Bag. 12

4.4K 188 1
                                    

Selanjutnya kami mulai membahas tentang tema, baju, katering makanan, dan foto prewedd. Entah kenapa baru kali ini mengikuti konseling pernikahan yang super cepat. Semua pembahasan selesai dalam 1 hari. Mungkin ini semua menjadi mungkin karena kak Julian sudah mempunyai bayangan untuk hari pernikahan tersebut. Sedangkan disisi lain aku hanya bisa menyetujui apapun yang mereka katakan. Karena sejujurnya aku tidak yakin akan mampu menjalani resepsi tersebut dengan kepala jernih.

Akhirnya kami pulang setelah membuat janji untuk minggu depan. Agenda minggu depan adalah fitting baju dan minggu depannya lagi baru foto prewedd. Semua berjalan mulus-mulus saja tanpa ada hambatan, bahkan lebih kearah di permudah semua urusan. Entah aku harus merasa bahagia atau bersedih. Setelah pamit, kami pun berkendara menuju tempat makan siang terlambat. Kali ini kembali kak Julian yang mengusulkan tempat makannya dan aku iyakan saja biar cepat. Lagipula aku sedang tidak ada nafsu makan karena semua urusan terlihat mudah dan cepat.

"Kamu mau makan apa??" tanya kak Julian ketika kami sudah duduk disalah satu meja direstoran sunda ini.

"Hmmmmmm...." gumamku sambil membolak-balikkan menu. Benar-benar tidak ada nafsu makan sama sekali walaupun sudah melihat menu yang beragam macam ini.

"Boleh gak makan gak?? Lagi males makan nih.." ucapku ketika tidak tahu juga mau makan apa

"Gak boleh sayang.. harus makan.." ucapnya seketika membuatku membeku

"Gak boleh apa tadi?? kayaknya aku salah denger deh.." ucapku seperti terkejut

"Sayang?? Emang kenapa?? salah??" tanyanya dengan wajah polosnya. Kali ini benar-benar wajah polos dengan senyuman yang mempesona.

Selama beberapa detik aku hanya bisa terdiam, membisu, tidak mengerti harus membalas perkataannya dengan apa. Kenapa tiba-tiba otakku tidak bekerja seperti seharusnya? Kenapa tiba-tiba senyumannya bisa membuatku melupakan segala pikiranku? Apa yang harus kuperbuat? Semakin dia mendekat semakin kuat perasaan takut itu muncul.

"Hellooooo..." sapaan itu terdengar disambut dengan lambaian tangan di wajahku. Sial lagi-lagi aku termenung. Sudah berapa kali hari ini aku termenung dengan dia sebagai alasannya? Entahlah sudah tak bisa kuhitung lagi,

"Bengong mulu.. jadi mau makan apa??"

"Gak mau makan.." jawabku tetap pada keputusan awalku

"Harus makan dong.. jangan gak makan.. pagi tadi juga cuman makan bubur aja kan.. atau mau cari tempat lain??" tawarnya dengan nada yang melembut. Ya allah tolong aku, hilangkan orang yang ada didepanku saat ini sebelum aku berubah menjadi tidak waras.

"Gak usahlah.. toh udah terlanjut duduk disini.. dan udah lama juga kita duduk disini.. kalau gitu aku pesan mie goreng aja deh.." jawabku setelah sekali lagi melihat menu. Setidaknya mie lebih mudah dimakan daripada nasi dan tidak perlu banyak lauk untuk dikunyah.

"Oke.. minumnya??"

"Air putih aja deh.." jawabku masih lesu.

"Oke.. " jawabnya dan kini aku berusaha untuk tidak peduli dengan waitress yang mencatat makanan kami. Aku hanya menyandarkan kepalaku diatas lengan yang menyilang di atas meja.

Pernikahan. Kata itu selalu sanggup membuatku hilang kendali. Bukan apa-apa, aku hanya takut untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini kujaga. Walaupun kuakui aku sudah menyempitkan ruang tersebut sehingga banyak yang dapat mendekat tanpa harus menyakiti ruang tersebut. Namun kali ini beda cerita, pernikahan berarti mengizinkan orang tersebut yang selama ini kita anggap asing untuk memasuki ruang yang selalu kujaga dengan ketat tersebut. Dan mengizinkannya untuk menetap disana. Bahkan mungkin bukan hanya menetap, tetapi sedikit atau mungkin banyak merubah isi dari ruang tersebut. Itu yang tidak kuinginkan. Aku tidak ingin ada yang mengetahui diriku yang sebenarnya.

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now