I know they are better than me, but cant you see me even for a while? -unknown
***
Seperti biasa dan selalu terbiasa, aku berangkat sekolah dengan motor kesayanganku yang cantik ini. Menuju jalan Ibukota yang selalu dipenuhi kendaraan-kendaraan yang memadati ruas jalan. Kadang aku berpikir kenapa bisa terjadi macet? Kenapa mobil-mobil bergerak lambat? Semua pertanyaan itu selalu terlintas diotakku.
Ketika aku ingin pergi sekolah aku harus melewati jalan-jalan besar, Kereta Api, Lampu merah, Jembatan, dan terowongan. Barulah aku sampai pada sekolah yang dimana aku menuntut ilmu, walaupun jauh, panas, hujan menghadang aku tak pernah pengeluh untuk dipindahkan ke sekolah yang lebih dekat dengan rumahku.
Walaupun Orang tua ku mampu untuk memindahkan aku dari sekolah ini ke sekolah yang lain, aku tetap tidak mau. Karna aku sudah nyaman dengan kelasku ini.
Begitu aku sampai, aku sudah disambut dengan suara suara melengking yang mungkin terdengar sampai luar kelas. Keributan yang selalu terjadi ditiap pagi.
"Badri, ih, balikin gak?!" teriak Avina pada Badri yang terus memegangi tasnya dengan erat sambil tertawa-tawa
"Ambil lah sini" Teriak Badri sambil berlari keluar kelas yang juga disusul Avina, entah kapan 2 anak itu akan berdamai dan menenangkan setiap pagi dikelas ini.
Aku lekas duduk dan menaruh tas dimeja tempatku duduk sambil menggelengkan kepala melihat teman-temanku yang tidak pernah akur.
"Tumben lo Nin, dateng pagi?" tanyaku kepada Anin-Anindya teman satu mejaku dari awal masuk SMA sampai sekarang.
"Itu, tuh, tumbenan jemput pagian" Anin mendelik pada Aditya-pacar Anin yang sedang asik memainkan Game dikursinya dengan tenang.
"Tuh, kan. Itu orang dateng pagi emang mau WiFian pas tau passwordnya" ujar anin menoleh kepalanya ke pacarnya itu, karna pacarnya itu tidak mau berpaling dengan Gamenya sedikitpun.
Aku tertawa melihat Anin yang mencemburukan Game pacarnya yang selalu dan setiap saat dimainkannya, "yaudah sih, gapapa. Daripada mainin cewek? Lo emang mau dimainin dia? Haha" Ucapku sedikit sarcasm. Anin sedikit kesal dan tak lama dia menyutujui ucapanku, "Iya juga sih,"
Tapi
BRAKKKKK
Semua mata pun tertuju pada satu titik dimana dua Objek itu saling memukul satu sama lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
DELAPAN
Teen FictionDiantara berpuluh-puluh juta pria didunia ini. Kenapa Achi jatuh cinta pada pria sangar yang menjadi temannya? Kenapa juga jantung Achi harus berdetak hebat setiap melihat Gilang? Tapi, sebagai perempuan Achi tak bisa menutupi rasa kagumnya pada cow...