5} Suicide [Dosa Besar]

47 9 1
                                    

Aku memakai jubah pemberian Pascal cepat, lalu berlari ke arahnya yang sudah melambaikan tangan dari mobil, memanggilku dengan wajah vampir kekurangan darah.

Ya Dewa, ya Tuhan, ya Allah. Demi keselamatan hidupku selanjutnya, aku berdoa kepada kalian. Bila satu Tuhan saja tidak cukup untuk menyelamatkan nyawaku, maka aku meminta langsung kepada ketiga Tuhan.Tolong lindungi aku!

Pascal membawaku dengan mobilnya ke suatu tempat yang aku sendiri tidak tahu apa namanya, yang jelas dalam perjalan hanya terdapat hutan di sisi kanan dan kiri jalan yang kami lewati. Setelah beberapa puluh menit perjalanan, mobil yang kami tumpangi pun berhenti di suatu wilayah. Wilayah ini masih seperti jalan-jalan yang kami lewati tadi, di mana hanya terdapat pohon-pohon yang tinggi menjulang dan semak belukar.

Sebenarnya aku heran dengan Pascal mengapa malah membawa tubuh wanita itu ke hutan belantara seperti ini, karena biasanya korban-korban Pascal akan dieksekusi pada ruangan khusus. Atau, mungkin karena wanita yang telah aku racuni itu adalah korban istimewa, ah aku juga tidak perduli. Yang aku harus perdulikan saat ini adalah apa yang akan dilakukan Pascal kepadaku dan tubuh wanita itu.

Pascal turun dari mobil, tapi sebelum itu dia memintaku untuk tetap berada di dalam mobil.

"Kenapa?" tanyaku padanya. Dan dia hanya menyeringai.

Setelah beberapa lama Pascal masuk ke dalam mobil lagi, dia mengambil kapak dan cangkul yang ada di bangku belakang kemudi. Lalu tiba-tiba saja dia memintaku untuk turun dan mengikutinya. Pascal membuka bagasi mobilnya, lalu menyerahkan kapak dan cangkul itu kepadaku.

"Bawakan!" katanya saat aku hanya menatap kedua alat yang menurutku menjijikkan itu dengan pandangan aneh. Aku mengambil kedua alat itu dengan kedua tanganku. Meletakkan cangkul di tanah dan membawa kapaknya saja.

Pascal menggendong tubuh wanita itu masuk ke dalam hutan. Sedangkan aku, aku hanya mengikuti langkahnya dengan membawa kapak dan menyeret cangkul pemberiannya. Dan sampailah aku ke sebuah tanah lapang dengan hamparan rumput yang hijau, namun bedanya dengan rumput yang berada di hutan saat perjalanan tadi adalah hamparan rumput yang ada di depanku saat ini adalah rumput yang biasanya digunakan untuk lapangan sepak bola. Kenapa aku tahu, karena dulu mantan pacar yang bahkan aku sendiri jijik mengakuinya sebagai mantanku adalah seorang penggemar bola. Dan tidak jarang aku diajak menonton sebuah pertandingan sepak bola.

Pascal menjatuhkan tubuh wanita itu begitu saja. Lalu dia merebut kapak yang kubawa. Tanpa adanya pemanasan terlebih dahulu Pascal langsung saja membenggal kepala wanita itu dengan kejamnya. Dan itu terjadi di depan mataku sendiri. Bahkan darah wanita itu sampai terciprat ke jubah musim dingin yang kupakai dan tentu saja aku sampai bergidik ngeri melihat darah yang sangat banyak itu.

"Pegang ini," kata Pascal sambil memberikan kapak yang tadi dipegangnya. Aku menerima kapak itu dengan tangan gemetar. "Cincang dia! Potong-potong anggota tubuhnya!" sambungnya lagi, dan aku hanya terdiam dengan tubuh yang kaku.

"Cepat! Atau kau juga ingin kubunuh?!" Dengar, betapa kejamnya dia. Sekarang, bukan hanya tanganku saja yang bergetar, tapi seluruh badanku juga ikut bergetar karena mendengar kata-katanya tadi. Aku masih diam tanpa menanggapi Pascal sedikitpun.

"Satu!" Pascal mulai menghitung.

"Dua!" Hitungan kedua.

"Ti-!"

Crookk!

Suara kapak yang aku hantamkan ke tubuh wanita malang itu. Dengan suara itu juga yang menandakan aku mendapat hidupku dan menambah dosa besarku untuk kedua kalinya.

Air mataku menetes bersama dengan hantaman kapak kedua di tubuh wanita itu. Hantaman ketiga air mataku menetes semakin deras. Dan hantaman terakhir tubuhku lemas dan tiba-tiba hanya ada kegelapan yang menyelimutiku.

-•-•-

Aku terbangun di kamar yang pernah dua kali kutempati. Mengingat kejadian kemarin rasanya aku benci dengan diriku sendiri. Hanya karena ingin tetap hidup, aku bahkan rela membunuh dengan cara yang keji seperti itu. Sebenarnya sampai kapan aku akan hidup dengan cara yang seperti ini. Rasanya amat sangat menjijikan dengan cara hidup yang bahkan lebih buruk daripada cara hidup para tikus petinggi negara ataupun para ladies boy di kota ini.

Aku bangun dari tempat tidur dan langsung berjalan menuju lemari yang tidak jauh dari kasur tempatku tidur tadi, persisnya di sudut ruangan kamar ini. Aku mencari dan terus mencari benda yang akan menyelamatkanku pada penderitaan ini.

Satu persatu laci kubuka. Dengan napas yang terengah-engah aku mulai mengobrak-abrik semua barang apa saja yang berada di dalam lemari ini.

Tepat di laci terbawah aku menemukan benda yang kucari. Sebuah gunting. Aku menghembuskan nafas lega. Dalam beberapa detik lagi, penderitaan ini akan berakhir dan aku akan bebas, meskipun nantinya akan tetap masuk kedalam neraka.

Detik kelima.

Detik ketujuh.

Detik kedelapan.

Dan..

Aku mengayunkan gunting itu ke pergelangan tanganku yang terdapat nadi didalamnya.

Bless..

"Jangan!!!" Suara Shira mengintrupsiku untuk menengok ke arahnya tepat setelah aku menancapkan gunting itu ke nadiku. Dan semua menjadi gelap setelah aku melihat bayang-bayang Shira berlari mendekatiku dengan penglihatan yang tidak terlalu jelas.

-•-•-

"Bagaimana keadaannya dokter?" Sayup-sayup aku mendengar suara Shira di telingaku. Aku masih lemas hanya untuk sekedar membuka mata, sepertinya darah yang kukeluarkan cukup banyak tadi, sampai keadaanku seperti ini.

Entah apa yang merasukiku sampai aku berani melakukan hal seperti itu, tapi sejujurnya aku lelah dengan semua drama ini.

"Dia baik-baik saja. Untung anda langsung menutup luka itu dengan kain yang tebal. Jika tidak, mungkin darahnya akan semakin banyak keluar. Dan kemungkinan hidupnya sangat kecil," kata dokter itu. Aku bisa dengan jelas mendengarnya, tapi aku tidak akan membuka mata dengan mudah setelah apa yang dilakukan oleh Pascal padaku.

"Apalagi darah kakak ipar anda ini sedang sangat sulit didapati saat ini. Bisa dikatakan kalau pihak rumah sakit kehabisan stok darah AB. Dan tadi adalah dua kantong terakhir yang ada di rumah sakit ini," sambung dokter itu. Bisa aku tebak jika saat ini Shira hanya bisa mengangguk karena terlalu syok akan perbuatanku tadi.

Oh, Shira. Maafkan aku, kamu memang orang yang baik. Tapi aku tetap harus melakukan hal seperti tadi. Batinku.

"Kalau begitu saya permisi," suara dokter itu lagi disusul dengan bunyi sepatu yang bertabrakan dengan lantai menjauh dari brankar ini.

Aku merasa jika Shira menghembuskan nafas lelah. "Gean, aku tahu apa yang Pascal lakukan kepadamu. Tapi pahamilah satu hal jika Pascal melakukan ini karena suatu alasan," katanya. "Aku tahu kau sudah sadar Gean. Tapi kumohon jangan lakukan hal ini-"

Brakk..

Suara pintu kamar rawat ini terbuka.

"Hal apa yang kau maksud Shira?" Sial, itu suara Pascal. Dan seketika tubuhku ini menegang.

•°•°•
TBC
Cerita ini dibuat oleh Gen Romance SempakBetmen.
Bab ini dibuat oleh: Nagyaord

Calamity [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang