Namaku Jeno Falsea Alfari, dan beberapa orang pernah mengatakan bahwa aku beruntung. Lantas mereka ingin menjadi seperti diriku. Dengan keluarga yang utuh, finansial yang cukup, juara kelas, dan yang utama mempunyai saudara kembar.Itulah yang selama ini mereka lihat dari diriku, seolah hidup yang sempurna, menyenangkan, serta masa depan cerah di depan mata.
Tapi tanpa mereka tau, sekali atau dua kali aku pun ingin keluar dari zona ini. Kenapa? iya, semua keadaan ini terkadang membuatku muak dan terasa melelahkan.
Banyak orang Ingin mempunyai saudara kembar, tak terkecuali kakak perempuanku sendiri, Rena Fansia Alfari,
"Kenapa aku tidak kembar seperti kalian, aku kan juga pengen punya kembaran gitu", Eluhnya setiap saat.
Ingin sekali aku menjawab perkataan kak Rena : Kalau aku bisa memilih, aku berharap tak pernah mempunyai saudara kembar. Karena setiap hari dan bahkan setiap saat, kelakuan dan rupaku selalu dibandingkan dengan saudara kembarku, Kenji Felo Alfari.
Entah itu di rumah, di sekolah, atau dimana pun. Wajah kami memang bisa dibilang sedikit mirip, tapi juga tidak terlalu mirip layaknya saudara kembar pada umumnya, tubuhku juga lebih pendek darinya. Dia lebih menyukai praktek dari pada materi, tapi aku justru sebaliknya. Maka dari itu, fisiknya yang lebih baik dariku membuat perbedaan kami lebih terlihat.
Saat seseorang yang pertamakali melihat kami, tentu 90% dari mereka akan lebih memilih Kenji dari pada aku. Maka dari itu, aku belajar mati - matian agar setidaknya mereka mengatakan hal yang baik tentangku dan tidak melulu berbicara tentang fisik.
Memang egois, kan? Namun beginilah diriku yang sebenarnya.
Sejak kecil kami tidak pernah memakai sesuatu yang sama, seperti baju, sepatu, atau apapun. Aku selalu menolak hal seperti itu.
Kalaupun pada akhirnya mama membelikan kami barang yang sama sesuai keinginan Kenji, aku tak pernah memakai itu bersamaan dengannya.
"Pakailah, ini lucu." Ucap Kenji sembari memperlihatkan dua baju kembar yang hanya berbeda warna.
"Nggak! Kekanakan." Jawabku.
Saat nilai Kenji turun, dan aku mendapat juara kelas, mama selalu menyuruhku lebih giat mengajari Kenji, tapi kenji tak pernah mau belajar serius.
Selain Kenji, Kak Rena juga begitu bawel dan mau menang sendiri.
Aku begitu lelah dengan keadaan ini tapi lidahku kelu setiap kali aku ingin mengutarakan perasaanku.
Aku juga pernah meminta kamar lain untuk diriku sendiri, tapi mama dan papa selalu menolak dan menyuruhku untuk tetap berbagi kamar dengan Kenji.
Setiap hari selalu ada Kenji yang ini, Kenji yang itu, Kenji begini, Kenji begitu. Selalu Kenji, Kenji, dan Kenji.
Setiap kali aku sedang belajar, Kenji pasti selalu menggangguku, entah itu memintaku bermain dengannya, menyalakan musik, menyalakan televisi, ada saja tingkahnya. Dia sungguh kekanakan dan menyebalkan.
"Jen, Jen, Jeno." panggilnya saat ku sedang berbaring di kasur sepulang sekolah.
"Hhmm" Jawabku singkat seraya menatap langit - langit.
"Kamu gak ada niat gabung ke tim basket gitu?" Tanyanya padaku.
Aku menggeleng.
"Tapi kan kita dulu sering main basket bareng, bertiga sama Keira, kenapa sekarang gak mau?" Tanya Kenji lagi.
Aku terdiam.
Ingin sekali kujawab karena sekarang aku tak menginkan satu hal pun sama dengannya. Aku ingin wujudku sendiri, yang tidak ada bayangnya. Tapi ku urungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Senja
Ficção Adolescente[Amazing cover by @Daelee] Apa yang terlukiskan dibenakmu tentang senja? Aku menganggapnya indah dan menakjubkan namun itu sebelum suatu hal terjadi dan membuatku merasa takut akan senja.