BAB 6

5.6K 149 47
                                    


“Nur ada waktu sebentar?” tanya Miladya dari sudut ruangan Bakenas satu yang pintunya terbuka.

Mendengar namanya dipanggil wanita bernama Nurjannah itu menoleh, “Mila! Silahkan masuk.”

“Beberapa hari ini terasa sangat berat ya Nur.” Kata Mila yang begitu masuk langsung memeluk Jannah.

Nurjannah mengeluarkan nafas sangat panjang, ia tersenyum menerima kekuatan dari teman seangkatannya ini. “Alhamdulillah, dukungan darimu seketika membuat semua beban dipundakku lenyap seketika.”

Mila juga tersenyum, “Kita saling menguatkan ya Nur.” Katanya sambil melepas pelukan. Lalu duduk setelah dipersilahkan Jannah.

“Ku dengar administrasi sedang kacau, ada apa?” tanya Jannah.

“Aku sendiri bingung mulai darimana. Dua hari lalu ada santri baru tanpa tes masuk kesini. Yang lebih membuat kami kacau, di form pendaftarannya tertulis Dhiroya sebagai penanggung jawab yang telah sowan kepada pihak ndalem.” Jelas Mila membuat sakit kepalanya kembali.

Mendengar hal itu Jannah takjub, “Dhiroya?”

Mila mengangguk, “Aku sudah mencoba menghubungi Dhiroya tapi akhir-akhir ini dia sulit dihubungi. Semalam juga dia tidak ada di asrama.”

Nurjannah mengangguk, “Aku juga bener-bener lost contact sejak kemarin. Dhiro kemarin absen di pelantikan UBM, semalem dia juga nggak bisa dihubungi. Tadi pagi pun dia belum juga kembali, padahal sebentar lagi ta’ziran akbar harus segera diputuskan.”

“Iya Nur. Kamu tau, santri baru atas pj Dhiro nggak berhijab. Seluruh asrama gempar dengan hal ini. Aku ngerasa Dhiroya sedang menghindar dari semua ini.” Keluh Mila yang pusing mendapatkan todongan dari para santri mengapa administrasi seketat Assalam bisa kecolongan.

“Istighfar Mil. Kamu nggak boleh suudzon Dhiroya lari dari tanggung jawabnya.” Respon Jannah cepat.

“Astagfirullah hal ’adzim. Astaghfirullah hal ‘adzim. Kenapa aku berperasangka seburuk ini.” Sesal Mila mengenggam jilbabnya.

“Aku pribadi soal santriwati tak berhijab itu tidak masalah. Selama dia memang perempuan, masuk ke asrama annisa sama sekali bukan perkara haram. Yang jadi masalah sekarang, Bakenas benar-benar kehilangan akal soal penyusup pria kesini.” Terang Jannah keheranan.

Mendengar perkataan Jannah, Miladya shock, “Ada penyusup masuk ke annisa? Ke sini? Kapan?”

Nurjannah membuang nafasnya berat, “Dua hari yang lalu juga. Masalah ini sempat membuat heboh satu asrama, kemudian para santri sudah tidak ambil pusing lagi karena nggak ada yang kehilangan apapun terus topik ketua UBM tiba-tiba menggeser begitu saja.”

“Alhamdulillah.” Syukur Mila mendengar hal tersebut. “Selama 9 tahun disini, tiga kali ganti rois, sepertinya kepengurusan Dhiroya memang yang paling berat.”

Jannah mengangguk, “Sebab itu kita harus membantu dia. Bukan begitu? Teman sepertuaanku?”

Miladya tertawa, “Kita ini memang duo kakak tua disini.”

“Yang penting giginya nggak tinggal dua.” Canda Jannah bersenandung lagu anak-anak. “O—iya. Aku tadi pagi di kampus ketemu Rozza dan sedikit curhat tentang masalah ini. Dia bilang ada baiknya pengurus utama semua menghadap ke ndalem, sekaligus persiapan ta’ziran akbar.”

Mila mengangkat alis satunya, “Rozza? Hilmi Rozza maksudmu?”

“A, iya dia di kampus lebih beken dipanggil Rozza. Bagaimana menurutmu? Sudah hampir laporan administrasi juga kan?” kata Jannah memberikan usulan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GUS HILALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang