Bag. 8

5.2K 194 3
                                    

Sesampainya didalam kamar aku langsung menutup pintu dan menguncinya lalu merebahkan badanku diatas kasur untuk menghilangkan rasa penat dibadan ini. Sepertinya aku harus mulai membiasakan diri bersama dengan Kak Julian dan mulai membuka diri serta hati padanya. Seperti saran trio kwek-kwek saat jam makan siang tadi. Sekitar 5 menit aku rebahan diatas tempat tidur dengan kerudung terbuka, setelah merasa cukup aku kembali berdiri dan mengambil baju bersih dari dalam lemari. Tak banyak pilihan baju yang kumiliki, jadilah aku memilih menggunakan kaos santai ditutupi dengan sweeter berwarna maroon serta celana jins berwarna hitam. Untuk pilihan kerudungnya aku menggunakan kerudung polos berwarna maroon juga. Setelah mengganti baju dengan baju pilihan tadi aku berjalan keluar kamar dengan kerudung 'tersangkut' dikepala dan berjalan cepat menuju kamar mandi untuk mencuci wajah serta sikat gigi. Selesai dengan itu semua, aku kembali menuju kamar dan memakai kerudungku sesuai aturannya.

"Maaf lama nunggu kak.." ucapku meminta maaf saat sudah berada di ruang tamu.

"Gak lama kok.. lagian aku juga ditemani oleh Rini.. jadi gak kerasa.." jawabnya sambil berdiri dan berjalan menuju pintu

"Pergi bentar ya Rin.. nanti kalau lu mau tidur duluan, kunci aja pintunya tapi jangan digantung.. biar gue bisa buka dari luar.." ucapku seraya pamit pada Rini

"Oke.. have fun ya.. ingat saran gue kemarin.." ucapnya dan aku pun menyusul Kak Julian yang sudah lebih dulu berjalan menuju mobil.

"Jadi kamu mau makan dimana??" tanyanya saat aku sudah duduk disebelahnya

"Kemana aja deh.. aku ngikut aja..." jawabku simpel karena sedang tidak nafsu makan

"Oke.. kita ke rumah makan sunda aja ya.." usulnya dan kami kembali terdiam.

Kini yang kulakukan adalah melihat pemandangan malam dari dalam mobil. Sama sekali tak berniat untuk membuka obrolan dengan Kak Julian. Pemandangan diluar pun tak dapat mencairkan suasana mencekam didalam mobil. Entah ingin ikut-ikutan denganku untuk tidak bersuara atau memang dia sedang kesal, yang jelas tidak ada satu kata pun terlontar dari sisi Kak Julian setelah menanyakan tujuan makan malam ini.

"Idupin radio boleh??" akhirnya aku memberanikan diri untuk berbicara

"Tumben gak main hp.." sindirnya tanpa menjawab pertanyaanku

"Hp aku lagi mati kak.. lagian aku gak pernah naik mobil sambil main hp.." jawabku sedikit malas. Dia baru sekali saja melihatku main hp di mobil dan langsung berkesimpulan seperti itu.

"Owh.. kan bisa sekalian dicharge aja disini.. abis itu kamu bisa main lagi deh.." ucapnya masih dengan nada yang sama. Benar-benar membuatku kesal

"Kakak maunya apa sih.. hp aku dicharge dirumah.. jadi sekarang aku gak bawa hp sama sekali.. terus juga kenapa diungkit-ungkit terus sih masalah aku main hp di mobil waktu itu.. kakak gak suka aku main hp di mobil.. bilang aja.. gak usah main sindir..." kuucapkan semua kalimat itu dengan nada kesal.

"Bukan gitu... aku hanya berusaha untuk memahamimu.. karena kata Rini tadi.. kamu susah untuk dimengerti.. dan sepertinya ada sesuatu yang besar yang menghalangi aku untuk dekat denganmu.." jawabnya sambil menyalakan radio

"Rini ngomong apa aja sama kakak??" tanyaku berusaha menelan ketakutanku

"Gak banyak.. dia Cuma nanya apa aku serius dengan mu dan tidak akan menyakitimu apapun yang terjadi.. serta berusaha untuk memahami segala tingkah laku absurd kamu..." jawabnya dengan senyuman dibibirnya. Baru kali ini aku melihat Kak Julian tersenyum dan itu membuat dadaku entah kenapa terasa nyeri. Nyeri yang dulu pernah kurasakan saat melihat senyuman Riko.

"Owh" hanya respon itu yang sanggup kukeluarkan karena rasa nyeri itu seakan membuntukan pikiranku.

"Sudah sampai.. ayo turun.." ajaknya dengan ramah saat kami sudah tiba di rumah makan yang ditujunya.

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now