Mungkin memang benar frase kalimat yang menyatakan wanita butuh waktu dua kali lipat lebih lama untuk berdandan dibanding pria. Pasalnya kak Julian dan Mas Kiki selesai lebih cepat dibandingkan waktu aku dan Mba Nana mencoba baju tersebut. Yaahh walaupun boleh kubilang baju yang mereka gunakan cukup simpel tetapi menarik. Baru kali ini aku tertarik dengan wedding fashion laki-laki. Entah kenapa kalau mereka yang memakainya semua baju terlihat bagus dan menawan. Apa mungkin karena faktor tubuh mereka yang terlihat atletis tersebut? Entahlah yang jelas ketampanan mereka meningkat dua kali lipat dari biasanya.
Selesai dengan keterpanaanku melihat sosok kak Julian yang lebih menawan dari sebelumnya. Walaupun sebelumnya dia juga terlihat menarik, tapi entah kenapa ketika melihatnya menggunakan tuksedo dan kebaya laki-laki tersebut membuatnya lebih menarik dan seksi. Mungkin. Kami langsung menuju kantor yang sebelumnya sudah sering kami datangi. Diruangan tersebut kami membahas ulang apa yang kurang untuk pakaian pernikahan kami. Aku lebih banyak diam karena memang pembahasan seperti ini sama sekali tidak menarik perhatianku. Selesai dengan semua pembahasan membosankan tersebut, kami pamit pulang.
"Rin.. inget ya.. besok di studio yang sama kalian foto prewedding.." ucap Mba Ina mewanti-wantiku ketika akan berpamitan
"Okey mba.. jamnya sama kayak Mba Nana dulu??" tanyaku
"Yap.. jam 10 pagi di studio yang sama.. jangan sampe telat.. untuk konsepnya besok aja kalian bahas sama Rei disana.." ucapnya yang kujawab dengan anggukan
"Nahh Rin pulangnya bareng Julian aja yaa.. Mas mau nge-date dulu sama Nana.." ucap Mas Kiki sembarangan sambil mendorongku mendekati Kak Julian
"Oke oke.. tapi gak usah dorong-dorong juga keless.." protesku
"Okeeyy.. sampai ketemu dirumah nanti malam.." ucap Mas Kiki sebelum akhirnya pergi meninggalkanku bersama Kak Julian di parkiran
"Mau makan siang dimana???" tanya Kak Julian ketika kami sudah meninggalkan butik
"Makan siang??? Gak makan malam??" tanyaku bingung sambil melihat jam yang menunjukkan pukul 4 sore
"Yaaa.. anggap aja makan siang yang terlambat dan makan malam yang kecepetan.." jawabnya sambil tersenyum ringan. Kini aku mulai menyukai senyumannya.
"Hmm... oke deh.. terserah aja mau makan dimananya.." jawabku ikutan tersenyum
"Okeey.. gimana kalau kita ke MCD aja?? Lagi pengen makan junkfood.." ucapnya yang langsung kusetujui.
Selama perjalanan tidak banyak yang kami bahas, kebanyakan pembahasan kami adalah tentang konsep prewedding besok. Apa yang harus kami tampilkan dalam pemotretan besok? Bagaimana dengan kostumnya? Dan suasana seperti apa?. Tak terasa kami telah tiba di salah satu cabang makanan cepat saji tersebut. Berhubung tempat tersebut sepi sehingga banyak kursi kosong yang tersedia, Kak Julian mengajakku untuk mengantri pesanan bersama. Setelah selesai dengan pesanan yang lagi-lagi dikomentari oleh Kak Julian, kami berjalan menuju salah satu meja kosong dekat jendela.
"Oh iya.. sebenarnya kakak gak mau merusak mood mu lagi.. tapi bagaimana kalau abis ini kamu ikut kakak belanja perabotan?? Untuk rumah kita nanti.." tanyanya dengan hati-hati
"Okee.." jawabku singkat kemudian memakan kentangku
"Yakin?? Gak mau marah-marah lagi??" tanyanya tak percaya
"Mau sampai kapan marah-marah gak jelas kak?? Setelah dipikir-pikir Rin termasuk cewek paling beruntung karena akan menikah sama kakak.. jadi buat apa mempermasalahkan hal sepele kayak gitu.." terangku disela-sela memakan hamburger.
"Paling beruntung??"
"Iyalahh.. paling beruntung.. kapan lagi bisa nikah sama cowok mapan, tampan, kaya, cinta mati sama cewek, rumah udah ada, kendaraan udah ada, kerjaan pas.. coba apa lagi kurangnya?? Gak ada kan.." jawabku sambil tersenyum
"Tampan?? Jadi kamu ngaku kalau kakak tampan??" ledeknya
"Kenapa dari semua deskripsi Rin cuman kata itu yang kakak denger??" balasku
"Yaa.. karena cuman itu yang belom terbukti.. lagian bukannya kaka ini bukan tipe kamu ya??"
"Tahu darimana???"
"Insting.."
"Salah tuh insting.. Rin sih gak pernah mempermasalahkan wajah atau kriteria lainnya, selama dia menarik perhatian Rin.. siapapun bisa.." jawabku dengan senyum licik tercetak di bibirku
"Hmmm..." gumamnya penuh keraguan dan itu memecah tawaku.
Selesai makan, kami langsung menuju IKEA atau tempat yang biasa menjual perabotan rumah tangga dengan harga yang sesuai. Kali ini aku memilih diam dan lebih banyak mendengarkan siaran radio daripada berbicara, aku lelah berbicara. Sesampainya di tempat tujuan, kami langsung memasukinya dan mulai menjelajah pusat perbelanjaan tersebut. Banyak list perabotan yang telah disusun oleh Kak Julian, dan kami mulai menghilangkannya satu persatu. Perdebatan pun tidak terelakkan lagi. Ternyata selera kami jauh berbeda satu sama lainnya sehingga butuh waktu banyak hanya untuk menentukan perabotan mana yang harus dipilih. Tapi semua itu sangat menyenangkan. Sudah lama sekali rasanya berdiskusi dengan orang lain dan memilih satu tujuan. Selama ini aku selalu memilih perabotan yang kusukai, karena memang hanya aku yang akan menggunakannya.
Setelah berkeliling tempat tersebut kami mengantri dikasir untuk membayar apa-apa saja yang sudah kami beli. Cukup banyak ternyata yang kami beli, mulai dari tempat tidur, lemari, kitchen set, hingga meja makan. Belum lagi kursi dan beragam furnitur lainnya. Beberapa kali aku harus mengalah dengan keputusannya kak Julian, seperti ketika memilih tempat tidur, Kak Julian lebih memilih yang berbentuk normal sedangkan aku lebih memilih yang berbentuk unik. Kak Julian dengan keras menentangnya karena katanya yang berbentuk unik terlalu memakan ruangan dan takutnya tidak muat dikamar. Beda cerita ketika kami memilih kitchen set, dia mengalah dengan pilihanku walaupun disertai banyak komentar gak penting.
Setelah membayar, kak Julian menyerahkan alamat rumah yang akan kami tempati nanti ke petugas antar barang. Akhirnya setelah semua beres, kami melangkah menuju parkiran dan melaju membelah lalu lintas ibukota dimalam hari.
つずく
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...