"Rin.. dijemput kak Julian atau Riko??" tanya Arini saat aku mulai bersiap mandi
"Qori.. tadi malam udah gue kontak dia buat jemput gue pagi ini.. soalnya kak Julian gak ada nyinggung soal pagi ini tadi malam..." jawabku sambil mengambil handuk. Ya, tadi malam ketika dia mengirimkan pesan selamat malam dan teman-temannya, dia tidak membahas apalagi bertanya tentang jadwalku pagi ini. Jadi kusimpulkan dia tidak peduli dengan jadwal kegiatan harianku.
"Dia gak tahu kali kalau lu ampe 5 hari site visitnya.." ucap Arini ketika aku sudah berada di dalam kamar mandi
"Mungkin.. atau mungkin juga dia gak peduli Rin.." balasku dan mulai membasuh badanku.
"Sarapan sama bekal lu udah gue siapin dan gue taro di meja makan ya.." seru Arini dari ruang depan ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi
"Thanks as always beb.." balasku dari dalam kamar dan mulai bersiap untuk kegiatan hari ini.
Tak berapa lama aku pun siap untuk berangkat. Sebelum berangkat aku menyempatkan untuk sarapan terlebih dahulu. Walaupun jam kantor Arini lebih siang daripadaku, namun dia selalu menemaniku sarapan jika aku melakukan site visit. Alasannya karena dia tidak percaya aku akan memakan sarapanku jika aku membawanya ke site. Alasan yang sedikit berlebihan. Namun berkat dia aku tidak pernah melewatkan sarapan seharipun sejak tinggal bersamanya. Tepat setelah kami selesai sarapan, Riko dan Qori kembali menjemputku dan kami langsung bergerak menuju lokasi dengan posisi seperti kemaren.
Sesampainya di lokasi kami kembali fokus terhadap pekerjaan yang tersedia. Tidak banyak obrolan yang keluar di jam kerja karena masing-masing dari kami sangat fokus kepada tugas yang diberikan. Hingga tiba waktunya jam makan siang. Hanya saat inilah kami bisa ngobrol tanpa beban kesemua orang yang ada dilokasi. Semua berjalan seperti kemaren hanya saja hari ini aku sama sekali lupa dengan keberadaan hpku yang kutaruh di tas yang terletak di dalam kantor. Alasan awal aku meninggalkannya adalah karena aku merasa tidak akan bisa fokus dengan hp ditangan, jadi aku meninggalkannya begitu saja. Saat jam kerja selesai barulah aku sempat mengecek hp dan terkejut dengan notif yang muncul di layar hpku.
Begitu banyak misscall dan pesan berantai di setiap aplikasi pesan yang kupunya. Bayangkan saja aku punya 4 aplikasi pesan, BBM, Line, WA, Hangouts, dari keempat itu jika ditotalkan jumlah notif yang masuk ada 99+ yang tidak ingin kuketahui keberadaannya. Biasanya walaupun hp ku tinggalkan seharian notif yang masuk tidak akan sebanyak itu. Selain pesan, jumlah misscall yang masuk pun membuatku terkejut sekaligus takut. Aku yakin hampir 100% misscall tersebut berasal dari 1 nomer yang baru-baru ini mengusik ketenanganku.
Dengan takut-takut aku membuka notif misscall dan benar saja, 80 misscall berasal dari Kak Julian. Sebenarnya kalau aku mengenal betul orang tersebut, aku tidak akan ketakutan seperti ini. Hanya saja Kak Julian adalah orang asing yang memaksa masuk kedalam teritori nyamanku yang membuatku takut akan reaksi yang akan muncul. Setelah membersihkan notif misscal tersebut aku mulai membuka pesan-pesan yang kuyakini berasal dari orang yang sama. Kumulai dari Hangouts karena dia tidak akan tahu jika aku sudah membaca pesan-pesannya. 10 pesan berasal dari Kak Julian dan 5 pesan berasal dari Mas Kiki serta 2 pesan berasal dari Arini. Kumulai membaca dari Arini.
"Rin.. Kak Julian nyariin lu nih di kantor.."
"Pokoknya kalau kalian berantem gue gak mau tahu ya.."
Kedua pesan tersebut masuk saat jam makan siang, yang membuatku mengambil kesimpulan dia menjemput untuk mengajak makan siang bersama.
"Rin.. ayok pulang.. kalau gak sekarang nanti macet banget.." seru Qori saat aku masih terpaku membaca pesan dari Mas Kiki
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Jugendliteratur'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...