Bag. 13

4.6K 178 1
                                    

3 hari kulalui tanpa ada semangat, rasanya Arin yang selama ini berubah begitu saja menjadi lebih sendu dan mellow hanya karena seorang makhluk berjenis kelamin laki-laki. Banyak yang bertanya padaku kenapa tapi hanya kujawab sebatas galau karena lagi datang bulan. Walau sebenarnya itu adalah fakta. Bulan tersebut datang begitu saja di malam aku bertindak pengecut itu. Untung saja selama di proyek aku tidak menyebabkan masalah apapun. Paling besar hanya aku sempat terjatuh dan menggores lutut serta sikuku, itu pun bukanlah luka yang serius, sehingga aku hanya mengabaikannya. Trio grub itu pun tidak berani mencampuri urusanku lebih jauh karena mereka takut kena semprot. Paling mereka hanya berusaha untuk tetap menjaga emosi labilku tetap pada titik normalnya sehingga tidak perlu emosi untuk hal-hal yang tidak penting.

Selesai dengan kunjungan lapangan, kami semua disibukkan dengan pembuatan laporan yang akan dipresentasikan keesokan harinya. Aku merasa sangat beruntung dengan jadwal padat ini karena memudahkanku untuk melupakan berbagai macam hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan. Namun tetap saja setiap hp ku berdering tanda pesan masuk aku akan langsung mengeceknya. Aku akan merasa lebih tenang dan senang kalau pesan tersebut berasal dari satu orang yang seminggu terakhir mengusik otakku, dan akan merasa down ketika bukan dari dia. Arini yang menyadari perubahan moodku yang tidak biasa ini menyebutku sedang dalam tahap perubahan Arin menjadi lebih baik. Namun aku terkadang tak setuju dengan hal itu, bagaimana mungkin aku melangkah menjadi lebih baik kalau kerjaanku saja tidak secepat biasanya dan hanya melamun saja. Sungguh terlalu.

Dan akhirnya hari sabtu itu datang juga. Setelah sebelumnya selalu mewanti-wantiku untuk tidak lupa jadwal sabtu itu, aku menjadi sedikit excited dengan hari sabtu ini. Setelah selesai bersiap dengan kemeja lengan panjang berwarna biru langit dipadukan dengan celana jins hitam dan phasmina satu warna lebih gelap dari kemejaku, aku menunggu kak Julian sambil memakan sarapan yang tadi sempat kami beli sepulangnya dari lari pagi. Tak lama kemudian kak Julian datang dan kami pun pamit kepada Arini dan melangkah menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari gerbang kontrakan.

"Kamu udah sarapan?" tanya kak Julian ketika aku memasang seatbelt

"Udah.. sebelum kaka datang aku sarapan dulu.." jawabku santai

"Owh.. oke.. berarti langsung ke butik aja nih??"

"Bolehh.." dan dia langsung mengarahkan mobilnya ke butik untuk fitting baju hari ini.

Selama perjalanan tak banyak kata yang keluar dari mulut kami berdua, perjalanan kami hanya ditemani oleh siaran radio. Sebenarnya aku tidak terlalu mengharapkannya untuk memulai obrolan denganku, hanya saja keheningan seperti ini sedikit membuatku tidak nyaman. Untuk mengurangi rasa itu aku mengalihkan perhatianku kearah luar mobil. Memperhatikan pergerakan awan dan mobil di jalan merupakan salah satu kegiatan favoritku kalau sedang berkendara.

Butuh waktu empat jam untuk sampai di butik yang diberitahukan oleh Mba Ina, selain karena macet kami juga sibuk mencari alamatnya. Walaupun baru tiga minggu yang lalu aku menemani Mba Nana kesini tapi aku sudah lupa-lupa ingat dengan jalannya. Sesampainya di butik tersebut kami disambut oleh Mba Ina dan seorang cewek. Aku mengenal cewek tersebut, karena saat aku menemani Mba Nana, cewek tersebut juga yang menyambut kami berdua.

"Hei.. kok lama banget nyampenya??" tanya Mba Ina ketika kami sudah duduk di sofa yang tersedia

"Maaf.. biasa macet dimana-mana, dan gue lupa jalan kesini.." jawab kak Julian santai sambil menyenderkan badannya di sofa

"Kan Arin pernah kesini juga.. masa iya dia gak ngasih tahu jalannya.." protes Mba Ina

"Mba.. aku kesininya 3 minggu yang lalu ya.. dan itu dari rumah bukan kontrakan jadi lupa-lupa inget gitu jalannya.." jawabku memberi alasan.

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now