"Saya selalu menjadwal mahasiswa-mahasiswa saya agar mereka bisa lulus tepat waktu. Akan ada tiga kali bimbingan resmi di kampus dalam seminggu. Sementara, hari lainnya mereka saya jadwalkan mendapatkan bimbingan untuk menyusun laporan sebelum BAB—per—BAB dalam bentuk jadi dan diberikan kepada saya. Mulai masuk bimbingan pembuatan kerangka BAB, penyusunan dan lain sebagainya harus dilakukan pukul 07.00 di ruangan saya. Setelah itu dilanjutkan pada pukul 20.00 sampai dengan selesai! Dan untuk kamu, besok kamu sudah mulai mengikuti jadwal yang telah saya buat dari dua semester sebelumnya. Mengerti!"
Seruni mengembuskan napas, kepalanya ditaruh di atas meja sebuah toko kue bernama 'Pavlova Cake Shop' yang berada di jalan Karipitan. Ucapan densitif Naoki tentulah membuatnya pusing bukan kepalang. Bagaimana ia bisa berada di kampus tepat pukul 07.00? Di saat bangun terpagi selama hidupnya adalah pukul 09.00. Lagi, Seruni mengembuskan napas.
Dia memutar-mutar gelas kristal yang berisikan air mineral di depannya. Dia menekuk wajah cantiknya. Bagaimana bisa Abangnya begitu tega? Menaruhnya ke kandang macan yang sangat bahaya. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana ia selama satu semester ke depan menjalani hidup. Terlebih, ia tak akan bisa membayangkan bagaimana rusak kulitnya karena semua ini. Seolah, uang lebih yang diberikan Abangnya untuk perawatan kulit menjadi... percuma.
"Aku mau bunuh diri!" teriaknya. Membuat pengunjung toko kue bernuansa klasik itu memandang ke arahnya. Pula dengan beberapa pegawai toko, bahkan... pemiliknya juga.
Di sini, di Pavlova Cake Shop, adalah toko kue yang sebenarnya sangat menyenangkan. Selain desain toko yang begitu klasik, ada beberapa tanaman hidup yang ditaruh di sana-sini, musik yang dipilih sebagai backsound—pun begitu menenangkan. Tapi entahlah, Seruni tak bisa setenang suasana di toko ini. Pikiran dan hatinya benar-benar sangat, keruh.
"Hah!" keluhnya untuk yang kesekian kali. Dia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi kemudian kembali mengerang.
"Bu... Bu Nara, pengunjung itu nggak apa-apa, kan ya?" tanya seorang pegawai berambut pirang sepunggung.
Dia menyenggol Nara, yang sedari tadi sibuk melihat-lihat beberapa bahan yang mungkin habis. Mata hitamnya meneliti ke arah yang ditunjuk oleh Ani.
"Udah, abaikan... mungkin lagi diputusin pacar." jawab Nara.
Belum sempat ia mencatatat keperluan tokonya, dia dikagetkan lagi oleh keluhan Seruni. Bahkan, Nara bisa lihat, beberapa pengunjungnya tampak tak nyaman.
"Buk, kayaknya dia sedang stres, deh. Tadi aja bilang mau bunuh diri. Kalau beneran bunuh diri gimana, Buk? Kan toko kita yang kena. Apalagi, pengunjung lainnya nggak nyaman ama kelakuan perempuan gila itu, Buk."
"Ya udah... kamu aja yang ke sana."
"Nggak berani, Buk." jawab Ani. Dia bersembunyi di belakang tubuh Nara, dan itu berhasil membuat Nara memutar bola matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERUNI
Teen FictionSeruni, wanita berusia 25 tahun memiliki hobi yang unik. Dia bukanlah pecinta buku-buku layaknya kutu buku, pula dengan memasak atau bahkan mengumpulkan pakaian mahal. Seruni hanya ingin tampil cantik, dan demi kata 'cantik' itu ia rela merogoh uang...