Bag. 17

4.2K 171 0
                                    

Hari minggu yang tenang itu akhirnya datang. Setelah sholat subuh aku langsung merebahkan badanku diatas kasur tercinta dan berbaring disana beberapa saat sebelum akhirnya telpon itu masuk. Aku tahu siapa yang menelpon itu, karena aku memberikan nada dering khusus untuk dia. Kak Julian. Sengaja aku tidak mengangkatnya, bahkan cenderung mengabaikannya. Bukan maksud ingin menyakitinya, hanya saja aku masih harus mendefinisikan perasaan gelisah ini. Apakah ini perasaan yang positif atau negatif. Kalau negatif maka aku akan jujur pada kak Julian tentang perasaan ini, mana tahu dia punya solusi untuk menghentikan perasaan ini.

Demi untuk menghilangkan perasaan was-was itu, aku sengaja men-silent-kan hp ku dan menaruhnya sejauh mungkin dari gapaian tanganku dan menutup mataku. Aku akan kabur untuk sementara waktu. Aku tahu ini saat yang tepat untuk melakukan hal itu. Akhirnya aku menyerah pada gravitasi kasur dan langsung menghilang di dunia mimpi.

"Rinnn.. lu dirumah gak??" teriakan tersebut menyentakku kembali ke kesadaranku.

"Rini??" balasku dari dalam kamar. Suara parau mendominasi suaraku

"Ya allah Rin.... udah sore masih juga tidur.. bangun gih.. sholat ashar sana.. udah mau magrib.." sentakan tersebut membangunkanku secara utuh.

Kaget aku melihat jam di dinding kamarku dan benar-benar shock ketika melihat petunjuk waktu tersebut. Jam setengah 6 sore. Bergegas aku masuk kekamar mandi dan mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat ashar. Selesai sholat ashar baru kusadari perutku sangat lapar. Ya bagaimana tidak, aku tertidur lagi bahkan sebelum sempat sarapan dan kini sudah memasuki waktu makan malam. Dengan gontai aku berjalan keluar kamar.

"Mandi sana gih.. tidur dari jam berapa??" tanya Arini yang mulai mengolah bahan makanan

"Gue pusing Rin.." keluhku dan duduk di kursi meja makan

"Ya gimana gak pusing kerjaan lu cuman tidur doang.. gue tanya sekali lagi.. lu tidur dari jam berapa??"

"Kayaknya jam 6 deh.. habis sholat subuh gue sempet bengong beberapa menit sebelum ketiduran.." jawabku sambil menyenderkan kepalaku di sandaran kursi

"Pantesan aja lu pusing.. lu tidur hampir 12 jam.." omelnya

"Yaa.. badan dan otak gue lelah banget abisnya.. dan gue kayaknya tidur mati deh tadi.." aduku lagi

"Yaudah mandi sana biar segeran.." omelnya lagi sambil melemparkan handuk ke wajahku

"Iye iyee.." ucapku mengambil handuk yang terlempar tersebut dan memasuki kamar mandi.

Untuk menghilangkan rasa pusing tersebut aku memilih untuk keramas sore ini. Selesai mandi yang lumayan lama tersebut aku keluar dari kamar mandi hanya berbalutkan handuk dan berjalan menuju kamarku. Selesai berpakaian super santai yang bisa kutemukan di lemari, kaos longgar plus celana hawai sepaha, aku melangkah menuju ruang makan dengan handuk melilit rambut panjangku.

"Makan apa malam ini Rin?" tanyaku pada Arini yang tengah sibuk di dapur

"Gue lagi bikin kimbab sih.. lu mau?? Berapa gulung??" tanyanya

"Mau deh.. gue kayaknya 2 gulung cukup deh.." jawabku dan mengambil posisi di depan tv siap menyalakan tv

"Mau makan dulu atau sholat dulu??"

"Udah magrib Rin?? Gue sholat dulu deh kalau gitu.." ucapku dan langsung menyerbu kamar mandi dan melaksanakan sholat magrib.

Selesai sholat aku menemukan potongan-potongan kimbab diatas meja makan. Dengan sekali gerak aku langsung menyambar piring tersebut dan membawanya kedepan tv sambil menunggu Arini selesai sholat. Kami makan berdua didepan tv sambil menonton tv yang kebetulan sedang menayangkan box movies.

"Rin.. lu pasti belom ada cek hp kan?? Cek hp dulu sana.." ucapnya ditengah-tengah kegiatan

"Iya ya.. dari tadi gue agak mengabaikan keberadaan posel canggih itu.." sahutku dan langsung melangkah memasuki kamar dan mencari dimana letak hp tersebut.

Setelah menemukannya aku terkejut dengan banyaknya notif yang masuk kedalam hp tersebut. Memang sebagian besar berasal dari game yang kumainkan, tetapi ada juga dari beberapa aplikasi pesan. Sambil berjalan kembali menuju tv aku mengecek dan menghapus beberapa notif yang tidak begitu penting. Begitu memasuki Line aku dibuat tercengang dengan banyaknya chat yang masuk. Beberapa dari grub kerjaan maupun grub pertemanan, tapi ada juga yang dari personal dan personal tersebut adalah dari orang yang ingin kuabaikan hari ini keberadaannya.

"Arin.. maaf kalau aku terkesan memaksamu untuk mengikuti kemauanku. Maaf juga kalau kamu jadi tidak betah dan tidak nyaman dengan ketergesaanku, tapi percayalah itu semua kulakukan karena aku sangat menyayangimu. Tolong jangan abaikan aku lagi seperti sebelumnya. 1 hari saja aku tidak mendengar kabar darimu bagaikan siksaan yang sangat menyiksa Rin.. tolong jangan ingatkan aku akan ketidakberdayaanku dulu. Maaf kalau ternyata pesan ini semakin membuatmu tidak nyaman denganku." Isi pesannya yang terakhir setelah sebelumnya dia sibuk bertanya kabar dan keberadaanku.

Maaf kak bukannya aku sengaja ingin mengabaikanmu. Tapi hanya saja aku tidak bisa mengontrol emosiku yang berlebihan ini. Aku sangat was-was dan takut terhadap keberadaanmu. Ini tidak seperti sebelumnya. Entah kenapa semakin aku mendekatimu, semakin kuat perasaan ini.

"Lu lagi berantem ya sama kak Julian??" tanya Arini ketika aku sudah kembali duduk di sampingnya

"Gak berantem juga sih.. cuman gue suka restless gitu kalau mikirin dia.. gak ngerti juga gue kenapa.." jawabku sambil kembali mencomot kimbab yang masih tersisa

"Yakin Cuma restless doang yang lu rasain?? Perasaan lainnya??" tanyanya kepo

"Bahagia jelas.. restless.. was-was.. cemas.. udah macam mau nungguin pengumuman kelulusan tahu gak.. gak jelas banget.." jawabku santai

"Lu mau tahu jawaban dari perasaan lu itu??" tanyanya kembali memperhatikan layar kaca karena iklan telah lewat

"Gak dulu deh.. biar gue tebak sendiri aja.. tapi kayaknya jawabannya gak jauh lagi kok.." jawabku

"Yakin?? Tapi gak ngabaian dia juga Rin.." sindirnya

"Yaa lagii.. dia cepet banget progressnya brohh.. udah punya rumah aja.. kan bikin gue bingung.."

"Apa lagi sih yang lu bingungin?? Bagus dong kalau dia udah punya rumah sendiri.. kenapa lu maunya repot sih.. udah dikasih juga tuh sama Tuhan yang baik, ganteng, kaya, sholeh.. kurang apa lagi.. cinta mati lagi sama lu.."

"Justru itu Rin.. gue ngerasa gak cukup baik buat dia.. gue yang serba biasa-biasa ini bisa punya pasangan hidup sesempurna dia.. gue ngerasa itu mustahil Rin.."rengekku mendengar fakta yang dia paparkan

"Itulah namanya adil Rin sayang.. tuhan kan menciptakan makhluknya berpasang-pasangan dan saling melengkapi.. mungkin bagi dia lu adalah pelengkap dihidupnya yang serba sempurna itu.." ledeknya

"Kurang ajar lu.. lu pikir gue pembantunya apa yang bisa melengkapi semua kekurangannya.. cewek penuh kekurangan kayak gue bisa apa Rin.."

"Nah.. jadi sebenarnya rasa restless lu itu berasal dari ketidakpercayaan diri lu terhadap kemampuan diri lu sendiri.. padahal lu mampu kok jadi lebih baik.. bahkan menurut gue lu cukup baik dan sempurna.. jadi mau apalagi yang lu minta??"

"Gue perlu waktu Rin buat ini semua.. terasa begitu cepat dan mendadak.. otak gue gak bisa ngimbanginnya.."

"Rin sayang... gak semua hal di dunia ini harus lu mengerti.. terkadang cukup lu rasa aja sekeliling lu.. lu pasti akan dapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan gaje lu itu.." nasihat itu kembali terdengar dari Arini sang petuah hidup

"Iye iye.." jawabku acuh dan kami kembali konsentrasi menonton film tersebut.

つずく

Arin's Love Story (END)Where stories live. Discover now