begitu bergabung dengan kami
"Oke.. bye bye guys.. see you tomorrow morning.." ucapku sekaligus berpamitan dengan mereka.
つずく
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...