Jika vampir tidak mimisan, lalu apa yang terjadi pada Hyomin? Mata Jiyeon memandang ceceran darah di sepanjang lorong itu. Bahkan manusia normal pun tidak akan mimisan separah ini. Dadanya berdegup kencang, kini ia benar-benar khawatir akan apa yang terjadi pada sahabatnya. Setelah mengumpulkan keyakinan, ia pun berlari meninggalkan kantin.
Sepasang tungkainya membawa Jiyeon ke ruang kesehatan yang terletak di sayap timur gedung sekolah. Ia yakin Jaejoong membawa Hyomin ke sana dan Boram pun pasti sudah berada di dalam ruangan.
Benar saja, ketika Jiyeon membuka pintu, pemandangan yang dilihatnya adalah Boram menyudutkan Jaejoong di tembok dengan lengan kirinya diletakkan tepat di depan leher pria itu. Apabila ini adalah drama komedi, maka adegan ini sangatlah lucu. Seorang gadis mungil tampak menyudutkan seorang lelaki yang jauh lebih besar darinya. Namun, kenyataannya adalah seorang vampir sedang mengancam manusia yang tak berdaya.
"Boram!" seru Jiyeon terkejut. Sungguh, ia tak pernah menyangka akan melihat Boram dalam kondisi seperti ini. Gadis imut itu sudah berubah menjadi sesuatu yang tidak pernah Jiyeon harapkan.
Tanpa menoleh ke belakang, Boram menjawab, "Lebih baik kau keluar, Jiyeon. Percayalah, kau tidak mau melihat ini."
Lagi-lagi, Jiyeon dibuat terperangah dengan intonasi yang digunakan Boram. Tidak pernah sekali pun Jiyeon mendengarnya berbicara dengan nada tajam seperti itu. Apakah para vampir selalu seperti ini ketika mereka tidak senang akan sesuatu? Jiyeon jadi mengingat apa yang terjadi semalam. Apakah ia akan melihat seluruh anggota keluarga vampir Kim melepaskan amarah mereka? Sungguh, Jiyeon lebih memilih tidak. Namun, alih-alih keluar dari ruang kesehatan tersebut, ia justru menutup pintu di belakangnya.
"Apa yang kau lakukan pada kakakku?" tanya Boram sambil menatap Jaejoong tepat di matanya.
"Aku membawanya kemari!" seru Jaejoong.
"Lucu sekali! Kaulah orang yang menyebabkannya seperti ini dan kau jugalah yang berlagak seperti pahlawan!" Lengan kirinya sengaja ditekankan pada leher Jaejoong.
"Ada apa dengan kalian? Setiap aku memberikan bantuan, aku justru dituduh sebaliknya, dasar keluarga aneh!" seru Jaejoong kesal karena sejak kemarin bantuannya sama sekali tidak dihargai.
"Kau tidak tahu apa pun soal keluargaku!" Boram semakin emosi karena Jaejoong mencemooh keluarganya. Dengan gerakan cepat, kedua tangannya beralih menarik kerah kemeja Jaejoong dan mendorongnya kembali ke dinding. Bunyi keras tubuh Jaejoong bertemu dengan tembok disertai erangannya membuat Jiyeon refleks menjerit.
"Akting yang bagus, Lee Jaejoong ssi," sindir Boram. Ia mendekatkan kepalanya pada telinga kiri pria itu. "Jika kau menyentuh keluargaku lagi, aku sendirilah yang akan memburumu," ucapnya dengan geram. Ya, Kim Boram memang sangat protektif terhadap keluarganya. Jika saja Jiyeon tidak sedang berada dalam satu ruangan yang sama dengan mereka, Boram pasti sudah memberi pelajaran pada namja Lee itu.
"Aku sudah bertemu dengan tiga anak keluarga Kim dan tak ada satupun dari mereka yang bersikap baik kepadaku," Jaejoong menggertakkan giginya. Dua kancing teratas kemejanya terlepas karena Boram menariknya terlalu keras. "Beginikah cara orangtua kalian mendidik?"
"Kau tidak berhak mengatakan hal itu tentang keluargaku!" seru Boram marah. Ia menendang selangkangan Jaejoong dengan lutut kanannya.
"Aarrgh!!"
Boram melepaskan segala kontaknya dari Jaejoong untuk membiarkan pria itu mengerang kesakitan. Ia mundur beberapa langkah menjauhi sang kakak kelas. Well, vampir atau manusia, bagian itu tetap menjadi kelemahan para pria.
YOU ARE READING
The Signs and The Truth
Fanfiction[Book 2 of Vampire Series] This book is all about the beautiful lies and painful truth. She has to find the truth about him, about them, and also about herself. "Aku harus mengetahuinya. Aku berhak mengetahui kebenarannya." -Park Jiyeon "Setelah in...