Shocking Martabak Telor

1 0 0
                                    

Meda masih saja menghitung angka disatu kertas. Menekan setiap angka pada kalkulator hitam miliknya. Sesekali menghela nafas karena lagi lagi angka yg dihitungnya tak sesuai.

"Istirahat dulu,Med. Udah waktunya makan siang." tegur Bianca yg sudah bersolek memoles bibir dg lipstik Purbaleunyi favoritnya.

"Ntar Bi. Nanggung juga." jawab Meda tanpa menoleh.

"Yaudah gue makan dulu ya ? Udah janji sama Derian." pamit Bianca dan diangguki oleh Meda.

Meda kembali fokus pada lembaran berserakan dimejanya. Melupakan makan siang adalah kebiasaannya sejak SMA. Tak heran dirinya memiliki riwayat penyakit magh akut dan typus. Meski sudah dinasehati beribu kali untuk mengatur pola makan tetap saja, Meda mengabaikan semua wejangan yg didapatnya.

Seseorang menyodorkan capucino hangat untuk Meda.

"Ih, Bianca. Makasih yaa.. " ujar Meda meraih gelas kertas dimejanya. Menyeruput penuh kenikmatan minuman favoritnya.

"Bi, kok lo ngga bawa gorengan ato kudapan apa gitu buat gue."

Sekotak martabak telur yg lagi lagi favorit Meda tersedia dimejanya.

"Binca emang juara. Gue makan ya Bi.." Meda melahap potongan martabak dengan nikmat.

Bagi Meda, martabak telur adalah makanan terbaik yg pernah masuk ke perutnya sejak kecil. Ngga ada martabak telur yg ngga enak sekalipun itu martabak yg sudah dua hari di kulkas dan harus digoreng lagi biar bisa dimakan.

"Oh iya Bi, nanti gue balik duluan ya ? Mau jemput Ashilla. Gue ngga bisa biarin dia lama lama dirumah bokap. Ntar adek gue bonyok lagi digebukin ama emak tirinya."

Sebenarnya itu hanya alasan Meda, karena Ibu ngga pernah jahat sama Ashilla. Karena Ibu jahatnya cuma sama Meda doang. Karena merasa Meda adalah saingan kuat anaknya yg hits maksimal.

Ya iyalah ! Meda !

Gimana Sintia ngga tersaingi kalo anak itu termasuk dalam kids jaman now banget. Eksisnya maksa parah. Sedangkan Meda, please. Ngga usah maksa juga udah eksis kemana mana keles.

Buktinya, beberapa temen cowo bahkan gebetannya si Sintia ini malah berpaling ke dia. Ya bukan salah Meda dong ? Mereka aja yg jelalatan. Belum lagi temen temen cewe Sintia yg malah lebih asyik nimbrung sama Meda ketimbang sama Sintia. Mulai dari fashion kekinian, film terbaru, artis yg sedang booming. Berita yg sedang viral. Apapun pasti Meda tau bahkan tentang pendidikan dan tentang berita politik.

Ya iyalah !!

Meda cerdas. Sintia cenderung dongo.
Yg Sintia tau cuma ngepoin dan ngomongin orang. Ngga ada pinter pinternya sama sekali.

Meda menghela nafas panjang dan merubah raut sendunya mencoba untuk fokus pada pekerjaan. Dia harus menyelesaikan ini segera.

____

Sekitar pukul dua, Meda merasa hasrat ingin pipisnya muncul. Maka dia berpamitan pada Bianca yg sedari tadi hanya diam. Mungkin gadis itu lagi dalam mode 'kenyang bego'. Makanya balik langsung tidur. Kebiasaan Bianca banget.

"Eh Med !!" teriak seseorang ketika Meda ingin berbelok kelorong toilet.

Bianca berlari kecil menuju arahnya dg tentengan plastik ditangan kirinya.

"Nih, dari Derian. Katanya makasih lo udah mau jemput adeknya kemaren." Bianca menyodorkan plastik berisi lontong isi dan pastel.

Meda menerima dg ragu, bukannya Bianca tadi udah bawain dia martabak ya ? Sama capucino juga lagi.

"Yaudah gue balik ke meja kerja deh. Kerjaan gue belom kelar." Bianca menepuk bahu kanan Meda.

Meda memandangi plastik ditangannya dg tatapan horror. Kalo Bianca baru aja balik makan siang sama Derian. Lah terus, yg tadi ngasih dia martabak ama capucino siapa ? Yg temenin dia ngoceh ampe tumpeh tumpeh tadi siapa ?

Hilang sudah hasrat ingin pipisnya, Meda berlari menuju meja kerjanya. Dia harus memastikan kalau---

"Lo dapet martabak dari mana siang bolong begini ?" Bianca mencomot sepotong martabak dimejanya.

---Meda ngga berdelusi.

"Bukannya elo tadi ngasih ke gue ?"

"Mana ada ? Gue aja baru balik dari makan sama Derian." kilah Bianca kembali duduk dimeja kerjanya.

Lutut Meda lemas. Gadis itu terduduk dilantai dipintu kubikelnya. Wajahnya mendadak pucat dan tangannya terasa dingin.

"Med.. Lo kenapa ?" serbu Bianca panik.

"Bi, tadi ada yg ngasih gue martabak itu. Gue kira elo.." tangan Meda gemetaran saking takutnya.

Pantas saja, orang yg dianggap Bianca olehnya tadi sama sekali tidak bersuara, juga tidak menunjukkan muka. Oh, bukan ngga nunjukin muka sih. Tapi emang dasar Meda yg kelewat cuek jadi ngga memperhatikan.

"Ya ampun, Med. Mending lo ke ruang kesehatan deh. Lo ampe pucet gini.." Bianca membantu Meda berdiri.

Menuntun gadis itu menuju ruang kesehatan. Beberapa karyawan bertanya ada apa dg Meda sampai wajahnya pucat penuh ketakutan begitu.

"Bi, gimana ini ? Gue bener bener takut.." celoteh Meda dg wajah semakin pucat.

"Udah tenang. Ngga ada apa apa kok.. Percaya sama gue." Bianca membukakan pintu ruang kesehatan.

Dokter perusahaan sudah stand bye dimejanya. Membantu Bianca memapah Meda untuk berbaring di branka.

"Dia kenapa ?"

"Dia.. Dokter Chika mungkin ngga percaya. Karena aku juga ngga terlalu yakin." ujar Bianca ragu.

"Tapi, Meda dapet martabak sama capucino yg dia kira dari saya. Padahal saya baru banget balik dari makan siang."

"Oh mungkin dia kaget ya ?" simpul dokter Chika.

Bahkan dokter itu nampak tenang. Kemudian memeriksa keadaan Meda.

"Ngga papa. Andromeda cuma butuh istirahat. Kamu balik kerja aja, nanti dicariin."

Bianca berpamitan segera sebelum atasannya mencari dirinya. Meninggalkan Meda yg mulai memejamkan mata setelah meminum obat dari Dokter Chika.

Sementara Meda tertidur. Seseorang yg sedari tadi berada dibalik tirai akhrnya menampakan diri. Dokter Chika mendengus melihat orang itu duduk dihadapannya sekarang.

"Kamu tuh bikin anak orang hampir kena serangan jantung tau ngga !" komentar dokter Chika.

"Dia sampe keringet dingin. Sampe pucet gitu. Keterlaluan banget sih !" Dokter Chika memukul lengan pria yg membuatnya gemas.

"Ya ampun.. Sakit Chik !" protesnya.

"Ya kamu keterlaluan !"

Pria itu tersenyum memandangi Meda yg nampak pulas. Lihat wajahnya, begitu teduh. Ah, gemasnya dg wajah itu.

"Jangan bikin dia sakit hati kaya korban korbanmu dikantor ini ya Gal."

"Kok omonganmu kaya aku ini jahat banget sih Chik ?"

"Ya emang jahat. Kamu kan si cassanova Lentera Buana. Siapa yg ngga tergila gila sama Galaxy ? Banyak kali yg udah remuk hatinya gara gara kamu."

"Ya mereka aja yg baperan. Kok aku yg disalahin sih ?"

"Ya mereka baper karena kamu yg kelewat perhatian. Kelewat baik."

"Aku cuma mau baik sama perempuan Chik, dan itu perbuatan terpuji." kilah Galaxy yg tak mau kalah.

"Iya deh iya."

"Udah keluar sana. Kamu ganggu pasien pasien aku yg lagi istirahat tau !" usir dokter Chika.

Galaxy berdiri dan malah menghampiri Meda yg masih tertidur. Tangan pria itu membelai dahi Meda dg lembut. Kemudian tersenyum.

"Meda cocok ngga kalo sama aku, Chik ?"

____

Galaxy AndromedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang