Prolog : Angin berhembus begitu kencang, menggerakkan awan-awan yang ada dilangit dan membuat matahari tak dapat menerangi bumi. Waktu berlalu begitu cepat hingga tak dapat di pungkiri jika saat itu akan terjadi sesuatu yang akan membuat bulu kudukku merinding. Rintik-rintik air yang turun ke bumi seakan-akan menangis melihat tingkah laku kami para manusia, dan diantara tangisan itu terdengar desing tawa menggelegar dari sang petir.
Angin yang begitu kencang membuat kami semua harus saling berteriak didalam kelas karena jika kami berbicara menggunakan suara kecil, kami pasti tidak dapat mendengarkan suara kami sendiri. Saat ini adalah tahun terakhirku di SMA, namaku adalah ZaTa Rizma Vee, wanita berumur 18 tahun yang akan melewati 6 bulan kedepan sebagai semester akhir dalam hidupnya.
Tak ada tangisan yang dapat mengalahkan tangisan dari hujan yang mulai semakin mengganas, seakan meronta-ronta karena ikut ditertawakan oleh sang angin membuatnya terhempas mengenai kaca jendela kami.
"Aaaaaaa" beberapa siswi berteriak sekencang mungkin setelah melihat petir yang tak jauh dari gedung kelas kami menyambar. Semakin lama waktu berjalan, membuat hujan semakin menangis menjadi-jadi, apa sebenarnya yang ia tangisi? Masih terpikirkan olehku hal itu.
Sejenak, semua terdiam entah karena memikirkan sesuatu atau hanya sedang menghayalkan hal yang tidak akan bisa terjadi. Dan saat itu terjadi, yang dapat terdengar oleh kami semua hanyalah sebatas hembusan nafas, angin,hujan, dan terkadang petir yang menyambar.
3 jam sudah berlalu, dan hujan sudah mulai menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Seluruh murid sudah diperbolehkan pulang kerumah masing-masing. Kamipun mulai semangat dan keluar dari rasa kantuk yang begitu mencekam kami dalam kelas ini.
"Dinginnya" ucap salah seorang murid bernama ketika ia membuka jendela kelas kami. Benar saja, walau hujan telah berhenti akan tetapi angin masih membawa hawa dingin yang disertai beberapa tetes air yang masih ada diudara. Yandi adalah seorang pria yang ahli dalam sepak bola, dan saat ia masih duduk di bangku 1 SMA dia sudah mulai ikut dalam beberapa tournament berskala internasional dalam team Timnas U-16. Akan tetapi walau begitu, ia tetaplah rendah hati. Sudah ratusan juta ia dapatkan akan tetapi ia tetap masih memikirkan tentang bagaimana hidupnya kedepan dan akhirnya ia lebih memutuskan menabung uang itu daripada membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak berguna.
"Mungkin kita sudah mulai masuk ke musim pancaroba, yah siap-siap saja uang kalian, karena nanti pasti ada pemungutan sumbangan" balas seorang pria bernama Vine Hidayat. Vine adalah seorang pria tinggi dan sedikit berotot lalu menggunakan kacamata. Bisa dibilang dia adalah salah satu pria tertampan disekolah kami, selain itu ia selalu berhasil membawa nama Indonesia dalam ajang-ajang adu kepintaran berskala internasional. Dan dia juga salah satu pianis muda yang berhasil mendapatkan penghargaan di beberapa ajang berskala internasional.
Tidak ada yang melannjutkan percakapan, semuanya hanya lanjut membereskan buku pelajarannya dan lalu pergi pulang. Tapi aku tidak langsung pulang karena saat itu aku bertugas piket hari ini.
Kuluangkan waktu sekitar 30 menit untuk membersihkan seluruh ruangan kelas bersama beberapa temanku, setelahnya mereka langsung meminta ijin untuk pulang terlebih dahulu karena aku ingin berdiam diri sebentar di kelas.
"Kau tidak pulang?" tiba-tiba seorang guru bertanya padaku yang melihatku dari pintu kelas.
"Bentar lagi pak" jawabku singkat acuh tak acuh pada sang guru.
"Kalau sudah mau pulang langsung gantung kuncinya di ruang guru yah Vee" ucap guru itu.Benar, tidak ada guru yang dapat memarahiku. Karena sebenarnya prestasiku jauh lebih tinggi dibandingkan semua siswa yang ada disekolah ini. Pembawa nama Indonesia dalam memenangkan perlombaan debat, atau seperti membawa nama Indonesia dalam penemuan ilmu Sains yang akan digunakan dalam hal tertentu, dan berbagai macam hal lainnya.
Kulihat waktu sudah menunjukkan pukul 05:25 sore, akupun memutuskan untuk beranjak dari lamunanku. Dan pergi pulang.
Rumahku tidaklah terlalu jauh dari sekolahku, hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja menggunakan sepeda maka aku sudah dapat sampai di rumahku.
Mungkin bagi sebagian orang aku layaknya seorang putri dari sebuah negara yang begitu kaya akan alamnya dan kaya dalam bentuk uangnya karena rumahku bukanlah rumah yang dapat kalian pikir seperti disinetron yang hanya memiliki 1 atau 2 tingkat saja tapi rumahku layaknya sebuah apartemen yang memiliki total 25 tingkat.
Setiap tingkat tentunya digunakan untuk berbagai macam hal seperti, tingkat 20 untuk kamar mandi pria dan tingkat 21 untuk kamar mandi wanita.
Kamarku ada ditingkatan 18, di lift aku telah disambut oleh beberapa pelayan yang akan membawakan tasku serta melepaskan sepatuku dan diganti dengan sendal khusus untuk didalam ruangan.
Sesampainya aku dikamarku, aku sama sekali tidak melakukan apapun. Aku hanya berbaring sembari mencoba untuk tertidur akan tetapi tetap tidak bisa. Tak sengaja kulihat photo yang terpajang di meja belajarku dan akupun meraihnya, baru saja aku memegangnya seketika air mataku keluar begitu deras. Ia adalah orang yang aku cintai, . Pria yang dalam usia 13 tahun sudah menjadi salah satu detective terkenal karena kepintarannya yang dapat memecahkan rekor IQ Einsten sendiri ini meninggal ketika ia mencoba memecahkan suatu kasus berbahaya.
Dan dia adalah pacarku. Orang yang sangat amat sangat aku cintai, orang yang begitu aku rindukan. Dan kini dia sudah berada disamping tuhan yang maha esa.
------Prolog ~~~~ END
YOU ARE READING
Kisah diantara 2 dunia.
RomanceKarangan : https://www.facebook.com/miku21212 Group : https://www.facebook.com/groups/CHIofficialgroup