#23 Fear

626 66 14
                                    

Di depan sebuah apartemen yang terbengkalai, para pasukan khusus bayaran turun dari mobil-mobil berwarna hitam. Mia dan Arthur ikut turun dari salah satu mobil, sementara Gwen keluar dari mobil lainnya. Tangan Gwen diborgol dan dirinya dikawal seorang anggota pasukan. Berbeda dengan kemarin setelah dirinya diinterogasi, kali ini ia terlihat sadar sepenuhnya.

"Kita langsung laksanakan saja misi ini," ujar sang pemimpin pasukan yang tengah berjalan mendekati Arthur.

"Ba... Baik," jawab Arthur gugup.

"Alat komunikasi rahasia di baju Anda sudah terpasang?"

Arthur sedikit meraba alat yang terpasang di baju dalamnya, baru kemudian mengangguk pelan.

"Seperti yang sudah kubicarakan dengan Arthur, aku akan ikut masuk," ucap Mia yang tak rela membiarkan Arthur menantang bahaya sendirian.

Sang pemimpin tertawa meremehkan. "Rencana kita tidak seperti itu, Miss. Hanya Mister Bennet yang diminta untuk masuk."

"Subyek 16 cuma meminta agar Arthur tak dikawal pasukan dan aku ini bukan pasukan. Biarkan aku ikut," bantah Mia.

"Tapi..."

"Aku tak mau masuk kalau Mia tidak ikut!" bentak Arthur. Keringat dingin mulai keluar dari pori-pori kulitnya.

Mia memajang senyum kemenangan. "Jadi?"

Sang pemimpin sedikit mendengus. "Baiklah, tapi kami tak bisa menjamin keselamatan Anda, Miss."

Sang pemimpin memberi isyarat agar pasukannya bersiap-siap. Mia segera memeluk lengan Arthur, bermaksud memberi semangat kepada sang pujaan hati. Namun, Arthur justru mematung dengan wajah tegang, terlihat tak menyadari hal itu.

Setelah sedikit mendapat arahan dari sang pemimpin, Mia, Arthur, dan Gwen mulai mendekati pintu apartemen yang terbuka. Berkali-kali Arthur menghela napas. Mia sendiri tampak lebih tenang, kendati jantungnya seperti sedang dipacu kencang.

"Ya, Tuhan. Sudah berapa lama apartemen ini terbengkalai?" gerutu Arthur, menutupi hidungnya dari bau apak bercampur aroma kotoran tikus di dalam apartemen.

Mia tak menjawab dan cuma memandang jijik dinding yang berlumut.

"Fringe Global menganggapmu tak berguna ya, Profesor? Buktinya, mereka menyuruhmu masuk tanpa pengawalan. Mereka tak peduli dengan nyawamu," cela Gwen pedas.

Arthur baru membuka mulut untuk membantah saat Mia menyela, "Ini lebih baik daripada pasukan bayaran itu yang masuk. Aku dengar mereka diperbolehkan memakai senjata api kalau situasinya benar-benar gawat."

"Huh? Senjata api? Yah, eksperimen sebagus apa pun pasti akan kalah dengan citra publik. Kejadian heboh yang dilakukan subyek 16 sudah terlalu banyak. Kalau ada satu kejadian lagi, borok Fringe Global pasti akan semakin tercium. Jadi, Fringe Global merasa lebih baik menghabisi eksperimen mereka sendiri daripada situasi bertambah kacau," lanjut Gwen, sedikit meringis kesakitan saat mulai menaiki tangga.

"Itu hasil eksperimenku, bukan mereka!" sanggah Arthur.

Mia mempererat pelukannya di lengan Arthur. "Jangan termakan kata-katanya Arthur. Dia sudah dilatih untuk memancing emosi agar lawan bicaranya lengah."

Melihat kelakuan pasangan yang lebih terlihat seperti ayah dan anak itu, Gwen jadi ingin muntah.

***

"Menurutmu, di antara dua wanita tadi, siapa yang lebih menarik?" tanya sang pemimpin pasukan kepada salah satu anak buahnya.

Si anak buah yang tengah menodongkan senapan laras panjangnya mengangkat sebelah alis. "Si rambut pirang bagian atasnya lebih berisi, kalau satunya bagian bawahnya lebih montok."

Sang pemimpin tertawa kencang. "Kalau wajahnya?"

"Mereka setara... Apakah sekarang waktu yang tepat untuk membicarakan hal seperti ini, Bos?"

"Tenang saja, kita cuma berhadapan dengan seekor anjing. Kita membawa pasukan yang terlalu banyak. Pasukan sebelumnya dibantai karena Travis terlalu bodoh. Misi satunya juga, siapa suruh membawa monster yang tak bisa dikendalikan?"

Bukannya menanggapi, si anak buah justru mengamati keadaan sekitar. "Perasaan saya tidak enak, Bos. Mungkin kita perlu mengecek perimeter lagi?"

"Buat apa? Memangnya dia..."

Keduanya terdiam saat mendengar bunyi pelan sesuatu yang jatuh. Si pemimpin menoleh ke belakang dan langsung menemukan sebuah benda mirip bola hijau yang menggelinding di tanah.

"Granat!" teriaknya kencang.

Moon Goddess' Chosen One [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang