Bab 15

9.2K 569 6
                                    

Ibu Cahaya sudah kembali ke ruang masuk ke dalam ruangan Cahaya dengan seorang dokter dan perawarat. Namun ia terkejut dan bingung saat melihat Cahaya tak ada di tempat tidur.

"Cahaya, Aya ... sayang kamu dimana?" tanya Ibunya mencari sang putri. Sungguh pilu hatinya saat ia menemukan sang buah hati terduduk lemas di pojok kamar mandi dengan basah kuyup. Hati seorang Ibu mana yang tak miris melihat anaknya begitu tak berdaya.

Ia langsung menghampiri Cahaya yang terduduk dipojok kamar mandi, bibirnya menggigil dan membiru. Dengan dibantu dokter dan perawat Cahaya lantas di bawa keluar dari kamar mandi.

Dengan sabar dan menahan air mata, ia menggantikan pakaian Cahaya, dengan pakaiannya yang ia bawa dari rumahnya. Kebiasaannya, memang. Selalu membawa baju jika berpergian. Yang membuatnya suaminya kesal, karena sering memakan waktu. Namun, lihatlah, kebiasaannya itu bermanfaatkan?

Cahaya hanya diam seribu bahasa dengan tatapan kosong, saat digantikan pakaiannya. Namun saat sang Ibu hendak memakaikan jilbab, Cahaya mencegahnya dan menggeleng sambil berkata, "aku tak pantas memakai ini lagi bu," Ibunya sungguh terkejut mendengar kata-kata dari sang putri.

"Apa maksud kamu nduk?" tanya sang Ibu yang masih belum mengerti.

"Jilbab itu tak pantas aku kenakan lagi Bu!! Aku, wanita kotor yang tak suci lagi,, wanita kotor dan hina seperti aku gak pantas mengenakan jilbab lagi!!" Cahaya menjawab dengan derai air mata.

"Astagfirullah Ya Allah Aya!! Kamu tak pantas berbicara seperti itu nduk. Hijab ini wajib bagi seorang muslimah. Mau ia seorang yang kotor, mau ia seorang yang suci, atau maupun ia orang munafik asalkan dia seorang muslimah ia wajib memakai hijab. Tak ada alasan seorang muslimah melepas dan tak mengenakan hijab," ucap sang Ibu dengan lembut sambil menghapus air mata sang anak.

"Kamukan tahu orang yang mengenakan jilbab itu merupakan konsekwensi keimanan seseorang. Kalau dia memang mengakui agamanya Islam dan beriman pasti ia tahu kewajiban-kewajiban yang melekat pada dirinya sebagai seorang muslim. Cahaya seorang muslimkan? Tahu kan bahwa bagi muslimah harus mengenakan jilbab untuk menutup aurat? Jangan buat ujian ini semakin membuat Aya menjadi menjauh kepada Allah, tetapi semakin kita dekatkan diri ini kepada Allah. Pasrahkan dan serahkan hidup dan mati kita hanya kepada Allah," Jelas sang Ibu kepada Cahaya sambil memakaikan jilbab.

"Nah, ini baru anak Ibu. Cahaya, Allah telah mengatur setiap cerita masing masing hambanya. Ia selalu memberi ujian kepada setiap hambanya. Ia memberi kita semua ujian bukan karena benci, namun bisa saja Dia, sedang menguji iman seseorang atau Dia menegur perbuatan hambanya dengan suatu ujian. Hanya Allah yang tahu nak. Jadi tetap berprasangka baik kepada Allah apa yang telah terjadi pada diri ini dan selalu mengingat-Nya dikala kita lagi suka maupun duka," Cahaya mengangguk mendengar ucapan sang Ibu. Lalu memeluk Ibunya dan berbisik terimah kasih telah menguatkan dan selalu ada disampingnya saat ia lemah.

"Ya Rabb, Ya Tuhanku, Ampunilah dosaku yang telah berburuk sangka kepada Mu. Sesungguhnya Engkaulah Maha Penguasa, Maha Pencipta yang telah mengatur setiap cerita  setiap umat-Mu. Hamba berserah diri kepada Engkau Ya Rabb. Bimbinglah hamba Mu ini ke jalan yang selalu kau ridha'i. Jauhkan diri ini dari  dan lindungi hamba dari sifat buruk yang merugikan diri sendiri. Berikan hamba kekuatan untuk mengahadapi dan menjalani ujian yang  Engkau berikan di dunia ini. Aamiin,"  bait bait do'a yang  Cahaya ucapkan di dalam sholatnya.

***

Dimas mengikuti Anugrah dari belakang. Baginya, sangat lancang jika ia berjalan di samping tuannya itu. Dimas menggelengkan kepalanya, ketika melihat lelaki yang berada di depannya itu menyeret kakinya dengan malas.

Tiba-tiba lelaki itu berhenti berjalan. Dan kedua bola matanya membulat, melihat Anugrah terjatuh bersimpuh di tanah. Ia segera mendekati Anugrah.

"Pa, Bapak gak apa-apa?" Dimas begitu khawatir dengan kondisi Anugrah. Ia memegang kedua bahu Anugrah.

Anugrah mendongakkan wajahnya. Menatap Dimas dengan wajah menahan amarah. Ia tiba-tiba menarik kera baju Dimas. Hal itu tentu saja membuat Dimas terkejut. "Langit yang salahkan?" Anugrah bertanya kepadanya dengan suara bergetar.

Dimas dengan takut-takut menganggukkan kepalanya. "I-iya Pak. Pak Langit yang salah,"

Mendengar jawaban dari Dimas, Anugrah melepaskan kera kemeja da mendorong tubuh lelaki yang lebih muda itu ke belakang. Ia pun lantas, dengan singgap berdiri. "Langit sudah melukai Cahayaku. Dan, aku tidak akan diam saja! Aku akan membalasnya!" ucapnya kepada Dimas dengan tatapan kosong.

Dimas membuka lebar-lebar matanya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Anugrah. "Bapak mau ngapai?" Anugrah tak menggubris pertanyaan Dimas. Ia pun melangkahkan kakinya pergi dari halaman rumah sakit. Melihat itu, Dimas langsung berdiri, dan berusaha mengejar Anugrah.

Anugrah memasuki kantor polisi, begitu pula dengan Dimas. Lantas Anugerah meminta izin lagi, untuk melihat adiknya. Namun, bukan sekedar melihat. Ia ingin masuk ke jeruji besi itu. Namun tak diizinkan, ia pun menyelipkan beberapa uang di tangan polisi itu. Sebagai ucapan terimakasih, jika Anugrah diberi izin untuk masuk ke dalam sel itu.

Polisi itu mengembalikan uang Anugrah, dengan wajah menahan amarah. "Simpan uangmu anak muda!" terdengar suaranya sangat tegas. "Saya izinkan untuk menjumpai adik anda!" katanya memberi izin kepada Anugrah.

Anugrah beserta Dimas, berjalan di belakang Polisi itu. "Silahkan!" Polisi itu mempersilakan Anugrah masuk menemui adiknya, setelah ia membuka pintunya.

Dengan emosi meluap-luap, Anugrah pun masuk, menghampiri Langit yang bingung.

"Kak, ada apa?" tanyanya bingung, apalagi melihat wajah kakaknya yang tak bersahabat. Bukannya menjawab, Anugrah menarik kera jaket miliknya yang dikenakan Langit dengan kasarnya.

"Jangan panggil aku kakak! Gak sudi aku!" katanya dengan suara nyaring.

Langit semakin bingung campur sedih. "Kenapa kak?"

Plak. Plak. Plak.

Pipi Langit sangat panas, akibat tamparan yang diberikan Anugrah. "Kenapa kak?" terdengar suara Langit bergetat menahan tangis. Kakaknya tak pernah sekasar ini kepadanya.

"Karena kau telah menghancurkan hidup seorang gadis!" jeritnya tepat di depat Langit. Anugrah sudah dikuasi rasa amarah. Dadanya bergejolak, tak dapat menahan emosinya lagi. Mengingat Cahayalah korban tindak asusila sang adik. Cahaya. Mahasiswi yang pelan-pelan mengetuk pintu hatinya.

Langit hanya diam, menundukkan kepalanya, tak berani menatap sang kakak.

"Lang, kau tau? Apa yang kau lakuin itu gak bisa dimaafkan. Kau uda membuat orang yang tak berdosa hancur. Masa depannya kau musnahkan sudah Lang. Kau buat dia gak berdaya. Lu memang arhhhggghh,  kenapa kau lakuin itu?" bentak Angurah yang masih dikuasi amarah. Lihat saja, urat lelaki itu sampai menonjol.

"Maaf, kak. Aku ... gak sengaja! Aku...," Langit berhenti, menarik napasnya dahulu. "Aku… mabuk kak," ucapnya dengan suara pelan dengan rasa penuh penyesalan.

Anugrah membelalakkan matanya mendengar pengakuan dari adiknya. "Apa mabuk kau bilang?" Napas Anugrah langsung memburu, setelah melihat anggukan kepala adik satu-satunya.

"Kurang ajar! Tingkahmu memang gak ada yang baik! Kalo kau menurut apa kataku! Memperbaiki tingkahmu! Pasti gak kayak gini kejadiannya! Gak akan membuat Cahaya tak berdaya!" Anugrah semakin menjadi-jadi. Ia menghajar adiknya dengan menghujam perut Langit.

Langit yang tak berdaya hanya diam, tak melawan atas perilakuan kasar kakaknya. Melihat itu, Dimas dan Polisi yang disebelahnya tak tinggal diam, mereka berdua mencoba menghentikan Anugrah. Dengan sedikit enegri ekstra, akhirnya keduanya dapat melepaskan Langit dari cengkraman kakaknya sendiri.

"Aku sangat benci kau, Lang!" ucap Anugrah kepada Langit, sebelum diseret paksa oleh Dimas. Langit langsung terduduk lemas. Lantas, ia langsung menjatuhkan air mata, setelah mendengar kata-kata sang kakak, yang membencinya. Kakaknya sendiri, saudara kandungnya, membenci dirinya. Tubuhnya bergetar hebat, lelaki itu terisak, menyesali semuanya.

⁂⁂⁂



Anugrah Cahaya Langit [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang